Kebencian Fendi Saat SMA

1035 Words
Mendengar semua uneg-uneg Fendi membuat Sean sadar bahwa turnamen game saat SMA membuat Fendi memendam kebencian padanya sampai sekarang. Rasa iri dan ketidakadilan sekolah membuat Fendi harus mengambil jalan seperti ini. “Untuk turnamen game, ya namanya sekolah pasti memajukan anak yang lebih potensial dari pada yang kemungkinan menangnya sedikit. Lo jago, tapi mungkin lo terlalu fokus sama yang namanya ‘menang’ sehingga lo mengabaikan bahwa apapun itu harus dilakukan dari hati bukan Cuma terobsesi untuk menjadi nomor 1,” kata Sean dengan santai. Setelah mengetahui Fendi membencinya hanya karena game membuat Sean tidak habis pikir dengan pemuda yang tampaknya senang sekali dipuji banyak orang hanya karena menang game. “Heh! Gue gak butuh kata bijak lo, yang gue mau adalah lo mati dan gue mau dunia game melupakan bahwa ada juara seperti lo. Gue harus berada diposisi lo, paham?” ujar Fendi dengan kesal kemudian mendorong Sean hingga terjatuh di aspal. Darren, Alefukka dan Gilang membantu Sean dengan wajah kesal, namun mereka tidak akan menyerang Fendi karena Sean tidak menyuruh mereka bahkan melarang untuk memberikan efek jera pada Fendi. “Apa? Bukannya lo mau gue mati? Sekarang tembak aja gue biar lo puas dan bisa jadi yang nomor 1 di dalam dunia game, gue gak masalah,” kata Sean menantang, Alefukka memukul lengan Sean pelan memberi kode agar tak menantang Fendi dan membuat mereka bertengkar lagi. Fendi melihat Sean yang masih dalam posisi duduk di aspal kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Lo harus tetap hidup biar ngebuktiin kalau gue juga bisa menang di game ini dan lebih hebat dari pada lo. Gue akan ngebuktiin bahwa Fendi juga bisa meraih semua yang Sean pernah raih,” kata Fendi dengan tegas Mendengar itu Sean berdiri sambil membersihkan pakaiannya, kemudian tersenyum kecil dan menatap Fendi. “Untuk game lain mungkin lo bisa ngalahin gue, tapi berhubung game ini menyangkut ketiga sahabat gue, gue gak akan mau ngalah sama lo. Battle kita gak tepat dan akan lebih baik kalau kita bekerja sama untuk keluar dari game ini,” kata Sean yang memberikan solusi pada Fendi agar berpikir lebih jernih. Fendi menggeleng cepat, ia bahkan tak berminat untuk keluar dari game ini sebelum Sean kalah dan ia lihat itu dengan mata kepalanya sendiri. Sikap Fendi yang seperti ini kadang membuat dirinya kesulitan juga. “Lo akan tinggal di dunia game sendirian tanpa siapa pun yang bisa memuji lo, lo akan dilupakan banyak orang termasuk guru dan dosen di kampus, lo akan jadi orang paling menyedihkan di dunia ini. Gue janji akan membawa lo ke alam kubur, tanpa lo sadari,” kata Fendi kemudian beranjak dari tempat tersebut diikuti oleh Andrew dan Stefan. Aleffukka, Darren dan Gilang melihat kepergian geng tersebut yang tampaknya sudah dendam dengan Sean hanya karena hal kecil. Bahkan Darren menganggap bahwa sikap yang diambil oleh Fendi terlalu berlebihan hanya karena game. “Udah, udah yuk bubar mumpung zombienya gak ada,” kata Sean dengan wajah gusar, pasalnya ia masih tidak menyangka bahwa Fendi hanya iri karena ia yang dipilih menjadi yang mewakili sekolah di setiap turnamen game padahal dirinya tak pernah mendaftarkan diri hanya saja guru atau teman-temannya semasa SMA selalu merekomendasikan dirinya. Mereka pun akhirnya melanjutkan perjalanan berkeliling kota tersebut bahkan mereka berhenti di sebuah danau yang belum terlihat adanya zombie. Sean memilih untuk mengajak teman-temannya ke pinggiran danau hanya untuk sekadar refreshing menghilangkan jenuh. BUK! Suara sesuatu membuat Sean mengaduh kesakitan karena kakinya baru saja terantuk sesuatu yang sangat keras. Darren melihat sebuah kotak yang baru saja membuat Sean meringis kesakitan, kotak tersebut tidak begitu besar hanya sebuah kotak berukuran sedang yang memperlihatkan sebuah tulisan. ‘Jika kau menemukan kotak ini, maka alur permainan akan berubah otomatis. Permainan di dalam kotak ini bisa merugikanmu dan bisa juga menguntungkanmu, silakan putuskan sebelum benar-benar membuka kotak ini’  Tulisan itu membuat Alefukka, Darren dan Sean berkumpul membaca sebuah peringatan dini yang tertulis di lua kotak tersebut. Mereka saling pandang seolah bingung dengan keputusan yang akan mereka ambil. “Kayaknya kita lebih baik tidak membukanya, di sana tertulis itu bisa merugikan atau pun menguntungkan. Bagaimana kalau ternyata saat kita buka adalah hal yang merugikan?” kata Alefukka dengan wajah ngeri. Sedangkan Darren melihat kotak itu dengan seksama. Walaupun hati kecilnya menyuruh untuk membuka kotak tersebut, namun tetap saja ia masih takut dengan apa yang akan terjadi pasalnya ini bukan hanya melibatkan dirinya tetapi ketiga temannya juga. “Jadi maunya gimana buka atau jangan?” tanya Darren pada ketiga temannya itu dengan serius. Mereka lagi-lagi saling pandang seperti menebak-nebak apa yang akan terjadi jika mereka membukanya. “Buka aja, dengan begini alur permainan berubah dan kita sepertinya tidak akan melakukan 365 misi lagi kan? Walaupun nanti mungkin saja akan merugikan kita, namun kita akan berusaha keras untuk menyelesaikannya,” kata Sean yang menyetujui untuk membuka kotak tersebut. Tidak ada yang bereaksi ketika Sean memutuskan untuk membuka kotak tersebut, mereka masih trauma dengan game buatan Andrew yang sangat membagongkan untuk mereka. Bahkan mereka tak yakin bahwa kotak buatan tersebut akan menguntungkan untuk mereka. “Kayaknya kita harus mempertimbangkan lagi hal ini, gue gak mau zombie belum selesai sekarang malah harus melawan entah apa yang akan keluar dari itu kotak,” kata Alefukka yang bersikeras untuk tidak membukanya karena ia tidak ingin kesulitan menimpa mereka lagi. Dengan terpaksa akhirnya Sean menyimpan kotak tersebut dan membawanya ditas ransel yang sedari awal ia gunakan. Mereka belum bisa memutuskan membukanya atau tidak karena keputusan tersebut berat dan mungkin saja akan memberikan kesulitan untuk mereka di game ini. Akhirnya Sean dan ketiga temannya duduk beristirahat di danau tersebut yang tampak sepi dan nyaman membuat siapapun betah di dalam dunia game walaupun gak senyata saat berada di dunia nyata, namun danau membuat mereka sedikit terhibur. “An, soal Klara gue mau bilang sama lo...” lagi-lagi mulut Alefukka tak dapat melanjutkan kalimatnya karena mendapatkan sorot mata yang penuh amarah di dalam diri Sean. “Tolong hargai gue, bukan karena lo sahabat gue bisa menyampaikan itu semau lo. Mending kita cari solusi untuk keluar dari sini dari pada bahas Klara yang sukanya sama lo, lagian lo udah menang dari gue jadi gak perlu sampaikan sesuatu yang bukan urusan gue,” kata Sean menegaskan agar Alefukka berhenti membahas nama Klara di depan telinganya lagi.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD