Truth or dare? (2)

1093 Words
Suasana di dalam supermarket itu tiba-tiba saja berubah drastis menjadi sangat panas karena masing-masing dari tim menatap satu sama lain dengan tatapan sengit. Mungkin bisa dikatakan hanya Sean dan Alefukka yang tampak masih bisa mengendalikan emosinya untuk tidak terlalu menggebu-gebu dalam permainan tersebut. “Yang berasa pegang kartu nomor 1 langsung aja mulai,” ucap Sean mengingatkan. Mereka tak tahu kartu masing-masing karena kartu itu begitu rahasia. Gilang yang nomor satu sedikit maju ke dalam lingkaran dan membawa senjatanya yang berisi peluru chat. Pemuda itu tampak sedikit gugup kemudian menghadap Darren. Semua melihat Gilang terdiam, seolah ingin mendengar apa yang akan ditanyakan oleh Gilang. “Pilih truth or dare?” tanya Gilang pada Darren. Darren yang belum sadar bahwa dirinya yang ditanya langsung melihat ke kanan dan ke kiri seolah bingung siapa yang dituju Gilang. “Gue?” tanya Darren sambil menunjukkan dirinya sendiri. Gilang mengangguk membenarkan kemudian Darren pun langsung memutuskan untuk memilih truth di mana ia harus menjawab sebuah pertanyaan dari Gilang yang notabenenya adalah seorang musuh yang setiap hari bertengkar. “Ok, karena lo memilih kebenaran jadi gue mau tanya sesuatu. Apa bener lo pernah hamilin Klara sebelum dia meninggal? Dan apa benar Klara meninggal bunuh diri karena depresi lo gak mau tanggung jawab bukan karena dia sakit?” tanya Gilang dengan tatapan tajam. Sudah lama sekali rasanya ia ingin menanyakan ini pada Darren, namun baru kali ini ia mendapatkan kesempatan itu. Darren tertegun mendengarkan pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan Gilang. Baru kali ini ia merasa mati kutu karena sebuah pertanyaan. Mendengar nama Klara dan sakit membuat Sean jadi teringat oleh sahabatnya yang bernama Klara yang pernah satu SMP dengan Darren, Alefukka dan dirinya. Sean langsung berdiri menghampiri Gilang kemudian mengeluarkan sebuah foto dan menunjukkan itu pada Gilang. “Apa maksud lo Klara yang ini?” tanya Sean dengan wajah memerah. Gilang melihat foto itu kemudian mengangguk membenarkan jikalau itu yang dimaksud dirinya. Sean langsung menyimpan foto itu kembali kemudian meninju Darren hingga membuat yang lainnya terkejut karena hal tersebut. “Eh, Sean lepasin Darrennya. Astaga udah kita bisa bahas itu nanti, tahan emosi dulu sampai semuanya selesai,” ucap Alefukka yang langsung memisahkan Sean dan Darren. Tak seperti biasanya, Darren benar-benar tak melawan. Ia hanya menerima semua pukulan dari Sean hingga teman-temannya memisahkan Sean. Bahkan seratus tinju pun tak bisa membuat Darren menggantikan apa yang telah terjadi. Fendi membantu Darren berdiri dari posisi tidurannya. Rasanya semua tak percaya kalau Darren melakukan itu semua. “Jadi, apa jawabannya?” tanya Gilang menyambungkan lagi permainan yang sempat kacau itu. “Iya benar, tapi kalau soal bunuh diri gue gak tahu. Yang gue tahu dia depresi dan sempat gak mau keluar rumah. Gue hamilin dia dan gue harus berpikir jernih untuk tanggung jawab, tapi sepertinya Klara terlalu stres sehingga melakukan hal itu padahal tepat hari dia meninggal gue bener-bener mau tanggung jawab. Bahkan gue udah siapin semuanya,” kata Darren sambil menunduk. Sean kembali murka setelah mengetahui itu semua, rasa benci pada Darren semakin besar. Bahkan Sean tidak pernah berpikir untuk kembali bersahabat dengan Darren setelah kejadian ini. “Gila! Lo cowok gila tau gak? Lo b***t, itu sahabat gue dan Klara juga temen SMP lo. Kenapa lo tega hancurin gadis itu? Dia selalu baik sama siapa pun, tapi kenapa lo gitu?” tanya Sean yang sudah merasa amarahnya meluap-luap saat ini. Senjata itu tak mengeluarkan peluru cat yang artinya Darren benar-benar jujur mengatakan itu. Darren menghela napasnya pelan kemudian menitikkan air matanya. “Saat itu gue khilaf, gue hilang akal. Dan lo tahu kan Klara itu ramah sama semua orang? Gue ajak dia ke kost aja, dia mau-mau aja gak nolak. Sebagai lelaki normal gue pengen banget sama dia waktu itu, gue khilaf,” kata Darren yang berusaha jujur dengan itu semua. Ini adalah waktu yang tepat untuk Darren mengakui semua kesalahannya, namun sekarang ia benar-benar menyesal terlebih lagi setelah Klara meninggal disaat itu juga Darren merasa sangat berdosa. Namun, muka memelas Darren tak mampu membuat Sean iba, ia malah berpikir untuk memusnahkan Darren saja kalau tak Alefukka cegah mungkin Darren sudah tak ada di dunia ini. “Setelah apa yang lo lakuin, gue gak tahu bisa maafin lo atau gak. Sumpah selepas ini gue gak pernah berpikir lo bisa jadi sahabat gue lagi,” kata Sean sambil mengalihkan pandangannya. Kalau saja tidak sedang menjalani misi mungkin ia enggan berada disatu tempat dengan Darren saat ini. Darren melihat Sean dengan tatapan yang penuh penyesalan. “Karena gue mengakui ini semua dengan sadar, maka gue memutuskan untuk keluar dari tim extramers saat ini juga. Tapi, asal lo tahu gue bukan pria b***t yang ninggalin cewek gitu aja, gue berniat tanggung jawab,” kata Darren mengingatkan itu semua pada Sean. Sean terdiam sambil menahan rasa sesak dilubuk hatinya. Klara adalah sahabatnya dari kecil, ia tidak tahu bagaimana menyikapi ini saat ia benar-benar sudah mendengar pengakuan dari Darren. “Udah-udah jadi tugas gue udah selesai ya buat nanya? Kita akan melanjutkan, monggo yang nomor 2 langsung maju aja biar cepet,” kata Gilang yang langsung kembali ke tempatnya semula. Ia sebenarnya tidak enak juga dengan pertanyaan yang ia lontarkan tadi, namun itu semua untuk kebaikan Darren, Gilang tahu bahwa ada banyak sekali yang ingin Darren ungkapkan salah satunya masalah dengan Klara. Darren melihat Gilang dengan ekspresi datar, dari tatapannya itu Alefukka tahu bahwa akan ada perang dingin antara Gilang dan Darren lagi mungkin kali ini lebih serius karena masalah serius juga yang terungkap. Orang yang memegang kertas nomor dua pun langsung, ternyata kali ini Alefukka yang maju dan ia membawa s*****a yang berisi peluru cat itu. Pemuda itu menghadap Gilang kemudian menghembuskan napasnya pelan, sebenarnya tidak banyak yang Alefukka tahu tentang Gilang jadi ia sedikit ragu untuk bertanya bahkan ia berharap bahwa Gilang memilih dare. “Truth or dare?” tanya Alefukka menatap Gilang dengan serius. Gilang sebenarnya ingin sekali memilih dare, namun sepertinya akan sangat membuang waktu karena lawannya kali ini Alefukka ia rasa bahwa akan aman memilih truth. “Truth” “Ok karena lo milih truth, apa sebenarnya yang lo inginkan dari pertanyaan lo tadi yang bisa dibilang sangat privasi? apa alasan lo tanyain itu semua di depan kita?" tanya Alefukka yang akhirnya memilih untuk menanyakan hal tersebut. Gilang mendeham pelan, kemudian melirik Darren sekilas kemudian kembali melihat ke arah Alefukka. “Karena gue tahu ada banyak yang Darren sembunyiin dari kalian salah satunya tentang Klara yang tadi gue tanyain, gue hanya ingin membantu Darren untuk mengungkapkannya karena gue merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk Darren mengungkapkan ini semua,” kata Gilang dengan wajah yang sama sekali tak merasa bersalah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD