Part 2. Putus

1249 Words
Siapa sangka kisah indah yang sudah terangkai cukup lama, dan sudah diharapkan bisa segera menapaki jenjang yang lebih sakral itu tiba-tiba harus kandas di tengah jalan. Entah apa rencana Tuhan dibalik kandasnya tiap hubungan yang ia bina. Karin tidak habis pikir, hubungannya dengan Rama yang ia kira baik-baik saja ternyata bobrok di dalamnya. Rama yang ia kira setia ternyata menikamnya dari belakang. Lelaki yang selalu tampil rapi, dengan rambut ber pomade tersisir ke belakang, semerbak wangi parfume seharga jutaan rupiah, yang selalu menampilkan senyum ramah itu ternyata tak lebih hanya buaya darat. Ia yang sudah begitu bodoh tertipu dengan penampilan luar sang mantan kesekian. Karin tidak ingin menghitung, karena dia memang tidak mengingat berapa kali ia berpacaran. Dari yang hanya berumur satu minggu, hingga 2 tahun. Wanita itu masih duduk termenung dengan tatapan kosong. Sudah tidak ada lantunan lagu-lagu romantis menghibur telinganya. Hanya tinggal kerlip lilin, serta semerbak harum kelopak mawar yang masih setia menemani. Tidak ada lagi sosok Rama yang tersenyum kepadanya. Tidak ada lagi dansa yang membubungkan perasaan bahagia. Yang tersisa hanya rasa sesak, dan sakit. Air mata yang terus mengalir satu jam sebelumnya bahkan sudah kering. Meninggalkan jejak di kedua pipi yang sebelumnya tertutup bedak. Satu jam lalu ia masih tersenyum bahagia. Merayakan 2 tahun masa pacaran bersama Rama. Sosok yang dia gadang-gadang akan menjadi persinggahan terakhir setelah lolos dari sensor kedua orang tuanya. Ia mendengus. Bagaimana bisa ia tertipu. Lelaki itu menghamili perempuan lain. Ya Tuhan … Karin sungguh tidak habis pikir. Bagaimana bisa pria yang selalu bertindak lembut, dan menjaga tiap tindak-tanduknya itu ternyata bertindak sejauh dan seliar itu hingga membuat seorang perempuan hamil. Flash back “ Jadi ini perempuan lain itu ?” perempuan dengan perut buncit itu berjalan mendekati Karin dan Rama. Karin menatap bingung ke arah sang wanita, dan Rama bergantian. Wajah Rama yang berubah pasi membuatnya menjauh dari dekapan sang kekasih. Sudut hatinya nyeri seketika. Kedua bahu Rama luruh. Dia tidak bisa lagi menghindar. Dia mencintai Karin. Sungguh. Dia bahkan sudah berencana untuk melamar sang kekasih. Merasa yakin bahwa Karin lah sosok yang tepat mendampinginya. Dia sudah berusaha mencari solusi permasalahannya dengan sosok wanita berperut besar yang sudah berdiri di depannya dengan tatapan menantang. Hangat tubuh Karin tak lagi bisa ia rasakan saat wanita itu melepas rengkuhannya dan berjalan mundur beberapa langkah. Tanpa ia perlu menjelaskan pun sang kekasih sudah bisa menerka apa yang terjadi. “ Karena dia … kamu mau meninggalkanku ? meninggalkan anak kita ?” teriak murka wanita itu dengan jari menunjuk wajah Karin. tubuh Karin bergetar. Lututnya terasa lemas seketika. Meskipun ia sudah bisa menerka apa yang akan terjadi, namun saat kenyataan begitu terpampang jelas di hadapannya, tetap saja hatinya sakit. “ Na … aku bisa jelaskan.” Rama meraih kedua tangan Ina yang memukul-mukul dadanya. Wanita itu mulai menangis. Rama sempat menoleh ke arah Karin yang terlihat begitu syok. Ia menatap sang kekasih dengan rasa malu yang luar biasa. Mencoba meminta maaf melalui tatapan mata, namun Karin mengalihkan pandangan matanya. Sudah jelas Karin tidak akan bisa memaafkan kesalahannya. Harapannya untuk bisa berakhir dengan sang kekasih luntur sudah. “ Kamu … wanita tidak tahu diri. Tega-teganya kamu merebut ayah bayiku.” Ina berteriak keras memaki Karin. “ Dasar w************n !!! tidak bisa kamu mencari lelaki lain ?” “ Hentikan Na !!!” Rama berteriak tak kalah keras. Wanita itu tidak pantas menyalahkan Karin. Karin tidak tahu apa-apa. Karin juga tidak merebutnya dari siapa pun. Dia yang salah. Dia yang salah karena tidak bisa menahan hawa nafsu dan menerima undangan wanita binal sepertinya. “ Dia nggak tahu apa-apa. Gue sudah berhubungan dengannya jauh sebelum lo muncul menggoda gue !!!” geram Rama. Dia tidak terima Ina menyebut Karin sebagai w************n. Sebaliknya, wanita itu lah yang murahan. Rama menoleh ke arah Karin yang sudah terduduk di lantai. Menatap wanita itu penuh rasa bersalah. “ Maaf Karin. Maafkan aku.” Matanya terasa memanas melihat kesakitan Karin. Air mata wanita itu menunjukkan sesakit apa hati Karin melihat kenyataan di hadapannya. Bulir air menetes dari sudut mata Rama. Ia segera menghapusnya, berbalik lalu menarik tangan Ina meninggalkan ruang privat yang seharusnya menjadi saksi ia melamar sang kekasih. Karin hanya bisa menatap punggung tegap Rama hingga menghilang tertelan pintu. Flashback off Karin membersihkan sisa air mata yang sudah mengering. Dia tidak ingin mendapat tatapan memelas dari para pelayan yang mengetahui kejadian memalukan satu jam yang lalu. Meski ia yakin mereka akan tetap menatapnya dengan iba. Ia hela nafas panjang, kemudian mengeluarkannya perlahan-lahan. Ia ulangi beberapa kali sampai bisa mendapatkan kembali ketenangannya. Setelah merasa siap, Karin segera beranjak. Meraih tas kemudian menautkan ke bahu kiri. Ia melangkah perlahan menuju daun pintu yang menghilangkan sosok Rama sebelumnya. Ia buang nafas kasar dari mulut sebelum membuka pintu. Memasang wajah baik-baik saja. Tatapan penuh selidik bisa jelas ia lihat dari beberapa pelayan yang dia lewati. Pasti mereka sudah menjadikan perbincangan seru kejadian yang baru saja Karin alami. Meskipun tidak ada yang mengatakan apa-apa, namun mata mereka cukup bicara banyak. Melangkah menuju pintu keluar, seorang peyalan menghentikan hela kakinya. “ Maaf Bu … itu … um … tagihannya belum di bayar.” Karin hanya bisa menatap sang pelayan dengan mulut terbuka. Wajahnya terasa panas seketika. Malu setengah mati. Pintu keluar hanya tinggal beberapa langkah di depannya, dan dia dihentikan pelayan karena si peselingkuh Rama belum membayar tagihan makan malam romantis mereka. b******k Ram … batin Karin berteriak memaki sang mantan. Ia segera berbalik kemudian berjalan cepat menuju kasir. Ia buka tas untuk mengambil tas kulit prada berwarna coklat. Sengaja menunjukkan bahwa dia bukan ingin melarikan diri karena tidak bisa membayar. Dia bukan orang miskin. Dikeluarkannya kartu debit. Sang kasir menerima uluran kartu debit dengan senyum ramah. Melihat wajah sang pengunjung resto yang memerah, gadis yang berdiri di balik meja kasir itu memilih diam. Ia memutar mesin kartu untuk meminta password kepada si pemilik kartu. Karin segera memasukkan password sehingga sang kasir bisa memproses pembayaran tanpa hambatan. “ Terima kasih sudah datang di resto kami. Semoga malam Ibu menyenangkan.” Ucap sang kasir sembari menyerahkan kembali kartu kredit milik Karin. Ingin rasanya Karin mendengus sekeras mungkin menanggapi doa yang terselip dapam ucapan sang kasir. Sudah pasti itu adalah malam terburuk bagi Karin. Jika bisa Karin bahkan ingin menghapusnya dari ingatan. Pada akhirnya Karin hanya menunduk kecil sebelum berbalik dan benar-benar melangkah keluar resto. Sesampainya di luar resto, Karin menarik nafas panjang. Kepala wanita itu menoleh ke belakang. Sejenak mengamati resto yang baru saja dia tinggalkan. Dalam hati meminta otak untuk mengingat nama resto di belakangnya, dan berjanji tidak akan menginjakkan kaki kembali ke tempat yang memberikan kenangan buruk. Walaupun harus ia akui, makanan yang disajikan resto tersebut sesuai dengan seleranya. Ia mendesah … harga juga sangat sesuai dengan apa yang dia dapat. Seharusnya, malam ini menjadi malam yang spesial untuknya. Tapi ternyata justru menjadi mimpi buruk karena lagi-lagi harus menjadi jomblo untuk kesekian kali. Padahal umurnya sudah sangat matang untuk berumah tangga. Kemana lagi ia harus mencari lelaki single usia diatas 32 tahun. Otaknya berpikir keras. Pria diatas 32 tahun yang single kemungkinan besar adalah duda, atau pria yang tidak tertarik untuk berkomitmen. Lengan Karin terangkat, mengusap peluh yang membasahi dahi. Segera ia ambil ponsel di dalam tas untuk menghubungi taxi langganannya. Sudah cukup dia bersedih. Lupakan semua. Lupakan tentang laki-laki. Ia akan tetap hidup bahagia walaupun tanpa makhluk berhormon testosteron tersebut. Ia sudah lelah jika harus kembali gagal. Sepertinya kepercayaan diri Karin sudah terjun bebas sekarang. Mungkinkah Tuhan tidak men takdirkan nya bertemu the One yang akan mencintainya dan menemaninya hingga maut memisahkan ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD