DDM 5 - Penyitaan

1094 Words
*** Sejatinya, hati setiap manusia tidak bisa dinilai dari apa yang tampak dari luarnya saja. Sebab, hati adalah suatu misteri yang hanya diketahui oleh pemilik dan Tuhannya saja. IG: Upi1612 ***   Angeline pun mulai berpikir bahawa kedatangan kedua polisi tersebut adalah untuk memberikan informasi terkait kecelakaan yang menimpa kedua orang tuanya.   “Selamat siang.” seru salah satu polisi tersebut.   “Selama siang, Pak.” Seluruh anggota keluarga Angeline menjawab.   “Kami dari anggota kepolisian ingin menyampaikan bahwa rumah ini dan seluruh aset keluarga Pratama akan di sita. Silakan mengosongkan rumah ini dalam dua hari kedepan.” kata polisi tersebut.   Angeline benar-benar terkejut dengan apa yang dikatakan oleh polisi tersebut.   “Apa yang terjadi hingga semua aset milik keluarga Pratama disita, Pak?” tanya David.   “Kami mendapatkan informasi bahwa Alm. Louis Patridge Pratama adalah seorang peretas bank. Dan semua harta milik keluarganya adalah hasil curian.” kata polisi tersebut.   “T-tapi, Pak. Tidak mungkin ayah saya seorang yang seperti itu.” kata Angeline yang tidak terima jika ayahnya dikatakan demikian.   Bagaimana pun, Angeline sangat yakin bahwa orang tuanya adalah orang baik-baik, dan semua kekayaan yang diraih orang tuanya juga didapatkan dengan baik-baik juga.   “Anda bisa memberikan keterangan di Kantor Polisi.” kata salah satu polisi tersebut.   “Kalau begitu, kami permisi. Selamat siang.” kata polisi berpamitan.   Angeline benar-benar tidak mengerti harus melakukan apa, air matanya menetes dan dirinya langsung jatuh luruh ke lantai. Dirinya benar-benar bingung harus melakukan apa. Dirinya mulai memikirkan di mana dirinya akan tinggal bila semua aset keluarganya disita.   Angeline langsung mengedarkan pandangannya ke arah om dan tantenya. Dalam keadaan dirinya yang menangis dan duduk di lantai, tidak ada satupun dari mereka yang menghampiri dirinya. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan beberapa waktu lalu.   “Sayang, sebentar lagi aku harus meeting.” kata David kepada Marry, istrinya. David memberikan isyarat kepada istrinya untuk segera pulang.   “O iya, Mas..” kata Marry.   David dan Marry pun langsung pergi. Angeliha kini tahu kalau David dan Marry tidka ingin direpotkan oleh dirinya.   “Mas, kita harus pulang, jemput anak kita di sekolahnya.” kata Catrina kepada Jakson, suaminya.   Jakson yang mengerti apa arti dari kata-kata istrinya pun menjawab, “Ayo, Sayang. Nanti telat.” Katanya.   Jakson dan Catrina pun langsung pergi meninggalkan rumah Angeline. Angeline pun merasa kecewa. Kini Angeline merasa tidak mau kalau dirinya melihat om dan tantenya keluar dari rumahnya tanpa membawa dirinya.   “Aunty Anna, bolehkah Angeline ikut dengan Aunty?” tanya Angeline.   Anna langsung melirik suaminya. Matanya mengisyaratkan keberatan dan merasa kecolongan karena dirinya baru saja berniat untuk pergi bersama suaminya. Anna tentu tidak jauh beda dengan tante dari Angeline yang lain, Anna tidak mau direpotkan oleh Angeline.   “Maaf, Sayang. Bukannya Aunty tidak mau tapi keluarga Aunty sedang tidak punya uang untuk menampungmu di rumah kami. Iya kan?” tanya Anna kepada Lucas.   “Tentu saja, Darl. Apalagi perusahaan kita sedang kolaps.” kata Lucas.   “T-tap..” Angeline hendak mengatakan sesuatu.   “Kami pergi dulu.” kata Anna.   Anna langsung menarik tangan Lucas agar bisa menghindari Angeline.   Air mata Angeline pun terus menderas, Angeline benar-benar tidak menyangka kalau semua keluarga dari ayah dan ibunya tidka benar-benar tulus ingin membantu Angeline. Angeline pun sebetulnya tidak mengerti mengapa mereka yang awalnya sangat baik kepadanya, namun semenjak polisi mengatakan kalau rumah dan semua hartanya akan disita langsung pergi begitu saja.   Angeline menekuk lutut dan memeluk lututnya dan dia pun menenggelamkan wajahnya di sana. Angeline benar-benar tidak tahu mengapa semua ini bisa terjadi kepada dirinya.   ***   Keesokkan harinya, Angeline pun tidak siap untuk meninggalkan rumah. Lagi pula dirinya benar-benar tidak tahu harus pergi ke mana kalau dirinya memang harus pergi meninggalkan rumahnya tersebut.   Di rumah Angeline pun semua karyawan sudah pergi. Hanya tersisa Mang Jarot. Hal ini dikarenakan Angaline yang sempat mengumpulkan karyawan dan sudah memberitahukan kepada semuanya tentang apa yang terjadi, dan Angeline bahkan sudah mengatakan kalau dirinya tidak mampu menggaji karyawan karena Angeline memang hanyalah seorang gadis yang belum mengerti apapun.   “Mang, lebih baik cari pekerjaan yang baru. Karena saya benar-benar tidak bisa menggaji Mang Jarot.” kata Angeline yang kembali mengatakan hal tersebut kepada supir orang tuanya tersebut.   Angeline merasa kasihan kepada keluarga Mang Jarot kalau beliau terus berada di rumahnya. Angeline memikirkan bagaiaman nasib dari keluarga Mang Jarot.   “Tidak, apa-apa, Non. Biarlah saya menemani Non sampai Non mendapatkan tempat tinggal” kata Mang Jarot terus mengulangi kata-kata tersebut.   Setiap Mang Jarot mengatakan hal demikian, Angeline hanya bisa mengangguk dan tidak lagi membantah. Lagi pula Angeline juga merasa masih membutuhkan sosok orang tua, jadi Angeline harus ada yang menjaganya. Walaupun tidak seumur hidup, setidaknya Mang Jarot merasa harus mengantarkan putri dari majikan yang selalu baik kepada dirinya tersebut menuju kehidupan yang sedikit lebih baik.   Belum sempat Angeline mengobrol, sekelompok orang langsung menuju Angeline. Angeline terkejut akan kehadiran mereka yang datang dengan wajah yang sangat sangar seperti yang ada di film-film.   Angeline sangat tahu siapa mereka yang datang dengan tampang sangar-sangar tersebut. Mereka adalah orang yang akan menyita rumah milik keluarganya dan mengusir Angeline dari rumah. Angeline kini benar-benar ketakutan.   Mang Jarot yang melihat anak majikannya ketakutan langsung menanyakan kedatangan mereka karena beliau merasa orang tua yang harus membantu anaknya.   “Ada yang bisa kami bantu?” tanya Mang jarot.   “Ini sudah habis waktu. Kalian harus pergi dari rumah ini sesuai dengan apa yang telah disampaikan sebelumnya.” kata polisi yang terlihat seperti leader.   “Tapi, Pak, kemana saya harus pergi?” tanya Angeline yang mulai mengajukan protes.   “Saya hanya menjalankan perintah. Untuk pertanyaan anda, anda tentu memiliki jawabannya.” kata polisi tersebut.   “Iya, Pak. Kasihan nona muda.” kata Mang Jarot.   “Pergilah sebelum saya menyeret kamu keluar rumah.” kata polisi tersebut.   “Tidak. Aku tidak akan pergi. Ini adalah satu-satunya rumah peninggalan orang tua saya.” kata Angeline.   “Kalau dalam hitungan waktu tiga detik, adik tidak mau meninggalkan rumah ini. Dengan sangat terpaksa kami akan mengusir adik dengan kasar.” kata polisi.   “Satu..” polisi tersebut mulai menghitung.   Angeline masih tidak mau pergi. Bagi Angline meski dirinya diusir terus, dirinya akan lebih memilih untuk tinggal di rumah tersebut.   “Dua..” kata polisi lagi.   Angeline menggeleng, air matanya kini sudah menderas lagi. Angeline benar-benar anak yang malang. Awalnya, Angeline mengira kalau penderitaan yang dirasakan olehnya hanyalah kehilangan kedua orang tuanya, namun ternyata masih ada penderitaan-penderitaan lain yang mampir ke hidupnya setelah meninggalnya orang tuanya tersebut.   “Tiga..” kata polisi.   “Beri saya waktu 5 menit. Iya. Lima menit saja. Saya berjanji setelah 5 menit tersebut saya akan pergi dari rumah ini.” kata Angeline.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD