Abi masih memperhatikan punggung wanita yang baru saja meninggalkan tempat duduknya, setelah memberikan penolakan secara langsung. “Maaf…” ujar Papa Karin, sebelum ikut beranjak—menyusul sang istri, masuk ke dalam rumah. Abi menghembuskan nafasnya pelan-pelan. Belum berhasil. Niat baiknya untuk langsung meminta seorang putri, pada orang tuanya—mendapat penolakan. Tepukan pada punggung, membuat Abi refleks menoleh. Saka tersenyum tidak enak hati. “Gue minta maaf.” Abi menganggukkan kepala. Meski tidak dipungkiri, rasa nyeri di dalam dadanya—pasti akan terus membekas, entah sampai berapa lama. Penghinaan yang Mama Karin berikan lewat tatapan mata wanita itu—sangat melukai dirinya. Dia memang bukan orang kaya. Dulu—dia pernah merasakan hidup serba mudah. Perekonomian keluarganya di atas r