Kembali

1039 Words
Rasanya berdiam diri saat ini menjadi sebuah mantra untuk mendamaikan hati yang sedang penuh amarah dan kekesalan yang tak bisa diungkapkan. Tak ada satu pun orang yang berbicara di ruangan tersebut membuat suasana begitu hening dan tak mengenakkan. “Lo orang yakin mau diem doang kayak gini? Kalau kalian diem aja makin membuat kita lama loh terperangkap di sini,” kata Gilang yang merasa ketiga temannya sudah tak ada yang sehat secara mental. Darren melihat Gilang kemudian memutar matanya malas, ia sudah kesal dengan semuanya. Mulai dari Sean yang mengambil PC sembarangan dan membuat mereka harus terhisap ke dunia game dan lagi sekarang mereka tak mempunyai solusi yang sekiranya bisa membebaskan mereka. “Gue mah gak diem, gue udah kasih solusi tapi kalau selalu ditolak apa daya? Gue Cuma nunggu aja ide bagus dari kalian, males banget harus mikir lagi,” kata Sean dengan nada kesal. Mereka bertiga saling pandang kemudian menghela napasnya pelan. “Siapa sih yang nolak kalau lo kasih solusi yang bener? Apa gue salah kalau mementingkan mental kita?” tanya Alefukka yang merasa kesal dengan nada bicara Sean yang seolah-oleh menyudutkannya. Sean melirik Alefukka sebentar sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia sebenarnya tidak ingin berdebat dengan Alefukka. Namun, lama-lama kesal juga dalam keadaan seperti ini harus berdebat. “Ya, makanya gue bilang gue males nyari solusi lagi. Sekarang lo orang aja yang pake otak mikirin gimana kita keluar dari sini dari pada gue yang mikir nanti salah lagi, nanti solusi gue gak keren lagi,” ujar Sean yang sudah merasa muak dengan mereka semua. Darren dan Gilang tak menghiraukan diskusi mereka subuh itu dan lebih memilih untuk beristirahat untuk mengembalikan energi mereka yang sudah banyak terkuras selama di game survival. Sampai pagi, Sean tak juga terlelap bahkan saat teman-temannya sudah bangun ia masih terjaga membuat Alefukka tak enak dengan sikap Sean yang seperti itu. Pagi ini Sean juga lebih memilih untuk berjalan pagi menyegarkan pikirannya yang kusut dan otaknya yang menginginkan istirahat. “Menurut lo gimana? Apa ide Sean bagus?” tanya Alefukka yang merasa bersalah karena telah menolak saran dari Sean. Darren dan Gilang saling pandang kemudian mengangkat kedua bahunya tanda mereka tak tahu itu ide bagus atau tidak. Alefukka memijat keningnya pelan pusing dengan keadaan apalagi Gilang dan Darren yang ogah membantu memikirkan solusinya dan memilih untuk menjawab tidak tahu dari pada mencari tahu. “Tapi menurut gue ada benernya si Sean, akan lebih baik kalau kita ikutin aja sarannya dia. Memang sih pasti mental kita yang kena, tapi kayaknya dia bakal tanggung jawab kalau kita jadi kena mental,” kata Darren yang memikirkan semua solusi dari Sean. Gilang menepuk dahinya pelan, bagaimana bisa Darren berpikir sederhana seperti itu? Padahal ini bukanlah sesuatu yang sederhana untuk diasal bicarakan. “Ren, coba lo pikir baik-baik deh. Ok gue tahu kalau si Sean adalah orang kaya dan dia juga sahabat kita pastilah dia tanggung jawab dengan keadaan mental kita sepulangnya kita nanti ke dunia nyata, tapi apa lo mikir apa dengan uang dan perawatan mental kita akan balik seperti semula?” tanya Gilang yang setuju dengan ucapan Alefukka. Gilang merasa jika mentalnya kena nanti pastilah susah untuk disembuhkan walaupun Sean membayar mahal juga untuk terapi. Alefukka mengangguk membenarkan, walaupun Sean adalah ketua tim, namun bukan berarti mereka terus menuruti kemauan Sean tanpa memikirkan dan mempertimbangkan langkah yang dikasih tahu oleh Sean. “Ya, tapi bener kata Sean apa kita mempunyai satu solusi yang cemerlang melebihi solusi dia? Kalau kita mau menemukan kucing ya kita harus pancing dengan ikan, kalau kita ingin pancing kanibal ya kita harus menemukan daging manusia. Caranya gimana? Ya kita harus membunuh dan memutilasi seseorang, kan logikanya gitu, apa gue salah?” tanya Darren yang melihat wajah Alefukka dan Gilang yang tercengang karena mendengar penjelasan Darren. “Gue jadi curiga kalau lo adalah kanibalnya makanya lo gak takut kalau mau mutilasi manusia karena lo anggep itu daging ayam,” ucap Gilang pelan sambil menjauhi Darren. Darren berdiri kemudian tertawa keras dan mencoba menakuti Gilang yang sudah mulai parno dengan dirinya. Alefukka hanya bisa menggeleng pelan, mereka sedang berdiskusi, namun bagi dua orang  yang sering bertengkar ini malah seperti sedang bermain tebak-tebakan dan membuat mereka bisa bermain-main tak serius seperti ini. “Iya gue kanibal, kenapa? Lo mau gue makan hah?” tanya Darren yang menantang Gilang. Akhirnya Gilang pun yang merasa takut keluar dari kost tersebut mencari-cari Sean untuk memberitahu hal ini padanya. “Dia kenapa sih? Percaya gitu kalau gue kanibal?” tanya Gilang yang merasa aneh dengan Gilang. Alefukka mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu. Gilang itu yang paling muda diantara mereka membuat mereka senang sekali mengusilinya. Dengan tergopoh-gopoh Gilang berlarian mencari Sean yang ia rasa belum jauh dari kostnya. Namun, Gilang merasa aneh dengan jalanan yang sangat sepi pagi ini karena biasanya area kostan Sean begitu hiruk-pikuk sampai ia terkadang sebal dengan suara kendaraan, akan tetapi sekarang menjadi begitu sepi. “G-Gue kayaknya lebih baik balik aja deh, auranya gak enak banget,” kata Gilang yang memegangi tengkuknya, ia merasa bahwa area itu semakin aneh dan membuat dirinya merinding. “Gilang!” teriak Sean yang ngos-ngosan berlari menghampirinya, seolah tak ada kesempatan untuk bernapas, ia memegangi bahu Gilang membuat Gilang semakin panik dengan itu semua. “Bilang ada apaa? Jangan bikin gue panik gini!” seru Gilang yang tampak belum sadar apa yang sedang terjadi di area tersebut. Tak perlu banyak bicara, Sean langsung menarik Gilang untuk kembali ke dalam kostannya. “Guys! Semua penghuni berubah jadi zombie, kita harus kabur dari sini!” teriak Sean yang merasa panik dengan keadaan ini. Alefukka dan Gilang yang merasa terkejut pun langsung mengambil beberapa s*****a dan membagikannya pada masing-masing dari mereka. Mereka pun langsung mencari sebuah mobil yang kiranya bisa membawa mereka ke tempat yang jauh dari lingkungan zombie tersebut. Tanpa banyak bicara, Sean mengambil kunci mobil ibu kost yang ia tahu persis letak mereka menaruh kunci mobil. “Lo hapal bener letak kunci ibu kost?” tanya Gilang yang masih sempat-sempatnya merasa heran persoalan kunci. “Yang penting selamat dulu!” seru Sean kemudian menyuruh mereka untuk segera masuk. Di pertigaan dekat kostnya terlihat banyak sekali zombie yang membuat bulu kuduk mereka berdiri. Dengan sekali tancapan gas, mobil yang ditumpangi mereka melaju dengan kecepatan kilat menabrak semua zombie tersebut.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD