Episode 2

1633 Words
Mereka berdua pun jalan-jalan ke taman Suropati tempat dimana pertama kali mereka menjalin hubungan. Ada senyum yang sangat lebar dipipi Alvin ketika melihat Serra sedang memakan es krim kesukaannya.                 “Mauu?”                 “Mauu,” kata Alvin sambil membuka mulutnya.                 “Nihh buka mulutnya,” Serra menyuapi es krim ke mulut Alvin, mereka berdua tertawa bersama sembari melihat pemandangan sekitar.                 Sejam berlalu, mereka asyik mengobrol satu sama lain, tiba-tiba Serra menegakkan badannya dan menghadap ke arah Alvin seolah ingin mengatakan hal yang sangat penting kepada pacarnya tersebut.                 “Vin aku mau ngomong”                 “Ngomong apa Ser?”                 “Vin, kita putus ya,” ucap Serra secara tiba-tiba, padahal mereka sedang asyik duduk berdua di taman Suropati.     Tiba-tiba saja Serra mengatakan putus dengan Alvin, padahal sebelumnya mereka tidak ada masalah. Hubungan mereka pun selama ini baik-baik saja. Alvin yang sedang membenarkan tali sepatunya pun langsung terduduk tegak dan mengerutkan alis.     “Putus?” tanya Alvin kebingungan.     “Iya, putus,” ucap Serra. Ia sambil melihat kearah parkiran dan jam tangannya, seolah-olah sedang menunggu seseorang.     “Tapi kenapa Ser? Kita kan gada masalah selama ini kan” ucap Alvin yang berusaha meyakinkan Serra bahwa hubungan mereka selama ini baik-baik saja dan tidak ada masalah sedikit pun.     “Kamu terlalu baik buat aku Vin,” kata Serra. Lalu ia berdiri dari bangku tersebut, “udah ya Vin aku duluan,” lalu Serra pergi begitu saja meninggalkan Alvin, padahal masih ada yang belum usai dari percakapan mereka. Ia pergi naik mobil berwarna hitam.     Alvin yang masih terdiam di tempat duduknya, mencerna semua perkataan Serra yang menurutnya tidak masuk akal. Tiba-tiba saja ia mengkhayal menjadi seorang penjahat supaya tidak diputusin oleh Serra. Tetapi, niat itu ia urungkan karena ia tidak ingin menjadi jahat hanya untuk mendapatkan hati perempuan. Alvin merasa alasan Serra memutuskan dirinya sangatlah tidak masuk akal, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terlewat di benaknya. Kenapa terlalu baik bisa diputusin? Apa yang salah dari menjadi orang baik? Pertanyaan-pertanyaan yang sampai saat ini masih belum bisa dia pahami. Sudah lebih dari satu jam, Ia masih terdiam di taman tersebut dan duduk sambil menatap sekeliling taman tersebut, memutar ulang memori-memori kenangannya bersama Serra. Ia masih tidak menyangka kenapa bisa secepat ini. Alvin pun melangkah pergi dari tempat tersebut dengan langkah yang kecil, menuju parkiran motor.     Alvin lalu mengendarai motornya dan menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan ia melewati tempat-tempat yang sering ia lewati bersama Serra, megingat kenangan-kenangan sewaktu mereka bersama. tiba-tiba hujan turun dan membasahi baju Alvin, tetapi ia tidak ingin menepi ke tempat kering. Ia masih ingin terus berjalan, ia hanya tidak mau orang-orang mengetahui bahwa dirinya sedang menangis dibawah derasnya hujan. Air mata yang tak sengaja turun itu pun bercampur dengan air hujan yang juga mengguyur kepala Alvin.     Sesampainya di rumah, ia langsung menuju kamar mandi dan membilas tubuhnya yang basah tadi. Tidak ada yang tahu bahwa Alvin habis menangis di motor, air mat aitu berkamuflase menjadi air hujan.     Keesokan harinya ia menelepon kedua sahabatnya untuk datang ke rumah. Jovan dan Moreo pun dengan senang hati datang ke rumah Alvin. Sesampainya di rumah Alvin, mereka langsung disambut oleh mamanya Alvin.     Moreo dan Jovan adalah sahabat Alvin sejak, mereka bisa berteman karena sama-sama memilki sifat yang absurd serta frekuensi yang sama. Mereka terkenal sebagai orang yang suka meramaikan kelas, tidak jarang juga mereka bertiga sering ditegur oleh guru karena selalu membuat kelas menjadi ramai.     “Eh, kalian mau main sama Alvin ya?” kata mamanya Alvin, menyambut kedatangan kedua berhala tersebut.     “Iya, nih tante,” jawab mereka berdua secara bersamaan, sambil mencium tangan mama Alvin. Lina pun menyuruh mereka untuk naik keatas, ke kamar Alvin.     Lina merupakan mama Alvin, ia adalah perempuan berumur 42 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memiliki usaha kecil-kecilian di rumahnya.     Sesampainya di depan kamar Alvin, mereka langsung memanggil nama Alvin dan membuka pintu kamarnya. Lalu masuk ke kamar yang sangat berantakan itu.     “Buset.....ini kamar apa kapal pecah, berantakan banget,” ucap Jovan yang sedikit kaget dengan suasana kamar Alvin.     “Kenapa lu munk? Tumbenan banget nih kamar berantakan, biasanya rapih,” Tanya Moreo yang merasa heran dengan suasana kamar Alvin, padahal setiap kali mereka bermain playstation, kamar ini selalu rapih.     “Gua putus men,” Kata Alvin kepada kedua temannya itu. Ia langsung saja memberitahu hal itu karena ia ingin mendengarkan solusi dari teman-temannya.     “Kok bisa?” tanya Moreo heran.     “Gangerti juga gua, katanya gua terlalu baik terus diputusin sama Serra,” ucap Alvin sambil memandangi foto nya bersama Serra. Foto yang waktu itu mereka ambil pada saat bermain photo booth di timezone.     “Eh Munk ini remote TV lu dimana? gua pengen main PES,” kata Jovan yang daritadi sibuk mencari remote TV dan tidak mendegarkan percakapan kedua temannya.     Memang diantara pertemanan mereka, Jovan lah yang paling absurd kelakuannya, yang kedua Moreo dan yang terakhir Alvin. Ketika di sekolah mereka seringkali dipanggil guru BK, karena selalu membuat kelas menjadi ramai.     “Eh kodok, ini temen kita baru aja putus dari pacarnya. Bukannya dikasih solusi malah nyari remote TV,” kata Moreo yang sedikit kesal dengan tingkah Jovan.     Lalu Alvin pun melanjutkan ceritanya yang barusan ia alami tadi. Ia menceritakan bagaiman tiba-tiba mereka bisa putus, padahal sebelumnya tidak ada masalah sama sekali. Moreo yang mendengar cerita dari Alvin juga merasa bingung, kenapa alasan dari Serra sangat tidak masuk akal. Jovan yang daritadi mencari remote TV akhirnya menemukan barang tesebut dan mulai memainkan playstation milik Alvin.     “Alasan Serra cukup gak masuk akal sih menurut gua,” kata Jovan sambil matanya fokus ke game yang sedang ia mainkan. “Menurut gua, dia udah punya seseorang yang baru sih, Munk,” tiba-tiba Jovan mengeluarkan kalimat yang membuat Alvin jatuh ke jurang yang sangat dalam yang bernama patah hati. Alvin yang dulunya adalah orang yang humoris sekarang ia berubah menjadi melankolis. Dia tidak menangis, sakit hati yang paling mendalam adalah tidak mengeluarkan air mata sama sekali. Suasana dihari itu menjadi sangat berbeda dihari-hari sebelumnya. Untuk ukuran orang yang sedang patah hati, diputusin secara sepihak adalah suatu ketidakadilan dalam menjalani hubungan pacaran.         Keesokan harinya, semua terasa berbeda di sekolah. Alvin yang dulunya sering kali bercanda di dalam kelas bersama kedua temannya itu, sekarang menjadi pendiam. Jovan dan Moreo pun mulai sering mengajak ngobrol temannya tersebut, karena mereka takut kalau Alvin tiba-tiba kesurupan belalang sembah. Alvin sudah berusaha untuk tidak mengingat Serra di dalam kepalanya, tetapi hal tersebut sangat sulit untuk dilakukan. Semakin dia berusaha untuk melupakan, justru ia malah semakin jatuh kedalam patah hatinya tersebut.     “Munk, bentar lagi Ujian Nasional, mending fokus kesitu dulu aja,” saran Moreo kepada temannya tersebut yang sedang terdiam di mejanya.     “Iya,” jawab Alvin singkat, sambil melihat kearah jendela luar kelas, seolah sedang memperhatikan seseorang.     Moreo dan Jovan pun melirik ke arah jendela luar kelas dan melihat bahwa ada Serra disana.     “Yeh, masih aja diliatin Munk,” kata Jovan.     Tiba-tiba anak kelas masuk dan berlarian seperti sedang dikejar anjing kampung. Yang ternyata walikelas masuk kedalam kelas tersebut. Jovan dan Moreo pun Kembali ke tempat duduknya masing-masing.     “Kasih tau dong kalo ada guru, kampret lu chipmunk,” kata Jovan yang sedikit kesal karena Alvin hanya diam saja, dan tidak memberitahu kepada Jovan bahwa Pak Noval sedang berjalan menuju kelas. Padahal Jovan sedang duduk diatas meja. Alvin hanya tersenyum kecil saja, melihat tingkah temannya yang bodoh itu. Padahal tadi ia melihat jendela, masa bisa gakeliatan Pak Noval sedang berjalan menuju kelas.     “Oke anak-anak hari ini akan ada presentasi dari kaka alumni kalian, mereka akan menjelaskan dan memaparkan kampus yang sedang mereka tempati sekarang ini,” pak Noval langsung saja membuka pembicaraan dan menjelaskan panjang lebar apa saja yang akan dipaparkan oleh kaka-kaka alumni SMA Harapan Kita, ia menyuruh semua murid untuk menyimak penjelasan dari kaka alumni tersebut dan berharap semoga ada murid-murid yang bisa masuk ke perguruan tinggi negeri. Ia lalu meninggalkan kelas dan pergi ke ruang guru.     Ketika sudah kelas 3 SMA, memang sekolah sering kali mengundang para alumni yang sedang berkuliah di perguruan tinggi negeri untuk mempresentasikan kampus mereka serta memberikan motivasi kepada adik-adiknya supaya bisa masuk ke perguruan tinggi negeri. Terkadang ada juga beberapa alumni yang berkuliah di perguruan tinggi swasta untuk datang ke sekolah dan mempresentasikan kampus mereka serta memberikan cara supaya bisa mendapatkan beasiswa di kampus swasta tersebut.     Semua siswa kelas  IPS 2 sangat senang Ketika ada pemaparan seperti ini, Sebagian dari mereka ada yang senang karena mendapatkan insight baru serta motivasi untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit, sedangkan sebagiannya lagi merasa senang karena jam pelajaran terpotong. Apalagi hari ini ada pelajaran matematika.     “Seneng banget gua, MTK gada. Gua belom ngerjain tugas soalnya,” ucap Jovan.     “Gimana mau masuk negeri, kalau lu semua aja pada males ngerjain tugas,” ucap Alvin kepada kedua berhala tersebut.     “Emang lu ngerjain Munk?” tanya Jovan penasaran.     “Ngerjain,” jawab Alvin sambil mengeluarkan buku matematikanya. Moreo dan Jovan pun melihat buku tersebut dan menarik napas nya dalam-dalam.     “Kalo nulis pertanyaannya doang mah gua, juga udah kali,” kata Jovan terlihat kesal dengan tingkah Alvin. Alvin hanya tertawa kecil saja melihat temannya ketipu dua kali olehnya.     Berbeda dengan kedua makhluk tersebut, Moreo fokus mendengarkan apa yang dipaparkan oleh kaka alumninya. Ia ingin sekali masuk ke perguruan tinggi negeri, walaupun sering bercanda di dalam kelas, ia termasuk orang yang rajin belajar ketika di rumah. Jurusan impian Moreo adalah DKV atau Desain Komunikasi Visual. Untuk urusan menggambar Moreo memang ahlihnya. Dia ingin menjadi art director. Sedangkan Jovan, walaupun dia terkenal dengan kekonyolannya, ia memiliki bakat dalam membaca puisi serta membuat puisi. Cita-cita dia adalah menjadi penulis dan ia ingin sekali masuk ke jurusan sastra Indonesia. Alvin sendiri sangat ingin mengikuti jejak ayahnya yang merupakan seorang Public Relations di perusahaan ternama, teman-temannya juga menyarankan dia untuk memilih jurusan komunikasi. Begitulah ketiga sahabat tersebut, walaupun belajarnya malas-malasan tetapi impiannya tinggi.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD