Hamil Anak Ular
Bab 7 : Ngidam Aneh
Dengan tampang kesal, Endah berlari masuk ke rumahnya. Suasana hati semakin tak baik saja, apa yang ia takutkan telah terjadi, para tetangga sudah mulai menggunjingkan kehamilan putrinya.
“Sayang, kamu udah pulang?” Lucky menghampiri Endah yang berdiri dengan bersandar di balik pintu.
Endah bergeming, ia tak menyadari kalau Lucky sudah ada di depannya. Pria bertubuh tinggi berisi itu memegang pundaknya.
“Eh, kamu, Mas .... “ Endah terkejut.
“Sayang, ngapain bengong di sini?” Lucky merangkul bahu sang istri lalu menuntunnya menuju kamar mereka.
Endah meletakkan tasnya lalu membuka blezer, lalu duduk di pinggir ranjang. Pikirannya masih tak beres.
“Sayang, kamu kenapa sih? Marah gara-gara aku pulangnya duluan, maaf ya ... tadi abis meeting di kafe, kepalaku pusing. Ya udah langsung pulang deh .... “ Lucky menciumi bahu istrinya yang kini hanya mengenakan tank top saja.
“Iya, gak apa, Mas. Oh iya, Anjani ada di atas gak ya? Kamu ada ketemu dia gak?” tanya Endah sambil mengelus kepala sang suami.
“Hmm ... nggak tahu, mungkin ada di atas soalnya mobil dia ada tuh di garasi. Kenapa sih ngurusin Anjani terus? Urusi suamimu ini aja!” Lucky mendorong tubuh Endah untuk berbaring.
Endah tersenyum sembari merangkul leher sang suami, saling tatap sejenak sebelum memulai bercinta. Hubungan ranjang keduanya memang selalu hangat.
***
Sedangkan di lantai atas, Anjani sedang bersantai dengan dua temannya Rully dan Radji. Mereka sedang menikmati minuman dingin juga snack.
“Jani, kamu hamil?” tanya Rully sambil memangku Cheril, si ular wanita berjenis sanca bodo berwarna kuning itu.
Anjani tersenyum kecut sambil terus mengunyah kacang di tangannya. Kini ia tak dapat menyembunyikan perutnya yang kian membesar ini.
“Hahaa ... kata dokter sih gitu, cuma aku sadar saja ... kok bisa hamil tanpa melakukan hubungan badan dengan siapa pun. Aneh ‘kan?” Anjani menatap dua temannya itu secara bergantian.
Rully dan Radji sama-sama mengerutkan dahi dan saling lirik.
“Gak percaya ‘kan kalian? Sama, aku juga ... kata si Lucky suaminya mama sih ... aku hamil sama Chiko.” Anjani mengusap perutnya.
Lagi-lagi, Rully dan Radji saling pandang, walau ucapan Anjani terdengar lucu tapi mereka tak berani tertawa.
“Masa Iya Chiko yang menghamili kamu, Jani? Gak masuk akal sih .... “ ujar Rully dengan dahi yang berkerut.
“Tahu deh, mana udah dua kali mau diaborsi gak bisa lagi. Ngeselin banget deh, dah gitu aku gak dibolehin keluar rumah pula ama mama. Untung aja ada ular-ular ini yang bikin aku gak bete di kamar terus.” Anjani mulai menumpahkan uneg-uneg kepada dua temannya itu.
Untuk sesaat, suasana menjadi hening. Ketiganya sama-sama terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Gimana kalau aku nikahin kamu, Jani?” tanya Rully tiba-tiba.
Anjani tertawa, sedang Radji wajahnya berubah muram, ia telah kalah star dari Rully. Selama ini ia memang menaruh hati dengan temannya yang tomboy itu, tapi tak berani untuk menyatakan.
“Jani, jangan sama Rully! Sama aku aja!” Radji langsung angkat suara dengan wajah yang serius.
Anjani terbahak melihat ekspresi dua temannya itu. Tak pernah terpikirkan olehnya kalau akan menikah dengan salah satu dari dua temannya itu.
“Jani, aku serius! Rully pasti Cuma bercanda saja. Aku siap menikahimu dan akan menerima janin yang sedang kamu kandung.” Radji tiba-tiba meraih tangan Anjani.
“Hey, biasa aja kali, jangan pegang-pegang tangan begini!” Rully melepas tangan Radji dari tangan Anjani.
“Kamu tuh yang biasa saja!” Radji mendorong d**a Rully.
Rully tak mau kalah, ia juga membalas mendorong Radji.
“Woy, apa-apaan sih kalian berdua? Gak lucu, ya!” bentak Anjani kesal sambil menjitak kepala dua temannya itu secara bergantian.
“Aduh!” Kedua mengaduh bersamaan sambil menjauh dan memegangi kepala masing-masing.
“Pulang kalian berdua! Aku gak mau nikah dengan siapa pun dan aku tak menginginkan anak ini!” bentak Anjani kesal sambil berlalu masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
Dengan sama-sama kesal, Radji dan Rully melangkah menuju anak tangga, mereka akan pulang. Keduanya tak bertegur sapa hingga sudah masuk ke mobil pun, hanya saling lirik sinis.
***
Anjani berbaring di tempat tidur sambil memegangi perutnya, ia lupa sudah berapa bulan hamil anehnya ini. Tiba-tiba, terasa seperti ada yang berputar-putat di perut buncitnya itu, ia harus menahan napas saat pergerakan semakin kencang.
“Agghh .... “ Anjani memukul perutnya.
Seketika itu pula, gelombang di perutnya langsung berhenti.
“Woy, janin aneh ... jangan macam-macam ya kalian!” Anjani memukul perutnya berkali-kali.
“Agghhh ... sial, sial, sial! Ini janin sial!” teriak Anjani kesal.
Chiko yang saat itu sedang melengkor di lantai terlihat memperhatikan tingkah majikannya itu. Anjani bangkit dari tempat tidur, lalu keluar dari kamar. Ia melangkah di sekitar ruangan sambil mengamati kandang-kandang ularnya. Rasa kesalnya langsung hilang seketika, diraihnya Cheril lalu mengajaknya untuk berselpi dengan berbagai fose.
Tiba-tiba, Anjani merasakan perutnya lapar. Pandangannya terhadap Cheril berubah, setika itu pula membayangkan kalau si sanca bodo berubah menjadi Cheril crispy. Ia menelan ludah membayangkannya. Kini tatapanya beralih kepada si sanca kembang yang ada di dalam kandang sana, ia langsung membayangkan nikmatnya kalau dijadikan sate.
“Aggghh ... apa-apaan sih aku?” Anjani bangkit dari kursi goyangnya sambil menuju anak tangga, ia merasa pikirannya gilanya itu hanya efek terlalu lapar.
Anjani melangkah menuju dapur dan melihat seisi meja. Ia tak beselera makan apa pun, padahal ada ikan nila bakar kesukaannya dan anehnya ia tak tergiur. Pikirannya malah tertuju pada sate sanca kembang yang ia beri nama Casandra.
“Ya ampun, kok aku ngidam sate Casandra sih!” gumamnya kesal sambil duduk di depan meja makan.
Taklama berselang, Lucky dan Endah muncul di ruang makan, lalu duduk di hadapan Anjani.
“Kenapa cuma dipelototi saja makanannya, Jani?” tanya Endah sambil membalikkan piring lalu mengambilkan nasi untuk sang suami.
“Gak selera, Ma,” jawab Anjani malas sambil menuang segelas air putih.
“Ehhmm ... maunya makan apa, Jani? Biar Ayah Lucky beliin. Sate pyton mau? Atau gulai asam manis si kobra?!” cibir Lucky dengan senyum ejekan.
“Jaga mulutmu, Benalu!” ujar Jani dengan nada tinggi.
“Atau lagi ngidam makan ayam mentah seperti makanan favorit pacarmu si Chiko? Kan hamil anak ular, ngidamnya pasti aneh-aneh itu. Atau juga pengen tikus goreng mungkin!” oceh Lucky lagi tanpa mengindahkan lirikan sang istri yang menyuruh untuk berhenti mengoceh karena tatapan Anjani terlihat mengerikan.
Dengan geram, Anjani meraih botol sambal extra pedas yang ada di atas meja lalu mendekat ke arah Lucky. Kemudian menyemprotkannya ke mulut sang ayah tiri yang masih mengoceh tak jelas.
“Agghh!!” jerit Lucky kaget.
Tak puas hanya menuangkan sambal itu ke mulut, Anjani juga menyemprotkannya ke suluruh wajah sok gantenga pria yang hanya bermodal gombalan saja dalam memperistri mamanya.
“Jani, hentikan!” teriak Endah sambil mendorong Anjani dan memeluk suaminya.
“Makanya, punya mulut itu dijaga! Jangan kayak comberan!” ujar Anjani lagi sambil melangkah meninggalkan dapur. Hatinya sangat kesal dengan ocehan si ayah tiri, walau di antara ocehannya itu ada benarnya. Tapi, ia takkan memakan ular peliharaannya, walau ada hasrat menginginkan hal itu. Ia bisa meredamnya.
Bersambung ....