15 - Kembali Ke Paris

2277 Words
“Hubungannya sama aku apa kalau Mami buka butik? Memangnya penting amat gitu? Kan butiknya di Paris bukan di indo? Haruskah Callisa kesana untuk memeriksa bagaimana perkembangan butiknya?” gregetnya,matanya fokus menatap cermin sedang panggilan ponsel masih tersambung,serasa jadi anak durhaka dadakan kalau begini terus. “Kamu mending kesini sama Mami daripada tinggal disana gangguin keseharian para kakak kamu,” Menyimpan hairdrayer pada tempatnya,Callisa memakai skincare tanpa membalas perkataan Mami-nya sama sekali. Bersenandung senang juga memakai sisir agar rapi dong. “Callisa,Mami membuka butik itu dengan nama kamu juga akan menjadi milik kamu. mami tidak mau kamu terus menerus mengganggu keseharian kakak kamu. ada banyak hal yang bisa kamu lakukan di Paris,ada banyak bisnis juga. Rasya dan Deva pasti kesusahan menuruti keinginan kamu yang sangat banyak itu,” Memutar bola matanya malas,Callisa menyudahi rutinitas paginya. Tersenyum sumringah menatap penampilannya yang sudah cantic dan tak memakai riasan apapun kecuali lipstick dan maskara,ada dibagian mata juga sedikit. Kakinya melangkah ke lemari,menatap ponselnya. Hanya sambungan telepon,bukan videocall. “Mereka engga pernah ngeluh kok,malahan suka kalau Callisa manja sama mereka.” “Memangnya mereka berani bilang kalau kamu itu menyusahkan mereka,Callisa? Mami mau kamu berpikir logis. Sudah sebulan Mami berusaha membujuk kamu tapi tetap kukuh. Papi kamu hari ini lagi di turki,katanya bakal ke indo jemput kamu terus kesini bareng.” Senyuman Callisa luntur,menatap dirinya sendiri dari cermin besar yang ada di sampingnya. Tanpa mengatakan apapun ia berjalan turun kebawah. Ada suara kakak-kakaknya yang sedang makan pagi Bersama,hal seperti ini biasa dilakukan di weekend agar kebersamaan tetap ada. Didekat jalan masuk menuju ruang makan,Callisa menatap mereka tertawa dan saling berbagi cerita. Kalau Callisa pulang ke Paris maka kebersamaan seperti ini tidak akan Callisa lihat dan rasakan. Setiap harinya akan menemukan rumah kosong juga pelayan yang berlalu Lalang. Tidak ada sapaan hangat,tidak ada pelukan sayang dari para kakaknya. Membalikkan badannya,Callisa berjalan kembali ke kamarnya. “Mami mau aku kesepian lagi?” tanyanya “Kesepian apanya? Sesampainya disini kamu akan sibuk dengan pekerjaan yang sangat banyak,kamu tidak punya kesempatan untuk kesepian,Callisa.” Tidak punya kesempatan untuk kesepian? Siapa yang bilang setiap orang tidak punya kesempatan untuk kesepian? Padahal Callisa-lah yang merasakan semuanya. Setiap malamnya akan disambut dengan pelayan saja sewaktu di paris dulu,Mami-Papinya? Pulangnya pas tengah malam,itupun akan berangkat kerja sebelum Callisa bangun. Kisahnya klasik bukan? Seperti yang dialami para tokoh n****+ orang kaya. Identic dengan yang Namanya Callisa. “Callisa,Ibu mana yang memberikan jalan tidak baik untuk anak-anaknya? Sudah berapa kali Mami bilang sama kamu,ini semua demi kebaikan kamu. jadilah perempuan mandiri bukan malah bergantung pada semua kakak kamu. mereka semua sudah memiliki keluarga,suatu saat nanti Ray juga akan memiliki keluar-“ “Mami berhenti mengajak Callisa untuk tinggal disana,aku tidak akan pernah mengijinkannya.” Mata Callisa mengerjapkan matanya saat ponselnya diambil begitu saja oleh kakak pertamanya,Reika. Membawa ponsel Callisa menjauh darinya,bahkan sudah keluar kamar. Callisa kembali menatap dirinya di cermin dan tak lama kakak keduanya muncul dengan senyuman hangatnya. “Dek,yuk sarapan. Urusan Mami biar kak Rei yang urus.” Merangkul adiknya dengan sayang,barulah turun ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan,tak ada Reika sama sekali. Yang ada hanya Mba Deva yang sibuk bercerita dengan Rasya,sesekali akan di timpali oleh Raymond. Callisa dikode untuk segera duduk oleh Akaf,”Makan,yang lainnya sudah makan tinggal kamu aja.” Bisiknya lembut lalu tertawa pelan. Semua orang bersikap tak terjadi apapun,padahal Callisa tau mereka semua menyadari Callisa habis di telepon oleh Engkira,Maminya. “Jangan dipikirkan,mau makan apa hm? Biar kakak yang siapkan untuk menggantikan karena kemarin engga sempat keluar sama kamu,” Callisa menggeleng,ia tidak minat sarapan sama sekali. “Dek,kakak bukannya tidak suka kalau kamu memperlihatkan ekspresi seperti ini. Tapi kamu kenal bagaimana kak Rei bukan? Dia tidak suka kamu sedih apalagi penyebabnya adalah Mami.” Bisik Akaf lagi,mengelus kepala adiknya. Tersenyum lalu duduk disamping adiknya. Mau tak mau,Callisa memakan roti panggang dan segelas jus jeruk. Setelahnya pamit keluar dan menyetir tanpa arah tujuan sama sekali. Ponselnya masih ada pada kakaknya,biarkan saja. Pagi ini Callisa hanya ingin sendiri,layaknya perempuan galau pada umumnya. Kesempatan? Kesepian? Kenapa Maminya tidak sekalian mengatakan Callisa tidak berhak kesepian,pokoknya jangan melakukannya. Sudahlah,sejak pagi ini malah mengganggu moodnya. Ada baiknya Callisa menikmati kesehariannya,hidupnya dan hanya miliknya sendiri. Saat kamu merasa dunia sedang tidak baik-baik saja,kamu hanya perlu sendirian. Menepikan mobilnya,Callisa menumpukan kepalanya di stir mobil. Lama-kelamaan suara tangisannya terdengar,seceria apapun seorang perempuan maka ada kalanya dunia mengharuskannya menangis. Callisa Lelah dengan dunianya,tekanan yang Maminya berikan,juga pandangan semua orang. Haruskah Callisa menghilang dulu baru Maminya berhenti? Tok tok tok. Dengan wajah sembabnya,Callisa menoleh ke samping,”Pak Aydan?” kagetnya. Merasa ada yang aneh,Callisa mengedarkan pandangannya,”What? Kok di kampus sih?” Callisa benar-benar tidak menyangka bisa ada di kampus. Padahal tadinya asal menyetir saja,menatap penampilannya pada kaca,”Ais! Kenapa ketemunya pas berantakan gini sih?” kesal Callisa,mengambil kacamata hitam di dashboard mobil,lalu memakainya dengan cepat. Menurunkan kaca mobil,”Pagi Pak Aydan,tau aja pak kalau pemilik mobil ini adalah saya.” Sapanya riang,Callisa harus berusaha tidak terlihat habis menangis di hadapan pujaan hatinya. “Ekhem,assalamualaikum Callisa. Kamu kenapa disini? Bukannya hari ini weekend?” Memperhatikan penampilan Aydan.”Bapak makin ganteng pake baju gini,kenal bapak selama setengah tahun baru kali ini liat pak Aydan pake baju bukan kemeja.” Alihnya,mudah-mudahan ayang Aydan tidak tau Callisa habis menangis. Aydan mundur beberapa langkah,Callisa bahkan tak membalas salamnya dan malah membahas penampilan Aydan di pagi hari ini. Merasa ada yang aneh,”Kamu habis menangis?” ternyata tetap ketahuan,haha. “Kita kayaknya jodoh,Pak. Di hari minggu saat semua orang meliburkan diri dan sibuk dengan dunia santainya. Eh,Allah malah mempertemukan kita di kampus,sama-sama pake baju santai pula. Bapak kangen saya ya? Makanya Allah mempertemukan kita dan menuntaskan kangen bapak sama saya.” Callisa terkikik mendengar ucapannya sendiri,absurd sekali. Engga papalah,jadi hiburan! “Pertanyaan saya tidak kamu jawab,Callisa?” “Pak Aydan yang nantinya akan jadi jodohku? Pertanyaan yang itu maksudnya? Aamiin,hahha.” Tertunduk salah tingkah,Callisa tertawa sendirian sedang Aydan kebingungan di tempatnya. “Gini loh Pak,jantung saya tuh selalu berdebar tiap kali liat Pak Aydan. mana timing-nya pas banget lagi. Bapak tau banget saya lagi butuh vitamin eh dikasi wajah bapak yang ganteng itu dong,haha. tadi sempat nangis kok,Pak. Ini saya sudah jujur loh,engga bohong-bohong segala apalagi pura-pura biar dapat perhatian bapak.” Dibalik kacamata hitamnya,Callisa berusaha tersenyum. Keliatan banget pasti berantakannya,duh Callisa! Bukannya berpenampilan cantik agar Aydan makin terpikat malah bertemu saat keadan begini,eh! Emangnya Aydan pernah jatuh cinta dengan penampilanmu Callisa? Beginilah perempuan,mereka memang suka menerbangkan dirinya lalu menjatuhkan dirinya sendiri lewat pikirannya. Aneh kan? “Kenapa?” mata Callisa memutar balas,gini amat punya pujaan hati. Dinginnya melebihi kutub antartika pemirsah! “Sebenarnya saya engga tau akan kemana tadi,engga sadar sampe disini. Mungkin mengikuti naluri hati kali ya? Tau banget kalau pujaan hati ada disini makanya kesini.” Aydan makin kebingungan di tempatnya,bukan jawaban itu tujuannya bertanya. Aydan tetap menganggukkan kepalanya mengerti,pagi ini Aydan mengambil berkas yang ketinggalan di ruangan dosen. Pas mau balik dan masuk mobil,matanya tak sengaja menemukan mobil yang familiar ternyata beneran Callisa didalamnya. “Saya pernah membaca di artikel gitu,ada masanya yang membuat kita sedih berlebihan atau tak bisa menghentikan kesedihan itu,alasannya adalah karena kita tak bisa melepaskan momen kesedihan itu sendiri,Callisa. Kesedihan memang tidak bermanfaat tetapi tidak baik juga secara berlebihan. Jika dengan menangis kamu merasa lega maka lakukan,tapi ingat kamu harus bisa melepaskannya setelah itu,” Memperhatikan jam di pergelangan tangannya,”Saya permisi,Callisa. La Tahzan innallaha ma’ana,Callisa. Assalamualaikum,” menunduk sebentar barulah berbalik menuju mobilnya. Callisa memandang punggung Aydan yang menjauh,ia berharap entah kapan itu. Aydan tidak lagi membalikkan badannya meninggalkan Callisa,tetapi berjalan dengan senyuman kearah Callisa lalu memeluk Callisa dengan erat,membisikkan kalimat penenang yang menenangkan. Sedetik setelah mobil Aydan meninggalkan Kawasan parkir kampus,airmata Callisa bercucuran dari balik kacamata hitamnya. Suara tangisannya terdengar memilukan,ia sudah berusaha kuat tadi. Untungnya Aydan paham bahwa Callisa tak mau membahasnya sama sekali. “Jadi orangtua kok nyebelin banget,masa nyakitin anak sendiri.” Ujarnya dengan suara serak. Dengan tangan gemetar,Callisa menutup kembali kaca mobilnya agar tak ada orang yang menyadarinya. Sekitar dua puluh menit kemudian,Callisa menyalakan mobilnya meninggalkan Kawasan universitas Atmaja. *** “Lumpuhkanlah ingatanku… Hapuskan tentang dia… Hapuskan memoriku tentangnya…” suara nyayian Callisa yang berasal dari kamarnya membuat Ray menggelengkan kepalanya tak percaya. Lagu yang di populerkan oleh Geisha berjudul lumpuhkan ingatanku malah menemani adiknya menggalau. Padahal lagu itu di peruntukkan untuk orang galau karena cinta bukan karena tuntunan orangtua yang sangat banyak. Dari tempat Ray berdiri,ia bisa melihat Callisa memegang sisir ditangannya,berdiri diatas ranjang dan suaranya menggema. “Jangan sembunyi,kumohon padamu jangan sembunyi. Dan bla bla…” Berlalu dari depan kamar adiknya,Ray kembali ke kamarnya. Menatap banyaknya berkas yang berserakan di ranjang. Juga ada kotak merah di sudut meja rias,itu adalah gelang yang sengaja Ray beli untuk penawar kesedihan Callisa. “Kak Ray!” Ray menatap kearah pintu,ada Callisa disana. Masih memegang sisir ditangannya. “Pengen ditemenin karaoke,mau ya?” dengan cepat Ray menggeleng,pekerjaannya sedang banyak dan tidak punya kesempatan untuk bermain apalagi bersenang-senang. “Kak Ray ih! Masa sama adik sendiri engga mau sih? kan aku lagi sedih dan galau,masa endak di temenin?” “Jangan melebih-lebihkan,Callisa. Kamu itu suka berlebihan padahal sekarang sudah senang. Kakak dengar lagu yang kamu putar sudah tidak galau lagi. Sana keluar,kakak mau lanjut kerja dan sibuk. Kalau mau ada yang menemani mending telepon yang lain untuk menemani,” ujarnya tanpa menatap Callisa sama sekali,malahan punggungnya-lah yang Callisa tatap. “Kak Ray,aku lagi malas telepon yang lain. Kak Rei pasti masih emosi soal Mami katanya habis debat dengan Mami-Papi. Terus kak Akaf? Aku tadi liat kak Akaf emosi juga,hayolah. Orang-orang tenang kalau marah beuh! Luar biasa sekali,” mengibaskan rambutnya di udara,barulah meninggalkan kamar kakaknya. Orang-orang lagi pada mode galak. Sesampainya didalam kamar,Callisa langsung memilih playlist lagu yang akan di putarnya. Semua playlist lagunya berisi lagu-lagu galau padahal Pak Aydan masih aman,tidak memberikan kepastian maksudnya. Suka ngasi perhatikan tapi belum juga memberikan lamaran,khayalan Callisa makin menjadi-jadi ditengah malam. Yaps,sekarang pukul 11 malam. Masa iya menelpon kakaknya? Bisa-bisa mereka kaget dengan panggilan Callisa di jam seperti ini. Beginilah nasib Callisa,dimanjakan oleh kakaknya tetapi di omelin terus oleh maminya. “Aku kapan belajar agamanya coba?” bisiknya disela-sela memilih lagu apa yang akan di putarnya. “Kak Cahya pasti nungguin? Sudah hampir sebulan mau belajar agama tapi engga nyampe-nyampe,” berbaring santai dengan kaki menjuntai di ranjang,rambutnya berantakan sekali. Dengan bergumam pelan,akhirnya Callisa memilih satu lagu yang menurutnya bagus tapi baru semenit Callisa menggantinya lagi dan itu terjadi begitu terus. Callisa bingung mau melakukan apa,matanya belum mengantuk sama sekali. “Tanpa berpamitan kamu,menghilang bagai ditelan Samudra…” suara Callisa kembali menggema,menyanyikan lagu yang sedang popular di kalangan anak remaja sekarang. Kayaknya judulnya Rela,Shanon. “Ku ingat-ingat apakah aku salah dan menyinggung perasaanmu…” bangun dari tidur malasnya,lagunya sungguh tergiang-giang dalam pikirannya. Keluar dari kamar dengan rambutnya yang berantakan,Callisa menggeret kakinya turun kebawah. Malah kaget melihat kakak pertamanya ada diruang tamu,berbaring di sofa dengan tangan menutup wajahnya. “Kak Rei?” panggilnya dengan suara pelan,tak ada suara sama sekali. Sepertinya kakaknya sudah tidur. Kayaknya kakaknya sedang dalam mode menurunkan emosinya,terlihat sangat jelas sekali. Callisa duduk di sofa single,memainkan ponselnya entah berapa lama. Menatap postingan para selebgram lainnya,matanya sesekali menatap Reika yang tidak bergerak di tempatnya sama sekali. Matanya menatap kakaknya prihatin,semua ini terjadi karena Callisa. Andaikan Callisa tetap di paris mungkin semua kakaknya hidup dengan aman tanpa memikirkannya. “Apa sebaiknya aku pulang ke paris aja kak?” tanyanya,karena suasana yang sudah sepi suara Callisa menggema. Tak ada jawaban,kakaknya tetap pada posisinya. “Mungkin dengan aku kesana,kalian semua bisa fokus pada pekerjaan kalian tidak lagi memikirkan bagaimana Callisa diluaran sana. Ada butik bar-“ “Jangan membahasnya,sangat memuakkan.” Callisa diam,pemabahasan ini memang sudah lama dibahas jadinya kakaknya bosan dengan hal itu,kakaknya pasti capek berdebat terus. “Tapikan kalau Cal-“ “Dek,kakak serius dengan larangan itu.” Mengurucutkan bibirnya,Callisa menatap nanar kakaknya. Daripada pusing memikirkan masalah keluarga yang tiada habisnya ada baiknya Callisa fokus belajar agama saja. meninggalkan kakaknya sendirian di sana,Callisa berlari kecil kembali ke kamarnya untuk mencari alamat yang pernah adik tingkat Rasya berikan padanya. “Ketemu!” serunya senang,mencatat nomor ponsel Cahya di kontaknya. Kak Cahya Kak,aku pengen belajar agama lebih banyak. Aku boleh kesana besok kan? Aku harap kakak engga sibuk terus ada waktu untuk aku. Tapi kalau misalkan kakak sibuk besok,mending aku tunda ke hari selanjutnya. Kalau hari selanjutnya sibuk,ya besoknya lagi. Tekan tanda kirim. Sembari terus menunduk menatap ponsel,Callisa kembali turun kebawah dimana kakaknya masih ada disana,masih posisi yang sama. “Kak Rei ingat adik tingkatnya Kak Rasya tidak? Yang sempat Kak Rasya perkenalkan dengan Callisa itu loh. Kakak ingat kan?” tanyanya sembari duduk di tempatnya yang tadi. “Hmm.” “Aku barusan kirim pesan dan pengen belajar agama sama dia,kakak setuju engga?” “Hmm.” “Tapi belajar agamanya pasti susah ya kak? Harus belajar materi,Al-Quran terus apalagi ya? Banyak banget kan? Aku kok agak ragu ya tapikan agak aneh juga. apasih,menurut kakak apa?” “Papi akan datang menjemputmu.” Callisa mematung di tempatnya,ini Callisa akan pulang ke paris meninggalkan cintanya yang sangat tampan itu? “Aku ninggalin Pak Aydan dong?” “Papi akan datang siang besok,siapkan baju dan barang bawaanmu untuk kembali kesana. Kakak tidak bisa berbuat banyak,kecuali kamu tetap kukuh tinggal disini.” Rei bangun dan memeluk adiknya sebentar barulah pulang kerumahnya. Ia Lelah dengan kelakuan orangtuanya. Bukan mereka yang banyak tuntutan hanya saja sesekali,Mami-nya bersikap layaknya sahabat kadang juga menjadi seorang ibu yang penuh dengan aturan. Sikap Maminya kadang mirip Callisa yang cerewet,absurd dan bar-bar tetapi kadang juga berubah seperti Rakaf yang penuh kelembutan dan kasih sayang,atau mirip Reika. Penuh dengan keseriusan dan tak mau mengalah,sesekali seperti Ray,suka jahil. Mami-Papinya? Sikap mereka sangat sulit untuk ditebak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD