Beberapa hari yang lalu
“Abi sengaja mengakuinya demi Cahya kan? Sengaja menerima semua tuduhan belasan tahun yang lalu demi menjamin kehidupan Cahya sampai sekarang?” tanyanya sembari menatap ayahnya yang semakin tua,umurnya saja sudah menginjak 62 tahun.
“Sengaja ataupun tidak sengaja,semuanya sudah berlalu dan mari melanjutkan hidup. Tidak baik mengungkit masa lalu terus menerus,lanjutkanlah hidupmu dan terimalah pinangan laki-laki yang datang padamu,Nak. Jika memang sangat membutuhkan restu Abi,insyaallah apapun pilihanmu akan Abi restui.” Cahya menunduk tertawa,setiap kali ia mengunjungi ayahnya kemari,Cahya akan membahas mengenai tuduhan yang diarahkan pada Abdullah.
Bukan tuduhan tapi Ayahnya sendirilah yang sukarela datang ke kantor polisi mengakui kejahatan yang tidak di lakukannya sama sekali.
“Cahya tidak ikhlas abi,mau sampai kapanpun tidak akan pernah ikhlas menerima keputusan yang Abi lakukan belasan tahun yang lalu. Saat itu aku memang masih tidak mengerti dan terlalu paham apa yang sedang terjadi tapi sekarang? Sudah bertahun-tahun aku ingin mengajukan keberatan maka sekarang aku akan melakukannya,”
Dengan pakaian pidananya,Abdullah menatap sendu putri semata wayangnya. Ya,ia memang sengaja mengakui kesalahan majikannya karena tawaran yang Deravendra berikan padanya. Tawaran bahwasanya Deravendra akan menjamin hidup Cahya sampai meninggal asalkan Abdullah bersedia menggantikan Deravendra dipenjara.
“Kita memang disarankan untuk membantu sesama kita,Abi. Tetapi Allah tidak pernah sekalipun menyebutkan dari semua qalamnya atau hadist-hadist yang ada,tak ada yang mengatakan akuilah kesalahan orang lain. sedang Abi? Bukankah ini sama saja menyakiti diri sendiri? Membohongi diri sendiri?” Abdullah menunduk,melihat tangannya yang semakin menua.
Mau seorang anak sepenuhnya padamu sekalipun,mereka tidak akan pernah paham bagaimana kasih sayang orangtua kepada anaknya. Abdullah tidak masalah jika semua orang menyayangkan keputusannya akan tetapi baginya ini adalah jalan terbaik demi kebahagiaan Cahya kedepannya.
“Aku akan mengungkit kasus ini lagi dan akan mengunjungi Deravendra agar mempertanggung jawabkan kesalahannya sendiri.” Cahya berdiri dan salim pada ayahnya,tak lupa memintanya menjaga kesahatannya.
Abdullah hanya bisa menatap nanar kepergian putrinya,tidak papa Cahya membencinya agar kebahagiaan Cahya selalu terjamin. Sembari berjalan kembali ke ruangannya,Abdullah tersenyum tenang saat nostalgia Bersama Cahya dulu. Ya,itulah yang menemaninya di penjara selama belasan tahun lamanya.
Kenangannya Bersama sang putri.
“Kamu melihat berita yang sedang tayang di TV?”
“Maaf Tuan?”
“Saya yang melakukannya,Deravendra. Saat itu saya terlalu kelelahan karena kurang istirahat hingga mobil saya oleng,tak lama suara tabrakan dan teriakan terdengar. Saya bahkan baru sadar setelah semuanya terjadi. Apa yang harus saya lakukan? Menerima hukuman dan membuat perjuangan saya membangun marga keluarga gagal total?”
Abdullah masuk ke dalam ruangan tahanannya,tempat yang ia tempati selama belasan tahun. Sesampainya didalam,ia hanya menyandarkan punggungnya pada tembok putih lalu menatap nanar lantai putih. Ini memang termasuk membohongi diri sendiri tapi inilah jalan yang Abdullah pilih dalam menyayangi Cahya.
“Anda harus mempertanggung jawabkan kesalahan anda,Tuan. Dengan menjelaskan kronologinya dengan benar dan mengakuinya dengan sukarela akan membuat hukuman Tuan sedikit di ringankan.”
“Saya mana mungkin melakukannya,Abdullah. Saya sudah bertahun-tahun membesarkan keluarga saya hingga sebesar sekarang lalu rusak begitu saja hanya karena sebuah kasus?”
“Ini bukan hanya sebuah kasus Tuan,anda telah menyebabkan tiga orang anak kehilangan orangtuanya. Bagaimana jika keempat anak anda yang mengalaminya Tuan?”
“Jangan menyamakannya dengan keluargaku!”
“Astagfirullah… Astagfirullah…” Abdullah terus menggumamkan dzikir diantara kenangan lama yang datang,tidak ada yang tau bagaimana kisah itu akhirnya berakhir dengan Abdullah menjadi tersangkanya.
Setelah berdzikir,Abdullah berdiri mengambil al-Qur’annya yang sengaja putrinya bawakan puluhan tahun lalu,duduk kembali lalu membacanya dengan suara pelan. Di ruangan kecil ini hanya Abdullah sendirian,palingan bertemu tahanan lain saat jadwal olahraga Bersama atau ada kajian mendadak sekali seminggu,selain itu Abdullah selalu sendiri.
wa iżā laqullażīna āmanụ qālū āmannā, wa iżā khalau ilā syayāṭīnihim qālū innā ma’akum innamā naḥnu mustahzi`ụn
Suara Abdullah melafalkan surah Al-Baqarah terus berlanjut dan inilah rutinitasnya selama ini,membaca Al-Qur’An di waktu luang agar tak sia-sia. Jika tak membaca Al-Quran maka Abdullah akan berdzikir pada Allah agar memaafkannya telah mengambil keputusan yang salah dulu. Tapi Abdullah takkan pernah menyesalinya.
“Saya yang menggantikan anda,Tuan?”
“Ya,kamu. cukup datang ke kantor polisi lalu mengakui kalau kamu yang menabraknya dengan alasan lalai dalam mengemudi. Sebagai imbalannya saya akan menjamin kehidupan putrimu yang masih terbilang kecil itu. Kamu sedang kesusahan keuangan bukan?”
“Maaf Tuan,saya tidak bisa.”
“Pikirkan masa depan putrimu,Abdullah. Jangan hanya memikirkan dirimu sendiri.”
Kalaupun Abdullah di berikan kesempatan kembali ke masa lalu maka keputusan Abdullah akan tetap sama,ia akan datang ke kantor polisi dan menjalankan hukuman ini di sisa hidupnya. Terasa egois namun inilah jalannya.
“Deravendra juga terkadang lupa mengirimkan uang jaminan yang dia maksud,Abi. Kadang mengirimkannya 3 bulan sekali atau 6 bulan sekali. Itu yang Abi maksud kesepakatan? Aku bahkan tak pernah memakai uang itu sama sekali. Aku hidup dengan uang tabungan yang Ummi tinggalkan untukku. Abi tau? Abi itu adalah orangtua paling egois yang pernah Cahya temukan.”
“Abi pikir Cahya akan bahagia dengan mendapatkan banyak uang hasil kesepakatan memuakkan itu? Aku bahagianya saat ada Abi disampingku bukan uang atau gelimang kemanjaan. Aku sama sekali tidak membutuhkan hal seperti itu,sebelum Ummi meninggal pun dia masih mengingatkanku untuk membebaskan Abi dari sini.”
Kegiatannya membaca Al-Quran sejenak terhenti saat kemarahan-kemarahan Cahya terus tergiang dalam pikirannya. Abdullah sudah merasa tua sekarang,ada baiknya ia tetap melanjutkan hukuman ini hingga ajal. Dunia pasti sudah berubah sekarang,ada gunanya Abdullah disini. Dimana hanya mendekatkan diri dengan Allah setiap harinya tidak serakah pada duniawi.
Abdullah kembali menunduk membaca Al-Qur’an agar pikirannya kembali tenang,
allażī ja’ala lakumul-arḍa firāsyaw was-samā`a binā`aw wa anzala minas-samā`i mā`an fa akhraja bihī minaṡ-ṡamarāti rizqal lakum, fa lā taj’alụ lillāhi andādaw wa antum ta’lamụn
ia hanya percaya,mungkin awalnya ini memang keputusan sepihak Abdullah atau menentang jalan yang Allah berikan. Akan tetapi dibalik ini aka nada kejutan yang menunggu,setiap manusia selalu diberikan pilihan dan akan mendapatkan kejutannya. Abdullah hanya berharap semoga kejutan yang datang nanti bisa memberikan sedikit kebahagiaan juga keikhlasan pada putri kesayangannya.
“Kamu tau kalau Kamu itu egois? Cahya masih kecil dan masih membutuhkan sosok ayah di sampingnya. Aku tidak bisa membesarkannya sendirian,masih membutuhkan kamu untuk membimbingnya. Mengenai masalah keuangan kita,kamu bisa resign dari sana dan cari pekerjaan lain,rezeki Allah yang mengaturnya bukan manusia.”
“Maafkan aku sayang,Maaf.”
“Kamu keterlaluan Abdullah,kamu membuatku kesusahan dalam membesarkan anak kita. Bagaimana caraku menjawab pertanyaan Cahya nantinya? Itu bukan kesalahanmu bukan? Aku tau itu bukan kesalahanmu. Jelas-jelas hari itu kamu meliburkan diri dan bermain Bersama Cahya seharian. Ayo membatalkan pengakuanmu,Cahya masih membutuhkan sosok ayah di sampingnya.”
“Sayang,kumohon.”
“Atau kamu tidak menyayangi kami lagi? Bagaimana cara Cahya menghadapi hinaan dari teman-temannya nanti mengenai fakta kalau Abi-nya adalah seorang narapidana? Penjelasan apa yang akan aku berikan padanya,Abdullah? Penjelasan apa? Kamu tidak kasihan padaku? Kamu yang melamarku,menjanjikan kebahagiaan dan saling berbagi. Kamu membuat aku kecewa,Abdullah. Masalah uang? Ada Allah,kita sejak awal percaya pada-Nya bukan bergantung pada orang kaya itu.”
Abdullah menghentikan bacaan Al-Qur’annya lalu menangis dalam diam. Ia terus menggumamkan maaf setiap kali mengingat perdebatannya dengan almarhuma istrinya,telah meninggal karena penyakitnya.
“Kenapa kamu membiarkan aku membesarkan Cahya kita sendirian,Abdullah. Bagaimana caraku menghadapi proses-proses itu saat kamu tidak berada di sampingku,kumohon. Batalkan pengakuan itu dan mari memulai hidup baru di suatu tempat. Kumohon,apa yang akan Cahya rasakan nanti saat tau ayahnya menjadi narapidana.”
Sembari memeluk Al-Qur’an itu,Abdullah menangis dengan terus mengatakan maaf dengan lirih,ia memohon pada anak dan istrinya. Keputusannya memang salah tapi menurutnya inilah jalan keluar agar putrinya bahagia.
Kembali ke hari ini
Cahya menatap nanar rumah besar yang baru saja ia masuki,tersenyum pedih barulah masuk kedalam taksi. Ia akan memperjuangkan kembali hak ayahnya yang diambil oleh orang bernama Deravendra itu. Mau sedekat apapun Cahya pada menantu dan anaknya,Cahya tidak akan memaklumi apa yang Deravendra lakukan di masa lalu.
Ia sangat menyayangkan mengapa perempuan segigih Callisa harus mempunyai Ayah semunafik Deravendra. Awalnya Cahya ragu karena takutnya Callisa akan terguncang saat tau fakta ini akan tetapi ia harus mengungkapnya. Lagian Cahya juga berhasil menemukan semua bukti yang sempat Deravendra palsukan dulu.
Sepanjang Taksi terus berjalan,Cahya memeriksa pesan-pesan yang masuk dan ada pesan yang berasal dari Callisa.
Callisa(Adik Ipar Kak Rasya)
Kak Cahya! Hihi.
Aku lagi seneng banget,hari ini orang yang aku suka sejak lama akan datang menemui Papiku,niatnya pengen lamar aku. Engga tau mau bilang apalagi pokoknya seneng banget,padahal rencananya hari ini pengen setoran hapalan sama kakak,bisa ditunda engga kak? Aku lagi deg-degan nunggu keputusan Papi dan Pak Aydan.
Oh iya,Namanya orang yang aku suka kakak sudah tau kan? Aydan. nama lengkapnya Aydan Athallah,dosen dari kampus yang sama dengan kak Rasya loh. Hihi,aku ketemunya sama dia di kampus itu juga.
Ups! Udah Panjang banget.wkwk. maaf ya kak,lagi happy banget soalnya.
Terlihat pesan ini masuk sekitaran 4 jam yang lalu berarti masih sangat pagi,sejenak Cahya hanya menganggap nama itu biasa saja tapi ia tiba-tiba teringat satu nama.
“Dia anaknya korban tabrak lari,sayang. Ummi liat dia sejak kemarin murung terus selama persidangan,Ummi sangat ingin bertemu dengannya lalu mengatakan bukan Abi kamu penyebabnya tapi kayaknya dia benci banget sama kita.”
“Namanya siapa Ummi?”
“Kalau tidak salah polisi bilang Namanya Aydan Athallah,anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak kemarin hanya ditemani nenek-kakeknya dari pihak ibunya. Ummi merasa kasihan padanya karena harus menanggung beban sebanyak itu. Keluarga Deravendra memang sangatlah mengerikan.”
“Aydan Athallah yang itu? Anak dari korban tabrak lari?” tanyanya pada dirinya sendiri.
Cahya mendekap mulutnya tak percaya,dari sekian banyaknya laki-laki mengapa Aydan yang itu yang harus Callisa temui? Dan dari sekian banyaknya perempuan lalu mengapa Callisa yang harus Aydan temui? Apa yang harus keduanya lakukan saat mengetahui faktanya?
Sepanjang perjalanan pulang,Cahya berusaha menelpon Callisa namun tak diangkat sama sekali hanya memintanya melakukan pesan suara. Cahya juga mencoba menelpon Rasya namun tak diangkat,apa terjadi sesuatu? Tapi apa? Selama ini semua anak-anak Deravendra tak dekat dengannya,makanya Cahya tetap menjalin silaturahmi dengan Rasya.
“Kenapa harus serumit ini Ya Allah,” gumamnya pasrah,Cahya benar-benar bingung dengan semua hal yang ada di sekelilingnya saat ini.
Bagaimana perasaan Callisa nanti saat tau lakilaki yang dicintainya adalah korban dari ayahnya,Deravendra? Apakah hubungan keduanya tetap berlanjut sebagaimana yang Callisa impikan setiap kali bertemu dengannya?
“Kakak tau tidak,Pak Aydan itu suami impianku banget.”
“Haha,awalnya karena Pak Aydan sih tapi selanjutnya aku sendiri yang mau kok kak,belajar agama ternyata seru dan menantang terus banyak informasi yang buat aku tercengang. Islam hebat banget ya kak? Banyak kisah menakjubkannya.”
“Katanya sih gitu kak,Pak Aydan orangnya engga suka istrinya engga berpendidikan dalam artian engga sekolah tinggi juga,bukan kesana alasannya. Pokoknya yang paham bagaimana jadi istri yang seharusnya juga jadi ibu yang baik,bukan berarti jadi pembantu juga. pak Aydan impian banget kan kak? Aku engga bisa bayangin gimana happy-nya pas jadi nikah sama lelaki impian.”
“Huaa Kak Cahya,Pak Aydan hari ini pake kemeja yang kebetulan sama warnanya dengan baju yang aku pake. Namanya jodoh memang gitu ya kak? Selalu ada kebetulannya,hihi.”
Wajah dan suara Callisa terus menerus berdatangan,”Kenapa kamu harus menjadi anaknya Deravendra yang egois dan munafik itu,Callisa?” bisiknya.
“Callisa,apakah nantinya kamu akan merasakan luka yang sering Allah peringati sebagai resiko dari berharap sebelum menikah? Aku rasanya tidak bisa membayangkan bagaimana besarnya luka yang harus kamu rasakan dari dua sisi. Pertama sikap ayahmu dan kedua kekecewaanmu pada takdir. Callisa,tidak bisakah kamu terlahir kembali dan menjadi adikku saja? aku tidak ikhlas membiarkanmu menanggung beban sebanyak itu,” tanpa sadar,Cahya menangis.
Ya,sudah sesayang itu Cahya pada perempuan ceria itu.
“Aku tidak bisa menerima perempuan seceria dirimu harus terluka. Callisa,dunia dewasa dan permasalahan masa lalu yang belum selesai menyebalkan bukan? Kita harusnya menikmati takdir kita malah terjebak pada permasalahan masa lalu orangtua yang belum selesai.”
Taksi yang di tumpanginya terhenti,Cahya segera membayar ongkosnya lalu turun. Sejenak,Cahya berdiri ditempatnya seolah melihat ada Callisa berdiri menunggunya. Sedang melambaikan tangan padanya dengan senyuman cerianya dengan berkata,
“Bertemu lagi Kak Cahya,hai! Haha,aku siap menerima materi dari kak Cahya tercantikku. Hari ini aku habis beli buku baru loh,ceritanya tentang seorang nabi,yang ini engga salah beli lagi. Kak Cahya tau engga,kakakku sampe cengo liat aku bangun pagi,haha.”
“Terus kakak tau engga,Pak Aydan engga balas pesan aku sudah tiga hari lamanya. Jahat kan kak? Padahalkan perempuan secantik aku tidak boleh dianggurin apalagi dibiarin menunggu terlalu lama. Eh,jadi bahas Pak Aydan ganteng. Maaf ya kak,oke! Semangat! Ayo kita belajar kisah nabi yusuf yang ganteng juga hari ini.”
Cahya dengan tatapan kosongnya masuk kedalam rumahnya,bayangan Callisa seolah terus ikut di belakangnya dengan pertanyaan antusianya.
“Apa Nabi yusuf seganteng itu? Perempuan-perempuan disini ceritanya sampai cengo loh kak,waaah deabak! Pasti ganteng banget. Hebat banget! Jadi pengen ketemu dia,tapi jangan deh.”
“Sumur tempatnya di buang dalem engga kak? Ih saudaranya kok jahat banget,masa buang saudaranya di dalam sumur cuman gara-gara kasih sayang.”
“Widih deabak sekali nabi yusuf ini,malah jadi orang kaya. Saudaranya jadi gengsi kan,rasain.”
Dengan lemah,Cahya mendudukkan dirinya di sofa tempatnya mengajari Callisa seperti biasanya.
“Callisa,apa kamu baik-baik saja nantinya?” lirihnya.