48 - Kak Ray,Kenapa?

2154 Words
“Dek? ngapain disana?” tanya Ray keheranan,pasalnya saat pertama kali ia turun dari mobilnya malah menemukan Callisa jongkok di teras dengan kedua tangan menopang dagu. Tidak ada jawaban dari Callisa,membuat Ray mempercepat langkahnya kesana.”Kamu engga papa kan? Pas pulang kesini engga terjadi apa-apa kan?” paniknya,menoleh memperhatikan mobil Callisa yang terparkir rapi di garasi. Dalam sekali pandang,mobil Callisa masih tergolong aman. Tidak ada bekas kecelakaan atau habis terjadi kejadian tak baik di jalan. Lalu adiknya kenapa? “Sudah shalat ashar kan?” “Udah di jalan tadi.” “Terus kamu kenapa?” Callisa tersenyum,terpikik sendirian lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ray makin kebingungan dengan tingkah yang adiknya perlihatkan,mana mungkin adiknya mendadak tidak waras bukan? Acara yang Callisa hadiri kan acara agama masa iya membuat Callisa menjadi gila? Acara begitu kan malah membuat orang makin sadar dan tau diri. Sedang Callisa? “Tuan sudah pulang? Bibi sudah masak untuk makan sore,hari ini akan ke mension utama soalnya ada kabar Tuan Besar dan Nyonya akan datang 4 hari lagi jadi rumah harus dalam keadaan bersih Da-“ “Mami Papi bakal pulang?!” pekik Callisa bahkan berdiri mendadak,ia menatap pembantunya dengan tatapan berbinar,”Mereka bakal pulang empat harian lagi kan? Berarti pulangnya jumat dong? Wah! Wah! Aku harus kasi tau Pak Aydan.” lanjutnya lalu buru-buru masuk kedalam rumah. Merasa ada satu nama familiar,”Pak Aydan?” kaget Ray,”Tadi Callisa bilangnya Pak Aydan kan Bi?” “Benar Tuan,Nona mengatakan akan memberitahu Pak Aydan mengenai kepulangan Tuan Besar dab Nyonya.” Pembenaran itu membuat Ray menyusul Callisa masuk kedalam meninggalkan pembantunya sendirian di teras. Pembantu itu hanya menggelengkan kepalanya,hal seperti ini sudah terbiasa ia lihat atau alami. Malahan kesannya aneh kalau dua orang itu tidak membuat tingkah dalam sehari,ia segera bergegas untuk mencari taksi ke gerbang depan agar bisa sampai di mension utama tepat waktu. Di dalam rumah,Ray mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Callisa,samar-samar mendengar tawa kecil Callisa dari arah dapur,”Callisa tidak mungkin keganggu kan?” bisiknya pada diri sendiri,tapi tetap memberanikan diri menuju dapur. Dari kejauhan,ia melihat Callisa sedang menunduk memperhatikan ponselnya terus tangan kanannya sibuk mengaduk minuman,mungkin Bibi yang siapkan. Senyum Callisa juga terus mengembang,apa adiknya ketemu sama Pak Aydan ya? Waktu teleponan tadi saja,Callisa juga menyebutkan nama Pak Aydan malah mendadak mematikan sambungan telepon. “Callisa,tadi kamu sebut nama Pak Aydan kan? Aku mana mungkin salah dengar,” tanyanya pelan,menarik kursi tepat di sisi Callisa agar bisa mendengar jawabannya. “Iya,kenapa sih?” “Kamu yang kenapa?” “Aku? Kok aku?” Ray mencebikkan bibirnya kesal,sia-sia saja ia mengkhawatirkan Callisa atau panik Callisa mengalami gangguan aneh di jalan, buktinya sekarang Callisa malah sibuk berkutat dengan ponselnya tak memperhatikan Ray sama sekali. Tak mau ambil pusing,Ray fokus ke jejeran makanan yang lebih menggiurkan daripada harus bertanya pada Callisa mengenai ketemu Pak Aydan atau tidak,palingan kalau mau nanti juga akan cerita sendiri dengan hebohnya. Perut Ray lebih penting untuk diisi daripada harus menghadapi sikap menyebalkan Callisa. “Tau engga kak,aku tadi ketemu sama Pak Aydan mana orangnya makin gemesin.” Tuh kan,Ray tidak perlu lama-lama penasaran,Callisa sudah menceritakan sendiri. “Awalnya aku kira ngayal soalnya-kan udah lama banget engga ketemu Pak Aydan,cuman bisa merindukan dia aja. Kami sama-sama saling sapa,terus aku mau pergi kan eh Pak Aydan malah ngungkapin perasaannya selama aku engga ada,katanya hampa.” “Gaya bahasamu,Hampa. Yakali dosen sejenis Aydan mau bilang hal menggelikan itu.” Callisa tertawa ngakak,ada benarnya juga. itu termasuk pemilihan kata yang bagus menggambarkan suasana hati Aydan selama Callisa engga ada,daripada capek-capek bicara Panjang lebar kan poin utamanya hampa tanpa Callisa,eaa. Hati Callisa benaran dipenuhi bunga sekarang ini mana yang isi Pak Aydan Atthallah lagi. “Ketemunya dimana?” lamunan Callisa tentang betapa gantengnya Aydan hari ini buyar dengan pertanyaan Ray. “Sehabis acara,aku awalnya engga tau kalau Pak Aydan ternyata ada disana juga. emang ya kalau jodoh engga bakal kemana,mau aku ke Paris atau Turki sekalipun kalau jodohnya sama Pak Aydan ya tetap balik ke indo. Pak Aydan katanya akan mengesampingkan soal kasus Papi dan orangtuanya,dia akan datang bukan sebagai laki-laki yang mencintaiku bukan sebagai penggugat.” Beritahunya,meminum jus segar yang bibi buatkan untuknya,pembantunya memang the best sekali. Callisa melirik Ray,taka da tanda-tanda kakaknya akan membalas perkataannya. “Kakak setuju aku dan Pak Aydan mencoba Bersama lagi?” tanyanya heran. “Dari dulu kan kami sudah setuju kalian Sampai ke jenjang nikah,yang jadi penghalang kalian adalah masa lalu bukan restu dari kami.” Callisa mengagguk,ada benarnya juga. “Salah engga sih kak kalau aku agak khawatir?” ia mulai mengungkapkan keresahannya. “Orang mana yang tidak resah dan khawatir jika membahas nikah,Dek? apalagi masalahnya serius seperti kalian. Kakak cuman mau bilang,selagi kamu dan Aydan bisa bekerjasama dengan baik dan komunikasi terus berjalan maka hubungan kalian akan sukses. Nanti,jangan pedulikan apa kata orang,percaya sama Pak Aydan dan jangan pernah sekalipun ragu sama dia apalagi bertindak sendirian. Banyak hubungan gagal menuju pelaminan karena minim komunikasi atau salah satu pihak kurang percaya pada komitmen pasangannya.” Callisa memandang haru kakaknya,kalau mode serius Ray pasti menyenangkan sekali. Tapi kalau dalam mode jahil? Mau Callisa nangis sekalipun engga bakal berenti,malah akan tertawa terus mengejek Callisa. “Padahal aku belum nikah tapi petuah kakak sudah sejauh itu.” Gumamnya,entah Ray mendengarnya atau tidak. “Hanya mengatakan sesuatu yang tiba-tiba mampir di otak,” balasnya diiringi tawa kecil,makan dengan pelan. Membayangkan Callisa akan ikut suaminya nanti dan tidak tinggal diisni lagi membuat mood makannya akan menurun. “Tadi ketawa sekarang sedih? Kak Ray aneh. Tapi katanya Pak Aydan tetap mau ketemu kalia-“ “Langsung ke Papi aja,kami sudah mendukung kamu sedari lama. Aku yakin kak Rei dan Kak Rakaf juga akan mengatakan hal yang sama kok. Coba kerumahnya aja? Ini udah jam lima,mereka berdua pasti sudah pulang.” Alihnya,ia mana mungkin mengatakan sedang sedih karena Callisa telah menemukan orang yang tepat untuknya. Callisa menganggukkan kepalanya beberapa kali,sibuk memakan roti yang pembatunya siapkan sesekali akan membalas pesan yang Amanta kirimkan padanya,seperti, Acaranya gimana? Kamu ketemu teman yang diajak kesana engga? Pasti seru banget ya? Hanya Callisa balas seadanya,sesekali akan menatap Ray yang mendadak jadi orang bisu. Kakkanya kenapa ya? Padahalkan Callisa sedang bahagia jadi harusnya ikut bahagia dong, “Kak Ray lagi galauin perempuan ya?” tebaknya,dibalas gelengan oleh Ray. Memikirkan perempuan saja jarang ia lakukan soalnya memikirkan tentang Callisa saja sudah memenuhi kepalanya sejak lama. “Atau ada pelayan kakak yang melakukan kesalahan makanya pas pulang bete gini?” Ray mengerutkan keningnya,”Siapa yang bete?” balasnya balik nanya. “Lah,Kak Ray lah masa aku. Aku lagi seneng-senengnya soalnya Pak Aydan mau lamar dan serius sama aku,mana dia ngungkapin semua perasaannya lagi. Pak Aydan memang idaman aku banget sih,suka deh.” Ray melirik Callisa sebentar lalu menghela napasnya pelan,sepertinya ia benar-benar harus bisa menghabiskan waktunya Bersama Callisa. Rata-rata perempuan sehabis menikah akan lebih banyak menghabiskan waktunya Bersama suaminya atau keluarga suaminya,terbukti dari kedua kakak iparnya dimana hanya sesekali pulang kerumah keluarga mereka. Memikirkan itu semua membuat Ray makin tidak rela membayangkan Callisa sibuk dengan dunia barunya sehabis menikah lalu melupakan semua kakaknya,termasuk Ray. “Dek.” “Hmm.” “Sehabis kamu nikah,bakal tinggal dimana?” tanyanya mencoba tetap tenang,kembali menyuapkan sesendok nasi kedalam mulutnya. “Belum tau,tergantung Pak Aydan.” jawaban itu makin membuat Ray tidak mood makan,masakan pembantunya semula enak mendadak hambar. Resiko hanya mempunyai satu adik perempuan dan sangat menyayanginya ya gini,akan merindukannya saat pergi dan makin merindukannya saat dia akhirnya menikah. Ray meminum teh dinginnya sampai habisnya,lalu berdiri menyimpan piringnya ke wastafel. “Lah? Kok nasinya engga dihabisin. Itu termasuk mubazir tau kak,diluar sana banyak orang yang mau makan enak tapi engga bisa,Allah juga engga suka kita nyisain makanan. Kak Ray ih! Malah ada loh yang bilang siapapun yang makan terus nasinya engga habis speerti makan dengan makhluk gaib. Hayoklah,Kak Ray makan bareng mereka.” Ray tak memperdulikan apa yang Callisa katakan,memilih mengambil air dingin dalam kulkas meminumnya langsung. “Jangan minum berdiri,dianjurkan minum atau makan ya duduk.” Semua larangan Callisa tak begitu Ray pedulikan. Sedang Callisa memandang aneh kakak ketiganya itu,mau bertanya lagi tapi ia urungkan. Mungkin memang kakaknya sedang punya masalah di restorannya atau hal lain,sebaiknya Callisa tidak menganggunya apalagi menanyakan banyak hal. Ia menunduk melihat pesan yang Amanta kirim,ada pesan suara itu pasti berasal dari salah satu kakak pembinanya atau kedua-duanya. Callisa menambah volume suara ponselnya barulah memutar rekaman suara itu. “Assalamulaikum,Callisa. Sudah hampir dua minggu atau belum cukup ya? Tempat ini sepertinya kurang ramai tanpa kamu tapi alhamdulillah banyak orang bisa menyusuaikan diri tanpa kamu termasuk Amanta yang kayaknya paling kehilangan teman saat ini. Acaranya bagaimana? Afwan ya Callisa,karena begitu mendesak kamu untuk menghadiri acara tersebut. Aku rasa acara itu sangat cocok untuk kamu,kamu menikmati acaranya kan?” suara sopan dan lemah lembut Afanza terdengar,Callisa jadi merindukan perempuan bercadar itu. Ada rekaman suara lanjutan masuk lagi,Callisa dengan cepat memutarnya. “Semua teman-teman yang mengenal kamu disini titip salam,kamu baik-baik disana. Tetap pertahankan apa yang selama ini kamu pelajari dan jangan pernah lupakan Allah dalam setiap harapan yang kamu inginkan. Aku tidak berharap kamu menambah panjangnya jilbabmu atau gamismu yang memikat namun aku berharap kamu mempertahankan komitmen,sunnah-sunnah yang kamu pelajari juga konsistenmu selama ini,” Callisa memejamkan matanya haru,Kak Afanza adalah orang terbaik yang pernah ada. Memberinya petuah dengan sangat baik. Pasti Amanta yang membujuk kakak pembinanya agar mau mengirimkan pesan pada Callisa melalui nomor Amanta. “Kamu tau apa yang paling mulia,Callisa? Hamba-hamba yang selalu mendahulukan Allah diatas segalanya. Mau kamu serendah apapun atau seburuk apapun di mata manusia,tapi selagi kamu mendahulukan Allah dari yang lain maka di sisi Allah,kamu adalah hamba terbaik-Nya. Mengapa saya mengatakan ini? Sebagai pendorong kamu di masa kini agar tetap istiqamah.” Walaupun Afanza tidak melihatnya,Callisa tetap menganggukkan kepalanya beberapa kali. Tanpa Callisa sadari,sejak tadi masih ada Ray di Kawasan meja makan. Ia mendengar semua si pengirim itu katakan,pantas saja adiknya begitu cepat paham agama dan memantapkan diri berjilbab. Pembimbingnya saja seluar biasa ini. Pantas saja adiknya tidak mau pulang,adiknya begitu dihargai disana. “Kak Afanza,aku kangen.” Ray tersenyum,ia bersyukur karena adiknya berteman dengan orang yang membawanya ke jalan lebih baik,makin dekat dengan Allah. Ray memilih meninggalkan Kawasan meja makan,membiarkan Callisa sibuk dengan pesan-pesannya. “Kak Rakaf?” kagetnya saat menemukan kakak keduanya di ruang tamu. “Eh,kakak kirain kamu tidur makanya kakak engga panggil. Kakak mau bicara sebentar sama Callisa soal butik,liat mobilnya di garasi cuman belum mau ganggu. Callisa ada di kamar kan? Biar kakak kesana,dia pasti capek habis ke acara pengajian.” Tersenyum hangat seperti biasanya,Rakaf berniat menuju kamar adiknya di lantai dua. “Callisa ada di ruang makan kak,sedang berkirim pesan dengan temannya.” Beritahunya membuat Rakaf mengurungkan niatnya untuk keatas, “Kalian habis makan?” dibalas Ray dengan anggukan. “Yaudahlah,bicaranya nanti saja. pasti lagi seneng banget,” Rakaf tertawa kecil,adiknya pasti sedang happy-happynya. “Callisa tadi ketemu Pak Aydan,kak.” Rakaf yang tadinya siap pulang kerumahnya mendadak kaku,masih dengan tenangnya menatap Ray menunggu kelanjutan bicara adiknya itu. “Mereka memutuskan untuk ke jenjang pernikahan lagi,dan kabar dari pembantu. Papi-Mami bakal pulang hari jum-at nanti.” Dengan tenangnya,Rakaf memutuskan duduk kembali mengkode Ray untuk duduk di sofa.”Lalu maslalah sebelumnya? Masa iya Aydan mau mengabaikan masalah itu?” Ray juga sempat memiliki pemikiran demikian tetapi.”Kayaknya orang paham agama persepsinya beda kak,mereka lebih mengganggap memang sudah takdirnya orangtuanya meninggal hari itu. Apalagi Pak Aydan ini materi agamanya banyak,dia pasti sudah memikirkan ini matang-matang sebelum memutuskan mengajak Callisa ke jenjang serius.” “Kamu harusnya bahagia dengan kabar bahagia ini bukan murung terus,kakak aja langsung seneng mendengar Callisa akan dilamar dengan orang diinginkannya. Jangan bilang kamu sedih karena Callisa akan meninggalkan kita nanti?” Dengan lesu Ray mengangguk. Rakaf tersenyum,”Dek,semua perempuan pada akhirnya akan ikut suaminya,walaupun ada beberapa yang memilih tinggal dirumah keluarganya tapi dominanya mereka ikut suami. Tidak selamanya anak perempuan akan lupa dengan keluarganya sendiri,Mba kamu masih dekat dengan keluarganya kok. Malah dia anak tunggal,kesan lebih berat untuk keluarganya dan Mba-mu juga.” beritahunya pelan-pelan. “Kakak tidak mempermasalahkan kamu begini karena kakak juga merasakan demikian. Namun kita bisa apa? Masa iya melarang Callisa kita menjemput kebahagiaannya?” Ada benarnya juga,Callisa mau tak mau akan tetap menikah dan ikut suaminya. Siklus hidup memang aneh. “Sambut kabar bahagia ini dengan senyuman dan kebahagiaan bukan malah sedih apalagi menampakkannya didepan Callisa. Nanti dia malah kepikiran jadinya ragu untuk menikah atau ikut suaminya. Kalau bisa,mulailah mlirik perempuam. Sejak awal tujuanmu belum meliirk perempuan karna Callisa bukan? Nah,sudah waktunya.” Rakaf mendekat,menepuk pundak adiknya bangga. “Kakak menerima perempuan pilihanmu selayaknya kakak menerima Pak Aydan atau kak Rasya. Kita semua harus saling menerima agar bisa saling bekerjasama,mengharapkan Papi-Mami bukanlah umur kita lagi. Kakak akan bicara dengan Callisa nanti,tolong pertimbangkan mengenai melirik perempuan itu,haha.” tertawa kecil barulah meninggalkan Kawasan itu. Niatnya mau bahas soal butik yang Callisa kelola,ada kerjsama yang rekannya tawarkan tapi sepertinya timingnya kurang pas. Ray menghempaskan badannya di sofa,perkara perempuan selalu membutuhkan perhatian lebih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD