Sepanjang malam Gilang tak bisa tidur karena memikirkan kesalahannya dengan Sean. Namun, ini bukan hanya masalah persahabatan akan tetapi masalah masa depannya yang terancam karena terkurung lama di dunia game ini.
Gilang bangun dari posisi tidurnya melihat Sean dan ketiga temannya yang tampak sudah terlelap. Berkali-kali ia menghela napasnya kasar sebelum ia benar-benar keluar dari ruangan tersebut.
“Gue gak bisa gini terus, gue harus bujuk Andrew untuk melepaskan gue, gue gak mau kalau sampai masa depan gue suram hanya karena kesalahan Sean,” kata Gilang kemudian keluar dari rumah tersebut.
Gilang melihat keluar yang sangat sepi tak ada siapa pun di sana selain dirinya.
“Gue harus cari Andrew ke mana ya?” tanya Gilang yang merasa bingung, namun saat ia ingin melangkahkan kakinya ada seseorang yang menahannya.
"Jangan pergi, bagaimana pun kita, kita tetaplah sahabat. Kalau lo ke Andrew memangnya lo tahu apa yang dipikirkan Andrew? Jangan sampai karena lo frustasi jadi memperlihatkan kelemahan lo ke hadapan lawan,” kata Darren yang menatap Gilang dengan tajam.
Gilang melepaskan tangan Darren dari bahunya dengan kasar.
“Gue gak mau masa depan gue suram ya karena kesalahan Sean, bahkan gue lebih rela kalau harus ngemis ke lawan untuk membebaskan gue dari pada bersahabat, tapi malah menyesatkan,” kata Gilang dengan penuh amarah.
Darren melihat Gilang dengan tatapan yang seolah ingin membunuhnya.
“Terus apa? Ya udah kalau lo mau ngemis ke lawan, tapi persahabatan kita sampai sini aja gue gak mau punya sahabat penghianat! Jangan pernah ngadu ke kita kalau lo Cuma dimanfaatin sama Andrew!” kata Darren sebelum kembali ke rumah tersebut.
Ucapan Darren tentu saja membuat dirinya syok, walaupun ia sering bertengkar dengan Darren namun bukan berarti dirinya ingin menjalankan permusuhan antara dirinya dan Darren.
Tangan Gilang mengepal kuat kemudian pergi mencari Andrew, bagaimana pun juga ia tetap butuh yang namanya jalan keluar bukan hanya menjalani misi yang tak pasti tujuannya. Selama ini Gilang tak pernah yakin bahwa dengan cara menjalankan misi maka mereka dengan mudah keluar dari tempat itu.
“Gue akan berusaha sendiri! Gue akan mengeluarkan kalian," kata Gilang dengan tekad yang kuat ia berjalan menyusuri jalan yang lumayan gelap, untung saja ia selalu membawa senter di kantong celananya.
Gilang melihat sesuatu yang berada di ujung lokasi tersebut, dengan cepat ia mematikan senternya agar cahaya itu tak membuat orang yang sedang berjongkok di semak-semak tersebut curiga dengan kedatangannya.
Langkah demi langkah Gilang telusuri dengan sangat hati-hati. Ia kemudian memilih untuk mengumpat di semak-semak yang dekat sekali dengan orang itu, ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana kemudian merekam orang itu yang sedang mengorek sesuatu dari dalam tanah.
“Selamat datang di game survival. Halo, para pemain hebat selamat karena telah berhasil melewati misi ke 6, maka untuk misi ke 7 ini adalah melawan sahabat! Semoga harimu menyenangkan”
Mendengar pengumuman itu tentu saja membuat Sean, Darren dan Alefukka bingung karena mereka diharuskan melawan sahabat mereka sendiri.
“Apa ada maksud lain dibalik kata ‘sahabat?’ gue gak terlalu yakin kalau kita disuruh lawan sahabat beneran,” kata Sean yang sedang sibuk memutar otaknya memikirkan apa maksud dari pengumuman tersebut.
Darren melihat ke arah kasur di mana tadi Gilang tidur, pemuda itu tahu pada akhirnya Gilang yang harus mereka lawan.
“Gilang. Gilang yang harus kita lawan, tapi gue gak akan biarin game ini membuat persahabatan kita hancur gitu aja,” kata Darren yang merasa kesal dengan kenyataan bahwa mereka harus melawan sahabat mereka sendiri.
Sean dan Alefukka saling pandang tidak tahu apa yang dimaksud Darren.
Namun, saat baru saja Alefukka ingin menanyakan maksud Darren, mereka mendengar sebuah teriakan yang lumayan jauh dari tempat itu.
“I-itu kayak suara Gilang?” tanya Darren yang tiba-tiba panik karena ia yang nomor satu mendengar teriakan tersebut.
Sean dan Alefukka yang baru sadar kalau Gilang tak di rumah itu pun langsung terkejut. Mereka akhirnya keluar dari rumah mencari sumber suara teriakan tersebut.
“Arah utara!” seru Sean yang menemukan sumber suara tersebut. Suara sayup-sayup orang bertengkar masih sangat terdengar ketika mereka sampai di depan Gilang yang sedang adu jotos dengan Fendi.
“Gilang udah Lang!” seru Darren sambil menarik Gilang memisahkan perkelahian tersebut, begitu juga Alefukka dan Sean yang menjadi penengah diantara sengitnya perkelahian itu.
Ini adalah pertama kalinya mereka melihat Gilang mengamuk separah itu, walaupun Gilang sangat emosional, namun ia sangat jarang mengamuk seperti ini bahkan tidak pernah.
“Dasar iblis terkutuk!” teriak Gilang yang masih bernapsu melihat Fendi yang sudah terkapar lemas di tanah dengan darah dan lebam yang berada di wajahnya.
“Ini ada apa sih sebenernya?” tanya Sean yang merasa bingung dengan perkelahian antara Gilang dan Fendi.
Sean tahu betul bahwa Gilang tak akan ngamuk jika masalah itu benar-benar tak mengganggunya. Namun, jika sudah seperti ini pastilah ada alasan dibalik itu semua.
“Si kunyuk ini, dia yang nyetel dunia game ini! Asal lo tahu selama ini yang ngumumin hal-hal aneh ke kita yaitu Si kunyuk ini! Kita dibikin gila sama dia!” kata Gilang yang sudah merasa emosi dengan semua ini. Mereka sudah setengah mati bertahan hidup, kalau saja mereka tahu bahwa dalang dibalik ini semua adalah Fendi mungkin sudah dari lama Gilang menghancurkan hidup Fendi.
“L-lo salah sangka!” ucap Fendi pelan karena sudah merasa lemas, bahkan untuk bangun saja rasanya sulit seluruh tubuhnya sangat sakit akibat gebukan Gilang yang tak pakai ampun.
"Oh, jadi sekarang lo mau nyangkal hah? Gila lo ya? Kita hampir aja mati di sini karena lo! Dasar iblis!” teriak Gilang yang hendak memukul Fendi lagi.
Untung saja Sean dan Darren cepat-cepat memegangi tubuh Gilang yang sudah hampir lepas kontrol lagi.
“Gue gak sangka sama lo, Fen. Apa sih yang lo mau dari gue? Kalau Cuma terkenal, gue bisa bikin lo terkenal kalau mau tapi gak gini caranya, kita bisa bicarain baik-baik!” kata Sean yang merasa kesal dengan Fendi yang selalu mengikuti dan menerornya hanya karena dasar iri hati.
Fendi menggeleng pelan, namun bagaimana pun ia tidak bisa menjelaskan dalam keadaan seperti ini.
Sementara di sisi lain ada sepasang mata yang terlihat kesal karena Fendi ketahuan dan terbongkar kedoknya, untung saja kotak yang seharusnya dirahasiakan tak ditemui oleh keempat berandal itu.
“s**l, mereka harus segera musnah. Semoga saja mereka cepat pergi dari sana supaya gue bisa lebih leluasa,” gumamnya dengan sedikit kesal sambil memperhatikan kelima orang itu dari kejauhan.