Hos..hoss
Napas Sean tersengal-sengal, ia melihat sekelilingnya yang kosong melompong hanya ada Gilang yang sedang mendengar musik di depan balkon. Sedangkan yang lainnya entah ke mana, Gilang melihat Sean yang seperti orang terkejut melihat sekitarnya.
“Lo napa? Mimpi buruk?” tanya Gilang seraya menyuapi sebuah kacang ke mulutnya. Sean tak menjawab pertanyaan itu kemudian berdiri dari posisi tidurnya, ia benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini dan ia tak bisa membedakan antara mimpi atau kenyataan.
Sean langsung turun ke lantai 1 untuk melihat teman-temannya dan menanyakan perihal Klara yang ia temui di dunia game.
“Ale, sini deh!” ucap Sean seraya menghampiri Alefukka yang sedang duduk di bagian pakaian. Alefukka menghentikan aktivitasnya kemudian melihat ke arah Sean yang menghampirinya dengan tergesa-gesa.
“Ada apa? Lo udah bangun?” tanya Alefukka dengan senyuman tipisnya. Sean mengangguk pelan kemudian menghela napasnya kasar.
“Ah gini sebenernya gue mau tanya, apa gue pernah temuin Klara di dunia game ini? Apa gue pernah bilang sesuatu perihal Klara???” tanya Sean memastikan bahwa itu bukanlah sebuah mimpi.
Alefukka melihat Sean dengan wajah bingung pasalnya Sean tak pernah berbicara perihal Klara yang berada di dunia game.
“Lo kayaknya baru aja mimpi deh, Klara itu udah meninggal ya kali dia ada di sini,” kata Alefukka yang tertawa kecil sambil menggeleng.
Sean menghembuskan napasnya pelan, rasanya itu seperti nyata sekali, ia melihat Klara dan mengikuti Klara dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Klara masuk dengan Andrew di sebuah rumah mewah yang ia duga sebagai pusat kontrol game tersebut.
“Emangnya ada apa lo kok tiba-tiba nanya gitu?” tanya Alefukka merasa sedikit heran dengan perubahan sikap Sean yang begitu cepat. Sean menggeleng pelan, itu adalah mimpi yang tak mempunyai arti rasanya akan sangat lucu jika menceritakan mimpinya pada Alefukka.
“Gapapa,” ucap Sean kemudian meninggalkan Alefukka yang langsung melanjutkan mencari pakaian di tempat itu. Beberapa hari ini mereka sering kali tidak berganti pakaian karena sibuk dengan misi.
Sean menunduk lesu mendengar pernyataan Alefukka bahwa dirinya bermimpi, namun bagaimana pun juga ia harus mencari tahu itu sendiri. Ia juga harus menyelidiki tempat apa yang berada di mimpinya tersebut. Rasanya rumah itu tak asing bagi Sean.
Dengan cepat Sean langsung mempersiapkan alat-alat s*****a untuk ia bawa dalam penyelidikan itu, Gilang yang melihat Sean mengambil s*****a dari dalam ruang istirahat pun langsung menghampiri Sean untuk menanyakan keperluan pemuda itu membawa s*****a padahal ini sedang tidak ada misi dan zombie yang menerobos.
“Sean! Lo ngapain bawa s*****a ke luar? Apa ada keadaan darurat?” tanya Gilang yang sudah bersiap-siap untuk melawan para zombie yang masuk ke wilayah mereka.
“Gak ada, gue harus urus urusan gue dulu. Nanti gue kabarin lagi,” ucap Sean kemudian pergi dari hadapan Gilang dengan penuh rasa penasaran akhirnya Gilang diam-diam mengikuti Sean keluar dari pintu belakang supermarket tersebut.
Sebenarnya ia ingin ikut dengan Sean, namun ia tahu bahwa Sean tak akan mengizinkannya ikut campur ke dalam urusannya.
“Ada yang aneh sama Sean, dia ngapain coba ke arah utara? Mana gue gak bawa handytalk lagi untuk menghubungi yang lain, semoga saja dia nggak macem-macem,” gumam Gilang dengan pelan melangkah mengikuti Sean dari belakang.
Mata Gilang terbelalak ketika sudah cukup jauh mereka berjalan akhirnya ia melihat sebuah rumah mewah dengan pagar listrik dan penjagaan yang ketat membuat dirinya bingung mengapa Sean ke tempat tersebut.
Gilang melihat Sean yang mengendap-ngendap layaknya maling yang bersiap untuk merampok rumah mangsanya. Sebenarnya Gilang ingin menanyakan langsung, namun ia menahan mulutnya agar tak bertanya diwaktu yang tidak tepat seperti ini lagi pula jika ketahuan ia mengikuti Sean pasti Sean langsung memarahinya.
“s**l! Penjagaannya ketat banget, untuk masuk ke sana kayaknya susah,” ucap Sean pelan sambil melihat situasi yang sangat sepi itu.
Sean yang tak berani pun langsung memutuskan untuk menaruh sebuah kamera CCTV di tempat terpenting yang benar-benar mengarah pada rumah tersebut.
Selepas Sean menaruh kamera kecil untuk mengintai pun ia langsung pergi dari tempat itu, ia hanya akan mengontrol langsung dari ponselnya.
Gilang menahan tangan Sean saat ia ingin kembali ke supermarket tersebut. Sean benar-benar terkejut ketika melihat Gilang bersamanya sedari tadi. Sebenarnya ini bukanlah sebuah hal yang harus dirahasiakan dan ia juga berniat untuk mengatakan soal ini pada teman-temannya.
“Lo ngapain di sini? Kalau ketahuan kita bisa tamat riwayat!” ucap Sean yang langsung menarik Gilang ke dalam semak belukar yang kebetulan rindang di dekat tempat tersebut.
“Lo sendiri ngapain ke sini tanpa kasih tahu yang lainnya?” tanya Gilang yang berhati-hati berbicara pada Sean karena takut saja jika Sean berubah menjadi jahat dan membuat dirinya harus melawan Sean sendirian.
“Gue gak bisa jelasin di sini, kita harus kembali ke supermarket,” kata Sean seraya mengintip keadaan sekitarnya dan menyeret Gilang agar cepat mengikutinya.
Akhirnya mereka berdua pun cepat-cepat kembali ke supermarket dan menutup semua rolling door otomatis membuat yang berada di dalam bertanya-tanya dengan sikap Sean yang terlihat terburu-buru.
“Kalian kenapa sih kok kayak aneh banget?” tanya Stefan yang tampak baru bangun dari tidurnya. Napas mereka tersengal-sengal seperti orang yang baru saja dikejar oleh zombie.
Gilang menggeleng pelan kemudian melihat ke arah Sean seolah meminta penjelasan atas apa yang baru saja dilakukan oleh Sean seorang diri tanpa sepengetahuan mereka. Sean melirik Gilang kemudian menghela napasnya pelan, ia harus mengakui mimpinya.
“Ok, ini mungkin sangat kekanakan. Tapi, tadi gue mimpi kalau Klara datang ke sini saat gue berniat mau bunuh diri dengan menyerahkan nyawa gue ke zombie-zombie itu dia nahan gue terus suruh gue ikutin dia ke arah utara dari supermarket ini. Namun, saat gue ikutin gue ketemu rumah besar sekali dengan pagar listrik di sekeliling rumah itu dan gue menduga kalau itu adalah pusat kontrol game ini yang sebenarnya,” kata Sean menatap semua teman-temannya dengan serius.
Namun, mereka yang mendengarkan ucapan Sean mulai tertawa terbahak-bahak hanya Alefukka yang tak menertawakan mimpi yang bisa terbilang kekanakan itu.
“Coba sini gue lihat rumahnya seperti apa?” tanya Alefukka, Sean menyodorkan ponselnya yang berada tangan kanannya untuk mereka lihat. Benar saja ketika mereka semua melihat rumah tersebut mereka langsung terdiam.
“Kalau benar ini memang pusat kontrolnya, maka kita hanya memikirkan bagaimana menyerang pusat kontrol itu kan?” tanya Fendi yang sedang berpikir keras, mereka mengangguk membenarkan ucapan Fendi.