2

1103 Words
Setelah Ical masuk ke kamar, Reno tersenyum miring. Sejauh ini semuanya berjalan lancar tanpa halangan apapun. “Sebentar lagi aku akan jadi orang kaya.” Reno menatap pintu yang tertutup. “Dasar bodoh! Gampang banget masuk perangkapku,” gumam Reno merendahkan Ical yang begitu mudahnya masuk jebakan. Reno yang sudah merencanakan semuanya dengan matang, memang sejak tadi memakai masker agar Ical tidak tahu kalau sejak tadi dia berada di samping Ical. Melihat Ical sudah masuk, Sinta yang sejak tadi sembunyi, dengan hati was-was mendekati suaminya itu. “Gimana?” tanya Sinta penasaran. Reno yang sejak dulu sudah cerdik tentang hal kejahatan, segera membawa Sinta menjauh dari kamar Ical. Dia tidak mau ada yang curiga dengan mereka. Mereka berjalan menuju lobby dan mencari sebuah tempat untuk mereka ngobrol. Tentu saja mereka mencari tempat pojok agar tidak ada memperhatikan mereka. Begitu mereka duduk, Sinta langsung bertanya pada Reno. “Gimana, Mas? Semuanya lancarkan?” “Tentu aja lancar. Ical itu orang bodoh. Dia pasti akan masuk jebakan kita. Tenang aja, Sayang.” Reno begitu yakin rencananya akan berjalan dengan mulus. “Kamu serius, Mas? Gimana kalau Ical tiba-tiba sadar dan nggak ngapa-ngapain Puri?” Sinta tidak yakin dengan ucapan Reno. “Aku yakin seribu persen Ical pasti nggak bisa nolak kecantikan Puri. Puri itu cantik dan seksi, mana ada laki-laki normal yang bisa nolak Puri kita. Ditambah dengan obat yang aku kasih, semua pasti berjalan sesuai dengan rencana kita.” Tentu saja Reno mengatakan itu dengan suara kecil agar tidak ada yang dengar. Entahlah apa yang dirasakan oleh Sinta. Dia masih ragu. Ada pula rasa tidak tenang. Bagaimanapun juga Puri adalah anak kandungnya sendiri. Dia masih punya perasaan kasihan untuk menumbalkannya demi harta. “Tapi, Mas. Puri itu anak kandung kita. Apa kita nggak keterlaluan numbalin dia buat harta?” sesal Sinta sedih. “Numbalin gimana? Ini juga demi masa depan Puri. Emangnya kamu mau Puri hidup miskin terus?” Reno meyakinkan Sinta kalau perbuatan mereka tidak salah. Sinta terdiam. Bagi seorang wanita, keperawanan adalah harta yang sangat berharga. Sinta tahu persis kalau Puri anak yang baik dan dia masih perawan. Pasti ini akan membuat hidup Puri berubah. Hewan saja tidak akan mau memakan anaknya sendiri, bagaimana mungkin Sinta bisa begitu tega menjerumuskan anaknya pada perbuatan yang tidak benar? Sinta masih punya jiwa keibuan sehingga dia mulai ragu untuk melanjutkan rencana mereka. Melihat istrinya ragu, Reno mencoba meyakinkan Sinta kalau rencana mereka harus tetap berjalan sesuai rencana. Dia sudah bosan hidup miskin dan dia tak mau terus miskin. “Jadi orang miskin itu nggak enak, Sayang. Puri itu cantik, baik. Dia nggak pantes hidup dalam kemiskinan. Inilah satu-satunya cara agar bisa merubah nasibnya. Kamu sayang sama Puri kan?” Reno memainkan perasaan Sinta seolah-olah hanya itulah cara yang akan membuat hidup mereka jauh lebih baik. Sinta menatap wajah Reno. Dia pun menjadi bimbang. Reno tersenyum dan kembali membuat Sinta dilema. “Kalau kamu gagalin rencana kita, itu artinya kamu nggak sayang sama Puri. Puri akan terus hidup dalam kemiskinan karena nggak akan ada orang kaya yang mau nikah sama dia. Dan itu semua karena kamu. Kamu yang udah hancurin rencana yang kita buat,” ujar Reno penuh penekanan. Sontak Sinta pun terperajat dan kena mental. Dia tidak mau anaknya hidup sengsara karena dia. Dalam waktu sekejap, dia pun kembali yakin untuk melanjutkan rencananya. *** Di kamar hotel, Ical merasakan sesuatu yang sangat aneh. Kepalanya pusing dan badannya terasa panas. Berjalan pun terhuyung dan pandangan matanya tidak terlalu jelas. Samar, dia melihat seseorang tertidur di atas kasur. Dia pikir dia salah lihat, karena dia tidak pernah memesan kamar hotel beserta wanita. “Apa aku salah kamar? Tapi kalau salah kamar, nggak mungkin aku bisa masuk ke sini. Aku pasti salah lihat. Harry nggak mungkin bawa wanita ke kamar ini.” Meski tidak yakin, Ical pun berjalan mendekati kasur dan duduk di samping Puri yang saat itu sedang tertidur pulas akibat pengaruh obat tidur. Ical langsung terperanjat dan bangun dari duduknya begitu memegang kaki Puri. Tak hanya itu, Puri pun berpindah posisi menjadi menyamping sehingga sebagian gaunnya tersingkap hingga menunjukkan bagian sensitif yang begitu mulus dan indah. “Ya Tuhan. Sepertinya ini bukan halusinasi. Benar ada wanita di sini. Kenapa Harry malah bawa wanita ke sini?” pekik Ical geram. Dia begitu marah mengetahui Harry sangat kurang ajar. Padahal Harry tahu kalau dia bukan laki-laki hidung belang yang suka main perempuan, tapi dengan beraninya dia bawa wanita itu ke kamarnya. “Yang urus pertemuan hari ini semuanya Harry, pasti yang bawa wanita ini juga Harry,” tuduh Ical. Ical pun segera mencari ponsel untuk menghubungi Harry. Sayang, sebelum dia mengambil ponsel, Puri kembali berpindah posisi. Dia mengigau sambil menarik tangan Ical. Ical pun jatuh di atas tubuh Puri. Jantung Ical berdetak sangat kencang. Apalagi melihat wajah Puri yang cantik, semakin membuat Ical tidak karuan. “Ya Tuhan. Apa yang terjadi sama aku? Kenapa perasaanku jadi kayak gini?” Ical terpaku memandang Puri yang sangat memesona. Puri tersenyum dalam tidurnya, tenang sekali dan itu membuat wajahnya semakin cantik. Ical semakin tidak menentu. Desakan normal seorang lelaki begitu kuat, membuat dirinya sangat tersiksa. Ical yang pada dasarnya orang baik, segera sadar dan tidak mau menuruti nafsu bejatnya. Dia segera bangun dan berusaha menjauh dari Puri yang masih tidak sadarkan diri. “Tahan Ical. Jangan sampai kamu berbuat sesuatu dengan wanita itu. Bisa saja dia w************n yang punya penyakit menular,” seru Ical menjaga dirinya dari bisikan setan. Ical pun segera bangun dan mencari ponselnya. Dengan badan dan perasaan yang sangat mengganggu, dia berusaha sekuat tenaga untuk menaklukkan rasa itu. Sebagai lelaki normal yang sudah berusia tiga puluh tahun, dia sangat tahu apa yang sedang dia rasakan. Walaupun dia tidak tahu pasti kenapa dia bisa begitu, dia yakin ada seseorang yang memberinya obat sehingga dia bisa seperti ini. “Pasti ada seseorang yang punya niat jahat sama aku. Aku nggak boleh masuk jebakan dia, aku harus bisa tahan diri. Lebih baik aku pergi dari sini sebelum terjadi sesuatu,” tekad Ical. Ical pun mengurungkan niat untuk menghubungi Harry dan berniat segera meninggalkan kamar itu. Belum beranjak dari tempatnya semula, Puri yang sedang tidur kembali berguling. Namun, kali ini dia berguling ke sisi yang tidak ada kasurnya. Reflek Ical menyelamatkan gadis itu agar tidak jatuh. Ternyata keputusannya untuk menyelamatkan Puri bukanlah tindakan yang tepat. Puri memang jatuh, tapi dia jatuh di atas tubuh Ical. Bibirnya sejajar dengan bibir Ical. Sedetik kemudian Puri memeluk erat tubuh Ical, tanpa dia tahu kalau bukan bantal guling yang dia peluk. Ical semakin tidak menentu dan akhirnya dia pun tidak bisa menahan diri, sehingga dia menikmati tubuh Puri dengan ganas akibat pengaruh obat dari Reno.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD