"Kennan!"
Noora terus berteriak, apa lagi saat Kennan benar-benar membawanya ke sebuah hotel. Noora tahu hotel ini masih dibawah naungan management keluarga Kennan, sebab itu Kennan tahu pintu masuk khusus mana yang bisa ia masuki dan sepi.
Lelaki itu tidak berbicara apapun ia terus menariki Noora, ini sudah menjelang tengah malam, benar-benar sikap Kennan membuat Noora begidik ngeri apa lagi, ucapnya di mobil tadi dia tidak mau kalah dari lelaki yang Noora sukai itu.
Kalau seperti ini Kennan bukan si goodboy yang biasa ia kenal dan selalu sabar menghadapinya, kali ini Kennan benar-benar diluar ekspektasinya dia bertindak nekat dan tidak peduli teriakan Noora.
Gigit Noora!
Gigit Lengannya!
Noora mendapatkan ide, ia akan mencari celah untuk menggigit saat mereka masuk dalam elevator.
Dan akhirnya mereka pun masuk, Noora merunduk, saat lelaki dengan sikap acuh dan dinginnya itu sedang menempelkan akses card miliknya.
"Mau apa?"
"Auhh!! Kennan! lepassss!"
Kennan malah sadar, segera ia tarik Noora dan memeluknya paksa kedalam lengannya, Kennan masih tidak bicara terus menekan tombol kemudian berdiam menunggu lift menghantarkan mereka ke lantai 24 yang dituju.
"Ini penyiksaan! Kau bisa di bunuh papa jika tahu memperlakukan aku seperti ini." Noora terus memberontak marah.
Kennan tersenyum menyimpul cibiran, "Lalu papamu akan akan percaya itu? Bisa jadi dia akan sangat murka jika mendapatkan laporan anaknya bersedia ditiduri seorang model dewasa, aktif menjual koleksi video pórn pribadinya di sebuah situs onlyfans."
"FITNAH!" Sergah Noora didepan pintu yang sudah Noora tebak itu sebuah kamar, lalu Kennan akan berbuat tidak senonoh disana, sepanjang koridor itu sepi, Noora bergidik ngeri.
"Fitnah?"
"Omong kosong, tolong! Tolong!" Noora melihat sebuah kamera cctv, lalu melambai-lambaikan tangannya disana, "Tolong siapapun di sana, aku sedang diculik!" Noora terus melompat-lompat.
Kennan tertawa, kemudian menarik dagu Noora dan mengarahkannya ke sisi lain, "Itu detektor bencana, kamera sebelah sana!" Tunjuk Kennan tertawa geli. "Lambaikan tangan cepat!" Kennan kemudian mengangkat tangan Noora, "Hi penjaga di sana, lihatlah dia tidak bisa apa-apa tanpa para bodyguardnya."
Bruak!
Noora mendorong Kennan, namun lelaki itu cepat mengambil tangan Noora, Haha... "Mana mungkin tikus yang lehernya sudah digigit kucing bisa dengan mudah lepas begitu saja."
"Psikopat! Kennannn!"
Dengan kaki Kennan segera mendorong pintu yang sudah ia buka lalu menarik Noora masuk, satu persatu lampu seketika menyala, dari mulai yang kecil hingga yang paling besar.
Ruangan yang tadinya gelap berubah terang menderang, kamar itu dipenuhi bunga-bunga mawar merah muda dan lighting yang indah.
Sebuah Engagment proposal atau lamaran Kennan siapkan, semuanya masih bergerak dan menyala, gorden yang tadi tertutup kemudian terbuka, dan terpampang disana sebuah tulisan berlampu yang bergerak dari sebuah proyektor yang menyala.
"Tunggu aku kembali..."
"Marry me..."
Lalu suara rekaman Kennan entah dari mana muncul disana seperti memang sudah ia siapkan saat membawanya paksa. Noora berdiri begitu terperangah melihat semua yang dibuat Kennan untuknya.
Aku fikir hanya sebuah kisah cinta monyet biasa, mencintai gadis jutek yang yang pernah mendorongku dari ayunan.
Mencintai gadis galak, yang mengunciku disebuah ruangan kosong lalu meninggalkanku, meneriakiku bocah pengadu, anak mami.
Mencintai dia si gadis menyebalkan, yang terang-terangan mengacuhkanku, memakiku, tapi dalam diam dia menangisiku, dia mengambil tangaku, ia genggam... takut aku benar-benar pergi untuk selamanya saat itu.
Hi Noora, belasan tahun kita bersama, tentang orang tua kita yang bersahabat, lalu menjadikan kita begitu dekat walau kau selalu seolah tidak melihat aku dan selalu menolak rasa kita yang padahal sama.
Izinkan aku mengungkapnya lalu mengikatmu dengan melamarmu, sebelum aku pergi mengejar sesuatu yang mungkin penting untuk masa depan kita, izinkan aku memintamu, meminta hatimu selalu terjaga sampai aku kembali dan kita bersama.
Noora berkaca-kaca kala Kennan melampirkan foto berdua mereka kecil, Sosok Noora dengan wajah juteknya yang selalu tidak suka jika bersama Kennan.
"I love you more than any word can say, Noora Heela Valerie Hadiwinata...."
Noora tertegun dengan bulir beningnya sudah membasahi pipi, jika Noora fikir akan ada adegan tidak senonoh namun malah sebaliknya, semuanya yang Kennan perlihatkan malam ini begitu membuatnya bergetar takjub.
Segera Kennan mengambil tangan Noora lalu membawanya berhadapan, mengusap bulir bening dipipi Noora dengan jemarinya.
"Maaf aku nggak bisa jadi seperti mereka pria-pria yang kau sukai, aku selalu tidak terlihat menarik untukmu."
Noora menjadi sesegukan masih berdiri tidak bergerak sedikitpun, betapa ia merasakan bagaimana nanti saat mereka berjauhan, bagaimana saat ia ingin melihatnya, walau saat dekat dia selalu berusaha mengajak peperangan dengan lelaki ini.
Tangan Noora terangkat menyentuh Wajah Kennan menjadi pertama kali, seorang Noora seperti itu, ia usap rahang Kennan.
Kennan akan melanjutkan study ke California di kampung halaman sang ayah.
Wajah ini nanti hanya akan ia lihat dilayar gawainya, tidak akan bisa nyata ia lihat walau saja bisa ia menyusulnya namun tetap berbeda, jarak jauh tetap membuat rindu yang membuncah dan meronta.
"Kau benar pergi?"
Kennan mengambil tangan Noora dari pipinya lalu ia kecupi, "Hemm, harusnya tidak tapi ini yang terbaik.
Segera Noora memeluk Kennan, tembok hati yang kokoh dari si Princess angkuh itu runtuh, ia tidak lagi bisa menahan dirinya terus memeluk erat Kennan, menangis didadanya.
Betapa rasanya ia tidak ingin berpisah jauh dalam kurun waktu yang sangat lama, ia benci merindu, ia benci menangis karena sesuatu yang harus ditunda dan tertahan.
Kennan mendapati sesuatu yang jarang sekali terjadi, si princess angkuh ini luluh seperti ini, dengan ragu ia pun mengusap punggung Noora, lalu menempelan bibirnya dipuncak kepala Noora yang lebih pendek darinya itu.Segera ikut memeluk tubuh mungil Noora erat, menghirup dalam-dalam aroma segar buah dan bunga di pundaknya.
Malam ini benar-benar menjadi malam berkesan untuk Noora dan Kennan, jika biasanya saat bersama akan menimbulkan kekisruhan namun kali ini tidak sama sekali, suasa begitu hangat dan terasa sangat manis.
Tidak ada hal yang buruk seperti apa yang Noora fikirkan terjadi, selepas Kennan mengutarakan niatnya, perasaannya, keduanya menghabiskan malam dengan menonton televisi, duduk disebuah sofa panjang dengan Noora yang menyandar dipundak Kennan hingga tanpa terasa mereka pun tertidur disana.
***
Pagi-pagi sekali Kennan menghantarkan Noora kembali kerumahnya, sebab Kennan ada sedikit urusan pagi ini begitupun dengan Noora dia ada kelas pagi ini.
Mobil milik Kennan berhenti dihalaman rumah Noora, keduanya saling tersenyum dan bertukar pandang.
"Makasih, “kata Noora kemudian.
"Aku yang harusnya bilang makasih," Kennan mengambil tangan Noora, lalu menarik nafasnya berat. "Jadi beneran nggak boleh tahu orang tua kita tentang malam tadi?"
Ulangi Kennan ucapan dari permintaan Noora malam tadi, agar merahasiakan hubungan mereka yang sudah mengarah ke arah serius itu, sebab Noora merasa mereka masih terlalu muda, tidak ingin menjadi bahan olokkan orang tua mereka juga kerabat yang lain.
"Kita yang jalani, cukup kita yang tahu, itu sudah lebih dari cukup. Bukan tidak menganggap permintaanmu tadi malam itu tidak serius." Noora menyentuh lehernya yang terpasang sebuah kalung pemberian Kennan.
"Hem.. aku tahu, sampai jumpa nanti malam..."
Noora tersenyum melihat pada wajah tampan itu sebelum turun, "Bukan malam terakhir, berjanjilah tidak akan ada air mata."
Kennan berdehem, dia tidak yakin jika itu tidak akan terjadi, mendapati si princess menyebalkan itu luluh seperti ini lalu bisa bersikap sangat manis dan menerimanya saja rasanya ia selalu dibuat berkaca-kaca.
"Janji..." Kecup Kennan tangan Noora, segera Noora turun dari mobil Kennan dan masuk Noora tidak lagi berbalik.
Sementara Kennan masih diluar sana memperhatikan Noora hingga menghilang sembari menghubungi seseorang.
"Dimana El?"
***
Noora begitu gembiranya atas apa yang terjadi hari ini, ia yang sudah memasang tembok tinggi dan kokoh tidak menyangka akan luluh dengan sosok Kennan. Noora segera menghubungi Elia sahabatnya.
“Hallo, Zia! Elia ada? Aku dari tadi hubungi dia tapi nomornya nggak aktif."
"Hallo Ra, Elia pulang kerumah nyokapnya, nggak ada di appart."
"Pulang kerumah? tumben."
"Ra, sahabat tercinta lo kayaknya ada masalah deh.”
"Masalah?”
"Gu-gue nemu tes pack positif di kamar mandi banyak banget."
"Apa?" Noora shock sangat amat shock.
Padahal bukan masalah dia tapi Elia adalah orang yang paling dekat dengannya hampir 6 tahun ini. Noora melemas, dia tahu seperti apa Elia.
Kedua orang tua yang berantakan membuat Elia jarang pulang dan bahkan memilih tinggal ditempat lain, Elia juga terbilang pergaulannya bebas.
Meskipun mereka bersahabat namun circle perteman Elia berbeda dengan Noora, Elia sering bergaul diluar area Noora karena memang dia dan Noora tidak satu fakultas.
"El, ini apa?" Noora menjadi yang frustrasi membayangkan nasib sahabatnya itu.
Di tempat lain, Kennan baru saja sampai disebuah tempat yang ia tuju, yaitu sebuah penginapan, seorang wanita cantik sudah menunggunya disana, wajahnya berderaian air mata segera ia berhambur memeluk Kennan saat lelaki itu sampai di lobby.
"Semua dokumen keberangkatan aku sudah selesai Ken...."
“Semua akan baik-baik aja El.”
Usap Kennan pundak orang yang memeluknya.
***
Siang hari yang cerah Noora bergegas pulang dari kampusnya, ia segera masuk ke dalam mobilnya, biasanya Elia akan minta jemput lalu mereka akan pergi bersama namun hari ini sahabatnya itu hilang entah kemana.
Elia benar-benar mencurigakan ada apa sebenarnya, Hubungi Noora pada teman satu kamar Elia sahabatnya ia ingin menceritakan kebahagiaannya malam ini.
Noora mendesah lelah, sejenak ia berfikir lagi atas ucapan Zia teman satu kamar Elia itu.
"El, siapa yang hamili kamu? Kamu dimana?"
Deringan ponsel membuat Noora tersadar dari lamunanya, ia segera merogoh ponsel dalam tasnya. "Kennan..." Sebuah senyuman terbit di bibir Noora ia pun segera mengangkatnya, "Hay?"
"Sudah pulang?"
"Ini baru mau pulang, kau dimana?"
"Di masa depanmu."
Di seberang jalanan parkiran kampus yang jauh Kennan mengudarakan klakson, sontak saja membuat Noora melihat ke arah suara itu. Noora tertawa melihat mobil yang sudah sangat ia kenal itu.
"Kennan?”
Kennan mematikan panggilannya, segera keluar dari mobil lewat pintu kemudi, lelaki itu segera berjalan cepat menyebrangi jalanan menghampiri Noora, beberapa detik kemudian mobil milik Kennan itu pun pergi dari sana.
Melihat Kennan yang berjalan masuk ke area parkiran, Noora pun keluar keluar dari mobilnya.
"Dari mana sih? Sudah selesai urusannya?"
"Sudah, boleh nebeng?" Kennan tersenyum lebar.
"Hemmm, ini bukan nebeng namanya kalau sengaja ninggalin mobil, sama siapa? Siapa yang bawa mobil kamu itu." Lihat Noora mobil Kennan yang pergi.
"Temen aku, anak-anak di club mau pinjam mobil sebentar, kebetulan lewat sini jadi mau minta kamu yang antarin pulang."
Tapi Noora melihat samar yang menyetir adalah berambut panjang, ah mungkin teman laki-laki Kennan rambutnya gondrong, bathin Noora.
“Eh yakin banget sih emang aku mau anterin kamu pulang? Dih percaya diri banget."
"Ya udah aku paksa biar mau."
Tiba-tiba saja Kennan mendekat lalu mencuri sebuah kecupan di pipi Noora segera masuk kedalam mobil, Noora menghela nafas yang beberapa detik seakan tertahan lalu mengusap pipinya itu.
"KENNAN!"
Kennan melengkungkan senyuman, “Masih mau bengong, aku siap tungguin sampai selesai kok." Segera ia menutup pintu mobil, membuat Noora menggelengkan kepalanya ambigu segera berjalan memutar dan masuk ke bangku penumpang didepan.
"Kenapa naik?"
"Genit!"
Noora duduk dengan memajukan bibirnya, please hati bersikaplah biasa saja, Noora rasanya benci jika hal-hal seperti ini mungkin nanti akan sangat ia rindukan saat Kennan pergi.
Ingin rasanya mengatakan jangan pergi tapi itu adalah hal egois dan kekanakan, ini adalah sebuah proses untuk Kennan, proses menuju masa depan yang lebih baik.
"Sudah makan?" Lihat Kennan pada wajah yang menyiratkan kesedihan itu.
Noora menggeleng, segera ia menarik lengan Kennan dan menyandar di pundaknya, Kennan terdiam ia mengerti Noora sedang memikirkan perpisahan mereka.
Kennan sesungguhnya juga merasakan sedih dan merasa bersalah, "Maaf..." usap Kennan ramput panjang Noora itu.
"Maaf ... untuk?"
"Harusnya kita bisa sama-sama disini."
Noora tertawa mencoba mencairkan suasana yang mendadak haru, lalu mengambil tangan Kennan ia maikan jemarinya.
"Sekarang LDR'an nggak sulit, semua alat komunikasi sudah mendukung, kita masih terus bisa sama-sama walau berjauhan."
"Kalau aku nggak tahan? aku mau kamu bukan layar gadget... "
Noora tertawa geli meraih hidung Kennan, "Lebay banget sih, nanti kalau di izini Mama papa, aku jenguk kamu deh, ikut Papi mami kamu. Eh tapi kayaknya sulit deh, banyak bentrok waktu liburnya, aku juga udah di minta Papa magang tahu di kantor."
Tangan Kennan berpindah, kini melingkar di pinggang Noora memeluknya, ia menarik nafas berat lalu menempelkan kepalanya di pundak Noora menghirup aroma manis disana, "Jangan paksa kalau sulit, yang paling penting kau jaga diri disini, sehat-sehat jangan buat aku khawatir dan aku harap selalu sabar menunggu, tidak pernah berubah, kuat tunggui aku."
Noora menelan ludahnya ucapan dan pelukan Kennan ini sungguh membuat hatinya sakit. “Aku benci perpisahan,” Umpatnya dalam hati, tidak sanggup berkata-kata.
"Jadi pulang nggak nih?" Noora mengakhiri drama sedih mereka, "Bisa-bisa kita di grebek, sudah masuk mobil tapi belum pergi-pergi."
Kennan tertawa melepaskan pelukannya, "Mau makan dulu."
"Makan? Ayo!"
Mobil Noora yang di kendarai Kennan pergi dsri parkiran luar kampus, Noora mencoba mencairkan suasana haru ia terus menggoda Kennan.
"Kalau kamu tertarik dengan gadis-gadis bule disana, gimana? terus lupa sama aku?"
"Kenapa nggak dari dulu? jadi nggak perlu nungguin kamu sampai sekarang dan selama ini.”
"GOMBAL! Eh iya, tadi malam waktu kita pergi Elia cari aku ke mama, tadi pagi juga tapi waktu aku hubungi balik dia nggak aktif, kamu ada ketemu dia nggak? dimana gitu."
Kennan mengendikkan bahunya, "Ada apa?"
Noora menggeleng, "Entahlah, kata mama suaranya seperti orang habis menangis, aku yakin dia ada masalah. Elia selalu seperti itu dia takut untuk menceritakan masalahnya, dia milih diam dan menyimpannya sendiri, kata teman satu kamarnya di kamar mandi apartemen ada beberapa tespack."
"Ohya? Ini kita mau makan dimana?"
"Makan, aku pengen makan yang dingin-dingin deh, ice cream kali ya..."
"Okeh, kita cari tempat makan yang ada jual ice cream."
Selesai makan dan menyantap ice cream yang Noora mau mereka pun segera pergi dari cafe itu, Noora begitu menikmati setiap momment yang terlewati.
"Ken, Kemana? ini bukan jalan pulang kerumah kamu."
Kennan mengangkat arlojinya, "Pulang sebentar lagi ya, aku izin mama kamu dulu, kita mau pergi ke suatu tempat." Kennan segera menyambungkan panggilannya menghubungi Nadilla.
"Sini aku kirim pesan ke mama, kamu nyetir aja." Minta Noora ponsel Kennan, lelaki itu segera memberikannya.
Sambil mengemudi Kennan melirik pada Noora yang menggunakan ponselnya, "Nggak papa cuma kirim pesan?"
"Nggak apa-apa, Mama paham, emang kita mau kemana?"
"Menurut kamu?"
"Hemmm...tempat kemarin aja, yang taman apa itu, lihat lampu-lampu dari atas bukit, gimana mau?"
"Asal sama kamu kemanapun aku mau."
"Ayo ke jurang! Dasar tukang gombal."
Kennan tersenyum lebar, kenapa baru saat akan pergi semua semanis ini, kenapa dulu dia selalu tidak punya keberanian.
"Gimana dengan Ernicho? Masih hubungi kamu?"
"Masih--"
"Blokir Ra! Jangan macam-macam!"
Noora tertawa, "Aku nggak akan khilaf, sekalipun nggak di block aku nggak segampangan itu. Eh... siapa ni yang nelepon, "Perlihatkan Noora layar ponsel Kennan yang ia pegang, sebuah kontak nama berhuru L besar.
"Oh L, anak-anak di club, biarin aja."
"Mungkin penting, nggak mau angkat dulu."
Kennan menggelengkan kepalanya, "Paling mau tanya mobil yang dibawa tadi." Kennan mengambil ponselnya dan segera meletakkanya di dashboard.