"Bunda, ayok kita pulang." Lagi, Abyan merengek sambil mengguncang lengan Haifa. Aku tidak tahan lagi untuk memeluk putraku yang pasti tengah kecewa setelah mendengar perbincangan kami. Aku dekati dia dan duduk bersimpuh di depannya. Kutatap dia yang makin mengeratkan genggaman pada lengan bundanya. "Nak, Papa minta maaf. Kemarin Papa belum bilang karena takut Abyan belum siap menerima Papa, bukan karena Papa malu mempunyai anak seperti Abyan," ucapku sembari berusaha meraih bahunya, tapi di luar dugaan, Abyan menepis tangan ini dengan sedikit kasar setelah berhasil memegangnya. "Om pasti bohong. Om malu kan punya anak kayak Abyan?" "Tidak, Nak, Papa sama sekali tidak malu." "Bunda, Abyan gak mau di sini. Abyan gak mau ketemu sama Om Gani lagi." Abyan terus merengek. "Panggil, Papa,