19 - Islam Ternyata Seluas Itu

2198 Words
“Makin hari makin sibuk aja,Dek.” Abaikan sindiran itu Callisa,kamu harus bisa menghapal surah Al-Kafirun yang susah sekali. Kadang aku harus membaca ayat yang sama berulang kali jadinya salah atau gagal. Sejauh ini aku berhasil menghapal beberapa surah yang bisa aku baca setiap shalat. “Dek,kakak lagi bosan. Keluar yuk!” Kubelakangi Kak Ray,menunduk membaca surah Al-Kafirun sekali lagi sebelum melafalkannya tanpa suara sama sekali. Besok jadwal belajar Bersama Kak Cahya,aku harus setoran hapalan. Bukan paksaan dari Kak Cahya kok,tapi atas kemauanku sendiri. “Kakak yang beliin apapun yang kamu deh,mau beli apa? Tas? Sepatu? Atau baju yang banyak? Akan kakak beliin berapapun harganya asal kamu mau menemani kakak keluar weekend ini. Belajar berlebihan juga tidak baik loh,Dek.” tanpa mengubah posisiku sama sekali,aku menoleh kebalakang memandang Kak Ray yang mendadakmemberikan tawaran menggiurkan. “Jangan ganggu,ih! Aku lagi hapalan masa diajak belanja,tidak mendukung adiknya sama sekali.” Protesku padanya,dan kembali fokus. Selama empat bulan ini,kerjaanku adalah bolak-balik kerumah Kak Cahya yang letaknya didalam pesantren. Minimal sekali seminggu,kadang juga tiga kali seminggu kalau Callisa ini terlalu bersemangat. Ada juga momen yang membuatku pasrah,kadang menyerah belajarnya saking banyaknya yang tidak aku tau. Seperti saat belajar Iqra satu sampe enam,susahnya luar biasa sekali. Jangan bayangkan aku memakai jilbab Panjang,baju polos yang menutupi kaki karena aku belum melakukannya. Penampilanku masih sama,menjadi seorang Callisa yang seperti biasanya tanpa paksaan sama sekali. Palingan bedanya,setiap kali kerumah Kak Cahya aku akan memakai syal yang menutupi kepala,walaupun rambutku bagian depan masih keliatan sih. Tapikan yang penting sudah berusaha? Iyakan? Iyain aja biar cepet. “Kamu membuat kakak insecure,Dek. sekalinya belajar agama fokusnya engga main-main.” Aku tertawa sombong lalu dengan bangganya mengibaskan rambutku,sejenak melupakan hapalanku. Seolah tersadar,aku menepuk pipiku beberapa kali,ayo fokus Callisa. Kak Cahya itu langka waktunya. Jangan katakan lagi jadwal belajarku dengan Kak Cahya berjalan lancar karena semua khayalan indahku tidak menjadi nyata sama sekali. “Yuadah deh,mungkin memang sudah saatnya kakak jalan bareng gebetan.” Gebetan? Dengan cepat aku berdiri,memandangnya dengan tatapan permusuhan. Berani-beraninya dia mempunyai gebetan tidak memberitahuku sama sekali. Dulu,selama Kak Rasya dan Mba Deva dekat dengan para kakakku,mereka lebih dulu mendekatkan diri padaku. Katanya syarat utamanya adalah kalau Callisa berhasil kamu luluhkan maka kami akan menikahimu. Tradisi yang sangat kusukai. “Ya Allah,bercanda dek bercanda.” Aku berdecih sebal,duduk kembali dengan memegang jus amma di tanganku. Ingat ya,bukan segelas jus jeruk,melon atau segala minuman lainnya. Tetapi jus amma adalah buku yang didalamnya berisi surah-surah pendek yang ada di dalan jus 30. Dan ingat lagi,Al-Qur’an itu isinya ada 30 jus dan 114 surah. Aku hebat kan? Bisa tau dengan detail. Callisa gituloh,selagi berusaha maka akan aku dapatkan. Untuk masalah Pak Aydan,aku kecualikan. Karena dia masih aku perjuangannya dan aku usahakan,kalau kata orang sih pantang menyerah sebelum mendapatkannya. “Sok-sok’an sebut Allah tapi tidak pernah shalat.” Sindirku,menatap sinis Kak Ray yang duduk di seberang sofa. Tak lama aku tertawa melihat wajah cengonya,rasakan perkataan menyakitkanku. Dia kira hanya dia yang bisa menyindirku? “Jleb banget.” Tawaku makin menggema,berusaha meredakannya dengan cepat. “Sana ih,jangan ganggu. Aku tuh lagi hapalan bukan diajak ngobrol. Tidak mudah tau menemukan waktu luangnya Kak Cahya. Aku sudah berulang kali janji temu minggu ini tapi sibuk terus.” Usirku pada Kak Ray. Itu benar,tidak mudah temu janji dengan kak Cahya. Orangnya ternyata super duper sibuk sekali,makanya aku harus fokus 100% kalau ada waktu ketemu. Aku dan Kak Ray saling bertatapan dengan jengkel lalu bersamaan memutuskan pandangan. Kak Ray meninggalkanku di halaman belakang tanpa mengatakan apapun. “Kak,kok ngambek?” tanyaku dengan suara agak dibesarkan. “Bodoamat,Dek.” Aku terkikik,aku tau Kak Ray mana bisa marah padaku. Walaupun orangnya ngeselin terus jahilnya minta ampun tapi kasih sayangnya jangan diragukan. Aku masih ingat saat Papi akan pulang ke Paris 3 setengah bulan yang lalu. Dia yang paling senang dan mengatakan terimakasih sebanyak-banyaknya karena aku tak jadi kesana. Memang aku tak boleh kesana,Pak Aydan kasihan nanti. LDR jarang ada yang berhasil. Sadar kembali,aku menepuk dahiku dengan keras. Aku kan sedang menghapal surah Al-Kafirun kenapa pikiranku malah makin melantur sih? Wa laa antum 'aabiduuna ma a'bud Wa laa ana 'abidum maa 'abattum Wa laa antum 'aabiduuna ma a'bud Wa laa ana 'abidum maa 'abattum “Ihh kok balik-balik terus sih,kapan nyampenya?” Memasang wajah sedih,aku menunduk membaca surah Al-Kafirun sekali lagi. “Ingat Callisa,antum dulu abis itu ana,antum lagi baru terakhirnya. Yang lakum itu. Oke? Ayo semangat Callisa,kamu harus bisa menghapalnya kalau kata Kak Cahya agar Allah makin sayang sama kamu. semangat! Semangat!” tanganku mengepal di udara dengan tatapan membara,mulai menghapalnya tanpa suara sama sekali. Sekitaran dua jam kemudian,aku berhasil menghapalnya. Dengan semangat empat lima,aku masuk kedalam rumah disambut tawa Exa diruang tamu. Ada Mami disana,juga ada Mba Deva. Ya,Mami yang menyebalkan itu,dia akhirnya memilih pulang dan katanya akan sedikit lama di indo. Tapi Callisa tidak percaya,takkan percaya. Kalau ada Mami maka ada Papi,mereka selalu sepasang. Cuman mereka tidak tinggal disini,tapi di mension utama. Saat ini aku sudah kembali ke kompleks dan Mami sedang berkunjung bermain dengan cucu laki-lakinya. Mami memang sudah terkesan tua karena sudah menjadi nenek,sayangnya wajahnya masih mulus,efek treatmen kali ya? Berdosa sekali kamu Callisa. Baru saja beberapa jam lalu bahas agama dan menambah pahala melalui hapalan tapi kini telah menumpuk dosa karena mengatai ibu sendiri,tapi tidak termasuk engga sih? kan hanya di dalam pikiran sedang Mami tidak mendengarnya? Aku mengangguk beberapa kali,yaps. Selama Mami tidak mendengarnya maka tidak termasuk dosa terhadap orangtua,hahaha. Pikiranku memamg makin absurd. “Mami kok disini?” tanyaku mengakhiri pikiran gilaku, “Habis nyalon dan mampir kesini.” Kalian dengar sendiri kan? Aku takkan mengatakan sesuatu tanpa ada alasannya,bestie. Selalu ada bukti nyatanya dong. “Udah tua bukannya menikmati masa tua malah sibuk nyalon,Mam.” Kataku tak berprikemanusiaan,respon Mami hanya melihatku tajam lalu kembali bermain dengan Exa,anak Mba Deva dan Kak Akaf. “Exa sayang,jangan sampai kamu seperti aunty Callisa. Oke?” “Dih gaul sekali anda.” Balasku dengan sindiran,memilih naik ke kamar untuk menyimpan jus ammaku,kata Kak Cahya usahakan simpan di tempat aman dan tidak tercecer. Walaupun ini ada terjemahannya tapi tidak boleh asal simpan,ayat-ayat Allah anggaplah berlian dan simpan dengan baik. Aku juga ingin mengatakan pada kalian,aku sudah paham mengenai mahram. Hebat kan? Mahram adalah kumpulan orang-orang yang hanya bisa melihat auratmu namun tidak boleh kamu nikahi. Yang termasuk mahram siapa saja? ya Papiku,semua kakakku,anak lelakiku kelak dan masih banyak lagi,Eh benar engga sih? apa salah ya? Intinya adalah aku sudah paham dan yang kudapat pengertiannya ya begitu. Ternyata sudah pukul setengah dua belas,akan masuk waktu shalat saat jam 12 lewat sedikit. Aku sengaja memasang alarmnya soalnya kadang adzan di masjid kompleks tidak jelas terdengar. Itupun aku harus bertanya pada Kak Cahya dulu,takut salah kalau intip dari internet. Aku sudah banyak berubah bukan? Sudah paham juga siapa Siti Khadijah,dia adalah istrinya Nabi terakhir agama islam. Penjelasanku agak aneh ya? Maklum kawan,aku masih tahap belajar Bersama Kak Cahya juga ikut kajian di masjid-masjid yang Kak Cahya rekomdasikan. Kak Cahya pernah bilang begini padaku, “Callisa,agama tidak pernah memaksa umatnya untuk mempelajarinya. Agama selalu terbuka untuk umatnya dan tidak pernah memberikan aturan-aturan yang memberatkan,semua demi kebaikan dan juga bentuk perlindungan. Begitupun dengan agama kita,islam. Banyak orang mengatakan islam terlalu mengekang para umat perempuannya,bagian mana yang mengekang disini…” “… Kakak tidak akan menjelaskan apapun sama kamu mengenai bagian mananya yang memberatkan. Setiap manusia mempunyai hak dalam bersudut pandang,maka kamu akan merasakannya sendiri. Masyaallah bukan? Kamu cukup percaya dengan niat kamu maka Insyallah,Allah akan memberikan kemudahan.” Dan belajar agama selama empat bulan,diberitahukan dengan bertahap mengenai perempuan-perempuan islam. Juga sesekali diberikan kisah tentang perempuan jaman dulu,aku paham betapa mulianya perempuan. Yang kusimpulkan,tak ada kekangan dalam agama islam karena andaikan ada kekangan maka semua perempuan berstatus islam di dunia ini mungkin sudah mengenakan jilbab. Sayangnya tidak bukan? Mereka masih diberikan hak padahal ada kata wajibnya? Makin kesini aku semakin paham,bukan perkara siapa yang paling alim atau siapa yang menutup auratnya. Tapi perkara pola pikir mereka,apakah mau diajak bekerjsama ataukah asal-asalan saja. kini aku paham,mengapa banyak perempuan dengan berpakaian tertutupnya mencintai dunianya dan tidak bosan sama sekali. Mereka-mereka dengan tenangnya hidup dan berdiri dengan aturan itu,karena mereka tau makna mereka. Mereka menemukan kenyamanan itu,mereka paham dunianya yang nyata. Aku mulai merasakannya,ketenangan luar biasa sehabis shalat,mendengarkan Al-Quran dan bahkan berkumpul ditengah-tengah majelis. Tidak ada paksaan,awalnya memang karena Pak Aydan tersayang. Tapi lama-kelamaan hatiku yang tergerak sendiri tau banyak hal. Ternyata islam,dunianya tidak sesempit yang aku kira,dunia mereka bahkan lebih luas dari bumi ini. Dan aku baru mengetahuinya di umurku yang sebentar lagi menjelang 25 tahun. Sangat terlambat bukan? Tapi kata Kak Cahya,lebih baik terlambat daripada tidak tau sama sekali. Ayo Callisa,kamu bisa. *** Kulambaikan tanganku mengiringi langkah kaki keluarga kecil kak Reika memasuki Kawasan bandara,hari ini sampai 5 hari kedepan. Kakak sulungku akan pergi berlibur Bersama Kak Rasya juga Ratu. Katanya selagi ada momen dan waktu libur harus dipergunakan dengan baik. Setelah mereka bertiga tak terlihat lagi,aku kembali ke mobil. Memang tugasku mengantarnya sekalian mendengarkan wejangan Kak Reika yang panjangnya minta ampun,untung ada Kak Rasya yang mengingatkan. Inilah,itulah pokoknya banyak banget seolah keluargaku tinggal dia saja. Padahal dirumah ada kak Ray,Kak Akaf juga Mami-Papi yang kadang muncul sesekali tanpa di undang. Mengemudi sendiri memang menyenangkan sih,tapi ada capeknya juga. pokoknya Callisa capek dengan semuanya,bukan muak loh ya. Beda,sangat berbeda sekali. “Kakak tau tidak,Pak Aydan liburannya dimana?” pertanyaanku ini ku lontarkan dengan bisikan sebelum Kak Rasya berangkat. “Engga tau,kakak bukan kerabatnya.” Jawaban menyebalkan bukan? Aku ingin mengirimkan pesan takutnya di kacangi,soalnya Pak Aydan cuman membacanya setiap kali aku mengirimkan pesan. Seperti, Pak,saya berhasil setoran hapalan surah Al-Fatihah dengan benar. Pesan ini kukirimkan sekitaran dua minggu setelah mulai belajar pada Kak Cahya. Pesanku hanya dibaca saja tanpa balasan. Mau marah dan meneleponnya dengan menggebu-gebu tapi aku sadar diri,kami tidak mempunyai hubungan. Tidak ada kejelasan,sesekali aku akan diserang balik oleh harapanku sendiri. Sakit namun apa daya,hatiku belum mau menyerah. Ternyata Siti Aisyah semulia itu ya Pak. Nah,ini kukirimkan baru-baru ini. Saat selesai belajar pada Kak Cahya lalu aku menjadikan Siti Aisyah sebagai idolaku. Perempuan yang sungguh Masyaallah sekali,eh penggunaannya sudah benar tidak ya? Aku kadang bingung bagaimana menempatkan kata subhanallah dan kata Masyaallah. Sabar Callisa,proses ada untuk dinikmati. Bukannya langsung pulang,aku malah berakhir di parkiran universitas Atmaja. Saat ini sedang libur semester tetapi masih ada beberapa mahasiswa yang terlihat berlalu Lalang entah mengurus apa. Aku berharap ada Pak Aydan sayangnya hampir sejam taka da Pak Aydan sama sekali. Lihatlah,harapanku kembali menyakitiku. Aku masih rajin menemui Pak Aydan selama 4 bulanan ini,memantaunya dalam diam di taman kampus atau sengaja jalan-jalan di sekitaran kelas tempatnya mengajar. Menatapnya dari kejauhan setelahnya pulang. Sudah kukatakan berulang kali,perasaanku tidak sebercanda itu untuk mengejar lelaki seperti Pak Aydan. Mungkin ada beberapa orang yang mengatakan aku membuang waktu mengejar hal yang sia-sia,tapi jika aku menyerah maka itu sama saja aku membenarkan apa yang orang katakan. Jika perasaanku hanya rasa suka sesaat. Tidak Pak Aydan,aku tidak akan berhenti sebelum hatiku mau melakukannya. Bersenandung untuk menghibur diri sendiri,ku kemudikan mobilku meninggalkan Kawasan kampus Atmaja. Memperhatikan jalanan lenggang yang sungguh keberuntungan,sesampainya dirumah pun hanya rebahan sembari bermain ponsel. Memperhatikan room chatku dengan Pak Aydan dimana dominan warna hijau daripada warna putih,pertanda akulah yang paling sering mengirimkan pesan padanya. Masih jam 5 sore,waktu shalat masih lama. Aku sibuk menatap langit-langit kamarku yang Kak Ray pilihan desainnya. “Nona,Nyonya Engki masih dibawah.” Aku hanya melirik pembantu sekilas lalu kembali sibuk dengan pikiranku. “Nyonya menunggu anda,katanya ingin mengajak anda berbelanja Bersama sekalian ikut acara arisannya malam ini.” “Jam berapa?” tanyaku dengan nada enggan, “Sekitaran jam 8 malam,Nona. Anda diminta untuk ikut berbelanja untuk membeli baju yang akan anda pakai keluar malam ini. Apakah nona bersedia pergi?” Bangun dari rebahanku,”Iya,aku ganti pakaian dulu sekalian dandan. Minta Mami menunggu sebentar soalnya aku baru mau mandi juga,” menyeret kakiku masuk kedalam kamar mandi,menjadi perempuan satu-satunya diantara semua anak Mami ada senangnya,ada susahnya juga. Senangnya adalah bisa dimanjakan oleh mereka,susahnya aku harus siap menghadiri acara-acara yang mengharuskan perempuan untuk datang. Bisa saja aku menolaknya,tapi jika melakukannya maka sama saja membiarkan para kakakku berdebat dengan Mami-Papi. Yang satu membelaku yang satunya lagi mengharuskan. Dunia orang kaya tak selalu semenyenangkan itu,aku mendambakan rumah sederhana namun bahagia,bukannya Callisa tak bahagia,sama sekali tidak. Aku bahagia dengan keluargaku ini,cuman sesekali muak dan capek dengan sikap semua orang. Sangat manusiawi ya? Sehabis ini,bersiap dengan cepat. Kubuka ponselku,senyumku mengembangkan membaca balasan Pak Aydan yang sangat langka. Setidaknya bisa menjadi penyemangatku di saat semua terasa membosankan sekali,dengan senyum tak luntur sama sekali aku turun kebawah menyapa Mami dengan semangat. Cinta memang banyak resikonya,kamu sesekali harus menelan pahit harapan bak orang tak punya harga diri atau bahkan menjadi yang terbuang. Tapi bukannya kapok atau berhenti,beberapa perempuan malah bertahan dan mengulangnya lagi,lagi dan lagi. Sepertiku juga,sudah berulang kali Pak Aydan membuatku menelan pahit harapanku sendiri tapi apa aku berhenti? Jawabannya tentu tidak,berani memulai maka aku harus berani merasakan semuanya termasuk kecewa yang mendalam. Jodoh-ku Jika kamu sekagum itu pada Siti Aisyah,jadinya sekarang kamu mendambakan laki-laki sekelas Nabi Muhammad SAW,Callisa? Jika benar,maka aku mungkin bukan salah satunya. Tapi setidaknya,salah satu darinya ada. Teka-teki,Callisa suka bermain teka-teki selama yang memainkannya adalah Pak Aydan-ku. Aydan yang mana? Aydan yang bernama lengkap Aydan Athallah,laki-laki yang insyaallah akan kuusahakan menjadi imam keluargaku. Aamiin,hahah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD