Bab 11. Maafkan Aku, Lupakan Aku 2

1183 Words
# Luna merasa heran dengan reaksi Cakra dan Maura saat dia menyebut nama kecilnya. “Ada apa?” tanya Luna. “Panggilan Luna kan bukan sesuatu yang jarang di gunakan. Nama Kaluna juga kan sesuatu yang umum. Iya kan?” Maura yang di awal terdengar optimis malah sedikit pesimis saat mengingat kalau Luna di hadapannya juga memiliki nama panjang Kaluna. Artis yang memiliki nama Luna ada beberapa, tapi nama Kaluna sedikit jarang didengar oleh Maura maupun Cakra. “Namamu benar Kaluna Wiratama kan?” tanya Cakra pada Luna. Luna mengerutkan dahinya menatap Cakra. “Kalau kau ragu, kenapa tidak memastikannya pada orang tuaku?” Kaluna balik bertanya. Cakra menatap Luna dengan tatapan mengintimidasi tapi tampaknya Luna tidak terlihat ingin mundur meski dia terlihat sedikit terpengaruh. Luna merasa kalau Cakra tidak seharusnya meragukan jati dirinya setelah menikahinya dan bahkan memaksa menghabiskan malam pertama mereka bersama. Jika memang Cakra ragu, seharusnya Cakra mencari tahu lebih dulu sebelum menikahinya meskipun dirinya hanya disodorkan sebagai pengganti Fenny. Selain itu, Luna tidak merasa kalau dia menipu Cakra. Nama belakangnya memang Wiratama kecuali ketika dirinya bersekolah di luar negeri dan dipaksa oleh ibu tirinya menanggalkan nama Wiratama dan memakai nama belakang ibu kandungnya. Jadi dia tidak bisa menerima cara Cakra yang menatapnya dan juga cara Cakra bertanya yang seakan mencurigainya memalsukan sesuatu. Maura terdiam. Jelas-jelas saat ini dirinya tengah terperangkap di perang dingin suami istri yang sebenarnya masih tergolong pengantin baru itu. “Ku─kurasa Cakra bukan meragukanmu. Masalahnya ada teman kami yang pacarnya bernama Kaluna juga dan panggilannya juga Luna. Padahal kan Luna dan Kaluna itu nama yang umum. Itu hanya sebuah lelucon sebenarnya di antara pertemanan kami, aku harap kau tidak tersinggung Luna. Aku tidak ingin perkenalan kita membawa kesan buruk,” ucap Maura serba salah. Dia datang untuk mengunjungi sekaligus melihat seperti apa sebenarnya sosok adik dari Fenny dan yang sekarang menjadi istri Cakra. Dia mengira kalau dia akan memiliki kesan yang kurang baik pada Luna mengingat dia adalah adik Fenny. Kenyataannya dia merasa kalau Luna jauh lebih baik dari Fenny dan juga dia langsung menyukai Luna. Luna terlihat lembut tapi saat dia ditekan oleh Cakra, ternyata dia memiliki sedikit pemberontakan pada sikap arogan Cakra. Ini membuat Maura merasa antusias untuk mengenal Luna lebih dekat. “Dia terkadang terlalu sensitif sejak malam pertama kami,” ucap Cakra dengan nada mengejek. Luna hanya mengerutkan dahinya pelan. Dia malu sekaligus kesal karena tidak menyangka Cakra akan menyinggung masalah malam pertama mereka di hadapan Maura yang baru dikenal Luna. Sekalipun Maura mungkin sudah sangat lema berteman dengan Cakra tapi menurut Luna, tidak seharusnya Cakra membawa-bawa hal pribadi begitu dalam percakapan. “Ah, hahaha. Biasa untuk pengantin baru. Omong-omong Luna, santai saja di hadapanku. Kau tidak perlu merasa malu karena aku sendiri sudah terlalu terbiasa dengan Cakra yang kadang tidak tahu malu dan tidak kenal tempat kalau berbicara. Kami sudah lama berteman,” ucap Maura. Luna tersenyum tipis. “Baiklah. Terima kasih sudah mengunjungiku,” ucap Luna lembut. Sekilas sebuah senyuman tipis terukir di pipinya dan itu membuat lesung pipinya tampak. “Kau sudah melihat seperti apa wanita yang menjadi istriku, berkenalan dengannya dan bahkan sepertinya berniat akan berteman dengannya juga, jadi kapan kau pergi? Luna harus beristirahat supaya dia bisa pulang besok pagi dan tidak menyia-nyiakan bulan madu kami lebih lama dengan hanya terkurung di RS,” ucap Cakra. Maura melirik Cakra sebentar kemudian melihat bagaimana Luna menunduk malu bercampur kesal karena ucapan Cakra yang sama sekali tidak enak di dengar. Dia terkejut betapa berbedanya Luna dengan Fenny. Tidak diragukan lagi Cakra sudah mendapatkan batu permata tanpa sengaja setelah dicampakkan oleh batu akik. Benar-benar pria yang beruntung. Sayangnya sahabatnya, si pria beruntung itu tidak bisa menilai dengan baik dan malah memperlakukan batu permata seperti batu akik, padahal dia dulu memperlakukan si batu akik seperti batu permata yang berharga. “Abaikan dia, bagaimana kalau setelah kau pulang dari RS kita ke pantai? Keluargaku adalah pemilik restoran tepi pantai dan juga resort yang jauh lebih bagus dari ini. Kita bisa bersenang-senang kalau kau sudah keluar dari RS,” tawar Maura. “Sepertinya menyenangkan,” ucap Luna. “Permisi, tapi kami sedang berbulan madu di sini bukannya liburan,” ucap Cakra menengahi. “Memangnya karena bulan madu, kau akan memaksa Luna melayanimu seharian di tempat tidur? Energimu saja tidak sekuat itu. Aku akan mengajak Luna bersenang-senang saat siang agar dia tidak stres denganmu. Anggap saja aku sedang membantu hubungan kalian,” ucap Maura pada Cakra. Wajah Luna kembali memerah mendengar ucapan Maura yang terang-terangan. Dia mulai berpikir kalau lingkungan pertemanan Maura dan Cakra mungkin terbiasa berbicara tanpa di filter terlebih dahulu. Maura yang baru menyadari kalau dia berbicara dengan terlalu terus terang kembali berusaha bersikap manis. ‘Ah, maaf Luna. Aku lebih banyak memiliki teman pria dibanding wanita jadi terkadang karakterku menyesuaikan dengan mereka. Makanya aku ingin berteman dan mengenalmu lebih dekat. Sudah lama aku tidak memiliki teman dekat sesama wanita,” lanjut Maura. Cakra ingin tertawa rasanya melihat cara Maura berbicara pada Luna, istrinya. Sejak kapan sahabatnya itu terpengaruh dengan cara bicara dirinya dan Arga? Selama ini justru Mauralah yang berbicara dengan gaya paling frontal di antara mereka bertiga. Meski begitu Cakra menahan tawa dan keinginannya untuk protes karena dia tidak ingin merusak suasana. Dia lebih merasa heran dengan Maura yang bisa begitu ‘jinak’ di hadapan Luna padahal Maura sudah tahu kalau Luna adalah adik Fenny. “Luna tidak akan bisa beristirahat kalau kau tidak pulang-pulang. Dokter bilang dia harus banyak beristirahat,” ucap Cakra. Maura kembali melirik kesal ke arah Cakra selama beberapa saat sebelum dia kembali bersikap manis di hadapan Luna. “Baiklah, kurasa sudah saatnya aku pamit. Jangan lupa besok kabari aku. Kau bisa meminta nomorku pada Cakra,” ucap Maura. Pada akhirnya dia mengalah dengan Cakra yang seperti sudah tidak tahan melihatnya berlama-lama berbicara dengan Luna. Maura mulai berpikir kalau sahabatnya itu mungkin tidak sadar namun jelas terlihat kalau Cakra memiliki rasa memiliki pada istrinya yang katanya tidak membuatnya tertarik itu. Maura keluar dari ruangan itu dengan diantar oleh Cakra. Saat sudah berada cukup jauh dari ruang rawat Luna, Maura mendadak meninju bahu Cakra sekuat tenaga hingga Cakra yang tersentak kaget nyaris limbung. “Woi, apa-apaan sih ini?!” Cakra terlihat kesal. Namun kenyataannya Maura tidak kalah kesalnya. “Yang seperti itu kau bilang tidak menarik? Membosankan? Dan menyebalkan? Kau bahkan menikmati malam pertamamu dan kau masih mengatai istrimu? Dasar b******k!” Maura terlihat sangat kesal dengan Cakra. “He─hei yang benar saja. Kau sudah gila ya? Yang bersahabat denganmu itu aku, bukan istriku!” protes Cakra sambil berlari menghindar dari pukulan beruntun Maura. “Ini namanya woman support woman! i***t. Kalau suatu hari Fenny muncul dan kau kembali padanya, aku tidak mau lagi bersahabat denganmu,” ucap Maura. Cakra hanya tertawa. Dia baru menemukan pesona baru istrinya yang ternyata benar-benar bisa membuat Maura yang selalu bermasalah dengan hampir semua kekasihnya di masa lalu kini malah di pihak Luna. Menurut Maura, Arga lebih pintar memilih pasangan, makanya dirinya lebih bisa berteman dengan kekasih maupun mantan pacar Arga dan cenderung bermusuhan atau tidak cocok dengan hampir semua wanita yang dekat dengan Cakra di masa lalu, terlebih dengan Fenny.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD