23 - Bahas Soal Perasaan

2184 Words
Bisa ketemu sebentar? Pesan pertama yang Aydan kirimkan pada Callisa pagi ini membuat mood Callisa langsung naik,menyambut pagi dengan semangat. Perempuan yang sudah lengkap dengan pakaian elegannya itu bahkan membalas sapaan pagi pembantunya dengan ceria,tak lupa melambaikan tangan pertanda ada kabar baik pagi ini. Kakak ketiganya,Ray. Ia bahkan tak tau mau mengatakan apa melihat sikap adiknya pagi ini. Hanya mengulang kata ‘apa adiknya mendapatkan kabar gembira?’ berulang kali. Sayangnya pertanyaan itu hanya bisa Ray pendam dalam pikirannya karena kini Callisa telah keluar dari rumahnya dengan senyuman tak luntur sama sekali. Callisa sudah sampai di luar sekalipun,Ray masih bisa mendengarkan adiknya itu bersenandung. Sepanjang seminggu ini mood Callisa naik turun baru kali ini Ray melihatnya sangatlah senang tapi baguslah,Ray bisa bekerja dengan tenang tanpa memikirkan Callisa sama sekali. Diluar rumah sebelum masuk kedalam mobil,Callisa menatap pantulan dirinya sendiri lebih dulu di kaca mobil,apakah sudah rapi atau ada make up yang berlebihan. Hampir 3 mingguan tak ada kabar akhirnya Pak Aydan punya inisiatif untuk mengajaknya ketemu. Bisa,ketemu dimana Pak? Walaupun Callisa sangat senang ada ajakan pertemuan,tapi jangan katakan Callisa akan membalasnya dengan antusias. Ingat pesan yang kemarin? Aydan malah menggantungnya saat membahas mengenai adanya acara melamar perempuan lain tanpa sepengetahuan Callisa,pertanyaan Callisa apakah itu benar adanya atau tidak,tak ada jawaban. Hingga paginya malah diajak bertemu. “Tunggu sebentar,” teringat sesuatu,”Jangan-jangan Pak Aydan pengen kenalin perempuan pilihannya sama aku lagi makanya ngajak ketemu,iyakan? Kan kemarin bahasnya soal perempuan lain terus Pak Dosen itu tak menyangkalnya sama sekali,” Callisa memang tipikal orang yang menjatuhkan moodnya sendiri. Lihatlah sekarang,wajahnya yang tadinya bahagia malah tergantikan dengan kekhawatiran yang besar. Merogoh ponselnya yang memang tersimpan rapi di tas mahal keluaran terbaru yang Maminya belikan kemarin sebagai permintaan maaf atas semua sikapnya katanya,Callisa membuka aplikasi pesan dengan cepat langsung membuka room chatnya dengan Pak Aydan tercinta. Di taman Kampus Atmaja. Itu pesan terakhir Aydan dan Callisa hanya membalasnya dengan emoji jari jempol dinaikkan pertanda setuju. Kenapa Callisa tak memikirkannya sama sekali ya? Ini mah Namanya melangitkan diri sendiri lalu menghempaskan diri sendiri juga. Pak,tujuan bapak ngajak saya ketemu apa ya? Kalau hanya untuk memperkenalkan mempelai perempuan bapak mending engga usah. Bapak cukup bilang lewat pesan saja,dan saya akan mendoakan semoga kehidupan pernikahan bapak dengannya terhantui dengan perasaan saya, “Panjang banget,” keluhnya sesaat setelah mengirimkan pesannya. Bukannya segera berangkat,Callisa malah menyandarkan tubuhnya di mobil. Menunggu dengan jantung berdebar,ia takut apa yang ia pikirkan memang benar adanya. Memang tak ada alasan yang mendasar tapikan sesekali harus tau alasan pertemuan lebih dulu agar tak kecewa nantinya. Ting. Callisa dengan cepat menunduk membaca pesannya, Ingin membahas hal penting dan tak ada hubungannya dengan perempuan lain. Entah sadar atau tidak,Callisa bernapas lega. Segera masuk kedalam mobilnya lalu berangkat dengan kecepatan sedang. Seantusias apapun Callisa untuk menemui sang pujaan hati ia harus tetap mengingat yang Namanya keselamatan diri sendiri. Kan engga seru saat Aydan telah jatuh cinta padanya akan tetapi ia malah mengalami kecelakan lalu akhirnya meninggal. No! No! Biarkan cerita seperti Ini cukup ada di dalam n****+ yang sering Callisa baca sesekali,selebihnya jangan terjadi di dunianya. Cukup Aydan yang mendadak ada diantara khayalan Callisa mengenai cowok-cowok fiksi. Jakarta pagi ini masih di kategorikan aman,aman dalam artian bukan bebas dari macet,sama sekali bukan. Bukan Jakarta Namanya kalau tidak ada kemacetan yang sangat Panjang hanya saja macetnya masih dikatakan aman dan tidak mengulur waktu terlalu lama. Butuh waktu sebentar setelahnya Callisa telah berhasil berdiri dikawasan kampus tempat sang pujaan hati menunggu. Andaikan Callisa masih kuliah mungkin kisahnya akan sama seperti dunia n****+,percintaan antara mahasiswa dengan dosen menyebalkan. Memikirkannya saja sudah seru kan ya? Ditempatnya Callisa menggelengkan kepalanya,bukannya berusaha waras ia malah membuat pikirannya makin absurd. Sekali lagi,Callisa memeriksa penampilannya sekali lagi. “Sudah cantic,” pujinya pada diri sendiri. Ingat kawan,memuji diri sendiri itu adalah keuntungan yang besar agar selalu percaya diri dalam berjalan ditengah orang-orang yang julid. Dari kejauhan,Callisa sudah bisa melihat punggung Aydan yang sedang duduk di taman kampus. Di taman bukan hanya Aydan tapi ada beberapa mahasiswa dengan pakaian santainya masih kesana kemari, “Mereka sengaja menyibukkan diri ditengah liburan semester atau memang ada tugas mendadak sih? dosen apaan yang kasi tugas pada mahasiswanya di acara libur semester? Eh? Bukannya aku pernah kayak gitu ya? Dahlah,ngapain mikirin semua itu sih?” Callisa menepuk pipi cantiknya beberapa kali barulah berjalan anggun menuju tempat Aydan. Walaupun msutahil Aydan akan menatapnya leluasa seperti laki-laki sekitar tapi tidak papa,itu berarti Aydan memang sangat taat agama. “Pagi Pak Aydan.” sapanya ramah,duduk disamping Aydan tapi sedetik kemudian Aydan malah berdiri dan menjaga jarak. Jujur,Callisa merasa tersinggung dengan tindakan itu. “Apa yan-“ “Maaf Callisa,kita bukan mahram.” Potong Aydan cepat,duduk di tempat duduk yang terbuat dari semen tak jauh dari kursi taman,jarak keduanya masih tergolong aman. Untuk beberapa saat,Callisa hanya mematung berusaha mencerna apa yang sedang terjadi barusan. Tapi untungnya,Kak Cahya telah menjelaskannya tentang jarak antara lelaki dan perempuan terutama soal pandang-memandang. Callisa memaksa tertawa sebentar,”Tidak papa,Pak Aydan. saya akan berusaha paham,” ujarnya dan melirik Aydan dari ujung matanya. Demi tas mahal hasil sogokan Maminya,Pak Aydan kenapa makin ganteng dan cool banget ya? Callisa kerasa menjadi tokoh utama perempuan dalam cerita sang penulis. “Sebelumnya maaf menganggu waktu kamu saat ini,tapi saya perlu membicarakan hal penting.” Dari semua mimpi yang Callisa bayangkan,ia tidak pernah membayangkan bisa duduk berdua dengan Pak Aydan ganteng apalagi membahas hal penting? Di Kawasan kampus pula. Duh,jantung Callisa mulai tidak aman kalau begini. “Bapak kayak mau bahas soal nikah aja,hehe.” Walaupun kesannya mustahil tapi tidak papa,dijadikan bahan bercandaan bukanlah permasalahan daripada suasananya canggung dan takutnya Aydan makin menjauh. “Memang ingin membahas itu,Callisa.” “Hah? Apa Pak?” “Pembahasannya memang tentang pernikahan,Callisa.” “Hah?” Aydan membuang wajahnya kearah lain dan tersenyum tipis,apa perkataannya kurang jelas ya? Tapi jika didalam kelas saat mengajar. Mau sekecil apapun suaranya semua mahasiswanya akan mendengarnya dengan jelas,masa iya jaraknya dengan Callisa hanya dua jengkal tapi Callisa tidak mendengarnya dengan jelas? “Saya sengaja meminta kamu untuk bertemu untuk membahas pernikahan. Kita tidak selamanya akan begini terus menerus,Callisa. Karena ini sama saja dengan menambah dosa makanya saya berpikir Panjang dan meyakinkan diri saya bahwasanya kamu memang adalah pilihan yang tepat. Saya yakin kamu bisa diajak bekerjsama seumur hidup,” Saya yakin kamu bisa diajak bekerjasama seumur hidup Perkataan itu terulang terus dalam pikiran Callisa,kenapa perkataan itu manis banget ya? Kalau ada angka diatas 100% maka Callisa akan mengatakan ia telah mencintai Aydan sebanyak itu. Alih-alih mengatakan aku mencintaimu,atau maukah menikah denganku atau lagi,maukah kamu menjadi ibu anak-anakku? Pak Aydan malah mengatakan kata semanis itu untuk melamarnya? Callisa menunduk,memainkan jari-jarinya satu sama lain. “Bapak tidak dipaksa kan? Saya bukannya tidak senang tapi kesannya serasa mimpi banget. Kemarin-kemarin bapak selalu ngehindarin saya,meminta saya menjauh,meragukan perasaan saya,dan bahkan mengatakan itu hanya perasaan sesaat yang nantinya akan menghilang dengan sendirinya. Jujur Pak Aydan,saya takut ini hanyalah per-“ “Apa saya pernah main-main dengan perkataan,Callisa?” Jantungnya makin berdebar setiap kali Aydan menyebutkan nama belakangnya. Callisa,Callisa dan Callisa. Manis banget,iyakan? “Allah tidak mungkin mendatangkan sesuatu kalau memang tak ada tujuannya,maka dari itu banyak pihak yang memilih mendalami kedatangan itu daripada menyikapinya dengan terburu-buru,Callisa. Pihak-pihak itu bukannya tidak senan-“ “Maaf Pak menyela,bisa pake saya-kamu saja tidak?” Kenapa Callisa merasa ia sedang diberikan materi oleh dosennya ya? Formal sekali bahasanya. Aydan tertegun sebentar sebelum akhirnya menyetujui permintaan Callisa. “Saya bukannya tidak senang ada perempuan yang terang-terangan yang memperlihatkan perasaannya malahan mengejar saya,akan tetapi saya hanya takut itu hanya ujian dari Allah untuk menguji bagaimana besarnya iman saya pada Allah. Makanya saya berpikir lama dan memperhatikan maksud dari tujuan Allah mendatangkan kamu. berpikir selama berbulan-bulan dan juga melihat bagaimana kegigihan kamu makanya saya berani ke tahap ini,saya bahkan telah meminta izin pada semua kakakmu.” “Para kakakku? Kak Ray,kak Rei dan Kak Akaf dong?” “Iya Callisa,” Tautan jari-jari Callisa terhenti,lalu kenapa kakak menyebalkannya itu tak memberitahu Callisa apapun? Hanya membiarkan Callisa galau karena Pak Aydan? awas aja setelah Callisa pulang dari sini. Ia takkan memberikan mereka maaf. “Maaf karena sebelumnya membuat kamu menunggu terlalu lama bahkan mungkin menyakiti perasaan kamu. tapi saya hanya tidak ingin kamu merasakan cinta yang salah atau jalannya yang salah. Satu-satunya solusi yang Allah berikan pada dua orang yang saling jatu cinta ada-“ “Sebentar Pak,dua orang yang saling jatuh cinta?” untuk kedua kalinya,Callisa memotong perkataan Aydan. Aydan menghela napasnya pelan,”Jangan biasakan memotong pembicaraan saya,Callisa.” Sedang yang di tegur hanya mendengus pelan,tapikan Callisa penasaran dengan ucapan Aydan itu. Apakah ditujukan untuk mereka berdua atau hanya umpama yang Aydan gunakan. Kenapa bertele-tele sekali sih? kenapa harus Panjang banget bahas ini itu. “Pak,bapak mau melamar saya sama Papi saya bukan?”tanyanya,tak memperdulikan peringatan Aydan semenit yang lalu. Aydan mengangguk tanpa memandang Callisa sama sekali,sedang Callisa hanya mendapati wajah Aydan dari samping. “Terus kenapa Panjang banget pembahasannya,Pak? Kan tinggal bilang saya akan melamar kamu dan selesai. Saya serasa diberikan materi dadakan,” keluhnya,dan respon Aydan hanya helaan napas Lelah. Aydan harus menerima Callisa yang seperti ini,yang ia cari dalam memilih pasangan bukan kelebihan mereka tapi ia mencari perempuan dimana Aydan bisa memaklumi kekurangannya sehabis menikah nanti. Seperti Callisa,bandelnya Callisa ini masih tergolong aman ditambah perasaan Aydan memang tertuju pada Callisa. “Bukannya kamu sendiri yang bertanya kenapa mendadak sekali?” Gini ya rasanya diserang oleh pertanyaan sendiri? Ternyata menyesakkan juga. “Yuadah deh,silahkan Pak Aydan Athallah. Saya persilahkan anda berbicara semau anda.” “Lupakan,saya akan bertemu dengan Ayah kamu besok. Seharusnya beberapa hari lalu hanya saja ada beberapa hal yang harus saya urus sebelum bertemu dengan ayah kamu,” Merasa kepo,”Apa Pak?” tanyanya “Mental saya.” Dan respon Callisa adalah tertawa cekikan. “Padahal Papi saya orangnya santai dan kalem kok,Pak. Walaupun mungkin agak sedikit mempermasalahkan kasta tapikan bapak sudah dapat ijin dari para kakak saya,jadi walaupun tidak direstui para kakak saya akan tetap memaksa Papi untuk menjadi wali saya nanti di acara nikahan kita nanti.” Menyebutkan kata menikah saja sudah membuat hati Callisa berbunga-bunga,indahnya ya kalau perjuangan akhirnya dapat jawaban. Callisa takkan mempertanyakan mengapa dosen gengsian ini akhirnya mau melamarnya atau mengapa akhirnya luluh dengan perjuangan Callisa yang hampir setahun ini,eh kurang 3 bulan lagi genap setahun. Tapi bukannya masih tergolong cepat? “Ada beberapa orangtua yang mendadak berubah saat berhadapan dengan lelaki yang akan melamar anaknya,Callisa. Bukan hanya pihak perempuan sebenarnya,ada pihak lelaki yang juga melakukan hal yang sama. Dimana mereka menolak pasangan yang dipilih anak lelakinya karena alasan tertentu,dan sikap asli orangtua hanya akan terlihat saat berhadapan di momen seperti ini. Kamu pernah melihatnya?” walaupun Aydan tidak melihatnya,Callisa tetap menggelengkan kepalanya. “Ayah kamu mungkin hangat atau penyayang di hadapan kamu,Callisa. Tapi siapa yang tau?” Merasa ingat sesuatu,”Lalu bagaimana dengan orangtua,Pak Aydan?” Aydan menatap nanar tanaman didepan sana,”Orangtua saya sudah meninggal 14 tahun yang lalu,Callisa.” Ia mengatakannya dengan suara lirih dan sangat terdengar menyedihkan, “Maaf Pak,saya tidak tau.” “Jangan meminta Maaf,itu bukan kesalahan. Bahkan saat kamu bersalah sekalipun tapi jika kemungkinan salahnya memang pantas dibenarkan maka jangan meminta maaf juga,kata maaf pantasnya di gunakan di momen tersulit karena kata itu sama harganya dengan kata terimakasih dan tolong.” Callisa menganggukkan kepalanya beberapa kali pertanda mengerti. “Kedua orangtua saya meninggal saat saya berusia 15 tahun,meninggal di tempat karena kasus tabrak lari namun pelakunya telah diberikan hukuman. Saya sejak itu tinggal Bersama nenek saya dan memilih hidup terpisah saat masuk jenjang kuliah hingga sekarang.” Aydan merasa ia perlu memberitahukan ini pada Callisa. “Saya tiga bersaudara dan saya adalah anak pertama. Yang kedua bernama Qeisya Anantara saat ini sudah berusia 22 tahun,dan sudah menikah. Kamu pernah bertemu dengannya secara kebetulan,Qeisya menceritakan tentang kamu dengan antusias dan salut melihat ketertarikan kamu pada islam,” entah itu gombalan atau pujian,Callisa merasa salah tingkah sekarang. “Yang terakhir Namanya Yaksa Ananthallah,usianya saat ini 20 tahun dan sedang kuliah di bandung,tinggal Bersama nenek-kakek saya. Namun tidak sepenuhnya menetap Bersama mereka karena Yaksa mempunyai kontrakan sekitaran kampusnya.” Entah kenapa Callisa merasa sangat di hargai,dengan Aydan menceritakan tentang semua keluarganya ia merasa sangat bangga. “Nenek-Kakek saya menetapnya di bandung dan punya pesantren. Saya sudah memperkenalkan kamu pada nenek saya dan mengatakan kamu sangat ceria dan hangat melalui foto yang di kolom aplikasi pesan.” “Beliau suka sama saya,Pak?” Callisa menunggu jawaban Aydan dengan was-was. “Ya.Callisa.” “Tidak mempersalahkan penampilan dan sta-“ “Itu tidak ada hubungannya dengan restu,Callisa.” Callisa tertawa pelan,tanpa sadar menutup kedua wajahnya dengan telapak tangannya padahal sejak awal Aydan tak menatapnya sama sekali. Ia merasa sangat senang karena diterima dengan baik oleh keluarga Aydan bahkan tanpa Callisa meminta,Aydan menjelaskan tentang keluarganya. “Tapi saya mempunyai beberapa pertanyaan untuk kamu,” Dan benar,untuk sebuah hubungan yang pasti akan selalu ada perbincangan serius sebelum lanjut ke tahap selanjutnya. Bukan perkara tak saling mencintai,tetapi membicarakan dari hati ke hati dan mendetail akan menjadi bekal tersendiri di kemudian hari. Pertanyaan dan jawaban akan menjadi landasan sebelum mahligai bernama pernikahan itu akhirnya ada diantara janji diatas nama Sang Pencipta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD