7. Menggali Informasi

1033 Words
Vena benar-benar tidak habis pikir, kedatangan Rendy yang sudah mirip artis seleb kini semakin menggilakan massa saat diketahui bahwa Rendy bak pangeran tampan dengan seribu kebaikan. Belum pernah mereka menemukan cowok ganteng, yang baiknya kebangetan, ramah lingkungan, dan tidak sombong. Gadis itu terus mengamati cowok di depannya, dari raut wajahnya ia sama sekali tak keberatan dengan semua cewek-cewek di depan, bahkan dengan baik hatinya ia menjawab satu per satu pertanyaan yang diajukan oleh semua cewek di depannya. "Selama ini hidup di mana sih, Ren? Kok gue belom pernah nemu lo di Jakarta?" Pertanyaan pertama muncul dari sosok Rea, pertanyaan yang sebenarnya sedikit tidak logis karena Jakarta segede gini. Rendy tersenyum. "Gue tuh dulunya masih jalan-jalan, melanglang buana mencari pengalaman." "Pernah pacaran nggak, Ren?" Letta bahkan tak segan-segan menanyakan inti dari raut-raut wajah segitu banyaknya yang penasaran. Rendy langsung menolehkan kepalanya dengan cepat. "Belum pernah." Sontak semua mata langsung membulat dengan takjub. Ya, takjub lah, siapa yang enggak takjub mendengar penuturan dari cowok ganteng tapi belum pernah pacaran. Suara di kepala Vena langsung mengajukan penolakan, berteriak keras kalau Rendy adalah salah satu contoh dari spesies buaya darat yang sekarang harus dibasmi. Mendapati keputusan itu dan suara-suara di kepalanya, mendadak ia langsung percaya dan mencoret Rendy dalam daftar orang yang dimintainya bantuan untuk menjadi tameng. Meski terdengar bohongan, namun semua cewek di depan Rendy masih saja tersenyum, merasa mempunyai kesempatan untuk menjadi pacar Rendy, atau sekalian kalau itu cowok tidak mau menjadi pacarnya, mereka bakalan melakukan hal terkeji yang tidak masuk akal. Misal saja, Rendy di gangbang! Ini terlalu ekstrem sih, tapi melihat dari cara cewek-cewek menatapnya dengan keinginan yang sarat, jilatan bibir yang terlihat bahwa mereka ingin mendapatkan Rendy 'lebih' cukup membuat pikiran Vena langsung melayang dengan fantasi yang meliar. Sedikit bersyukur ia tidak percaya dan terpesona dengan Rendy begitu saja, atau mungkin memang benar, kutukan dari Fajar yang membuatnya tidak bisa lekas move on dari cowok itu. Baru saja dibatinnya ucapan itu, mendadak seseorang menjulang tepat di depannya, dengan gayanya yang sangat bossy, cowok itu tersenyum ke arah Vena serta mengedarkan pandangannya membuat seluruh cewek yang sebelumnya menyemut di depan meja depan hilang tak bersisa. Fajar melempar senyum sinis seolah bilang 'Lo- pasti- kalah- lawan-gue!' Sudah berulang kali ia melemparkan tatap sinis itu kepada Rendy, namun tak pernah sekali pun cowok itu terlihat takut. Yang ada justru membuat senyum Rendy semakin lebar saja. Pandangan Rendy membuntuti sosok Fajar sampai ke meja Vena, semua orang tahu bahwa tujuan Fajar datang dan keluar dari ruang kerjanya pastilah persoalan kerjaan dan Vena. Dan memang hanya dua hal itu saja yang berhasil menjadi mantra mumpuni untuk bisa melihat sosok Fajar beranjak dari mejanya. Rendy mengamati semua itu dalam diam, merekamnya dan mengamati bagaimana sosok Fajar memperlakukan Vena. "Makan bareng sama aku yuk." Fajar sudah berulang kali dengan terang-terangan mengajak Vena ngedate, atau sekadar makan siang bareng, dari semenjak Vena masih pacaran dengannya atau pun tidak— tujuannya tetaplah satu mengusir cowok yang berani dekat dengan Vena. Gadis itu mencureng, tak pernah suka dengan kehadiran Fajar yang memaksa. Ia mendekat, tersenyum dan mendesis dengan pelan, "Gue nggak mau makan sama lo." Cowok itu tersenyum geli. Mendapati sosok Vena yang merapatkan tubuh ke arahnya ketika banyak orang yang melihat mereka, apalagi sengaja ia lempar pertanyaan itu dalam intonasi yang tegas, berwibawa, dan membuat semua iri untuk mendengarnya. "Kalo kamu nolak makan siang ini, dijamin sebanyak itu orang di belakang kamu bakalan nyinyir. Nggak ada cewek yang pernah aku ajak makan siang loh selama ini, Ven. Selama kita pacaran sampe putus tetep kamu." Vena memejamkan matanya, membayangkan suara-suara yang berintonasi mengejek, sinis, dan tak suka. "Oke, iya! Untuk sekali ini saja dan sangat terpaksa karena Ita dan Danil udah pergi," balasnya dengan menekan setiap satu per satu kata tanpa membuat telinga orang bisa mendengar. Cowok itu tersenyum, ia menggamit lengan Vena dan mengajak cewek itu pergi, meninggalkan sosok Rendy yang mengamati satu adegan itu dengan prihatin. "Jangan sampe kamu deketin Vena, Ren," bisik Rea di samping Rendy. Cowok itu menoleh lantas mengerutkan dahinya. "Kenapa?" "Ya lo tau sendiri lah, Pak Fajar itu mantannya, tapi masih suka ngejar-ngejar Vena, enggak tau deh mereka putus karena apa, padahal Pak Fajar tuh orangnya baik banget." "Romantis lagi," imbuh Letta. "Hoki banget si Vena bisa jadi pacar cowok itu, liat aja dari pakaiannya sampe sepatunya, semuanya branded. Pastilah Vena yang matre, entah sudah dikasih apa sampe Pak Fajar bisa jinak gitu?" Mendadak senyum-senyum jahil bermunculan, sepakat mereka tertawa dengan satu bisikan yang membuat Rendy melongo. "Pasti service-nya di ranjang oke tuh!" Rendy menoleh, mendengarkan ucapan itu dengan keterdiaman yang membuatnya sedikit banyak mendapat informasi tentang sosok Fajar dan Vena. Ia rela untuk dikerubung massa untuk menuntaskan rasa penasarannya tentang sosok Vena. Hanya itu yang ia bisa! *** Yang ada di hadapan Vena adalah salad buah dan menu sehat yang dipesankan oleh Fajar membuat Vena harus rela menyiksa diri lagi. "Kenapa nggak pesen Indomie aja sih, Jar?" Gadis itu mengaduk-aduk salad di depannya. Fajar menoleh dan menggeleng lagi. Ia menyuapkan sayur ke mulutnya dengan tenang. "Biar sehat." Vena mendecak. "Yang ada gue eneg makan beginian tiap hari." Cowok itu menatap Vena dengan lembut lantas menyorongkan jus jambu ke arah Vena. "Ven, kamu tuh kerja seharian, dari jam delapan sampe menjelang Maghrib, bagus kalo kerjaan lagi baik hati kamu bisa balik duluan, tapi pas enggak? Kerjaan lo menuntut berpikir dengan cerdas, dan butuh tenaga yang fit, bagus ...." Vena menyuapkan satu sendok salad ke mulutnya berharap Fajar bisa berhenti mengoceh dengan berbagai alasan agar Vena bisa menurut dengan ucapannya. "Kamu dengerin aku ngomong nggak?" tanya Fajar dengan satu alis tertarik ke atas. Vena mengangguk. Cowok itu menyuapkan sesendok sayuran dengan irisan daging ke mulut Vena, gadis itu melirikkan matanya dengan heran. "Ada apa nih? Mendadak mau nyuapin gue?" Fajar tertawa. "Harus banget gitu kalo ada apa-apa baru nyuapin kamu?" Gadis itu membuka mulutnya dan menerima suapan Fajar satu demi satu dan menelannya dengan muka paling tersiksa. Biarlah orang melihat mereka romantis namun yang dirasakan oleh Vena jelaslah miris. Tanpa sepengetahuan Vena, Rendy mengamati semua itu. Mengamati sosok Fajar yang sengaja menyuapkan dan beradegan romantis di depannya. "Itu mah bukan romantis, udah mirip majikan yang lagi maksa piaraan buat makan," desisnya tajam. Ia harus mendapatkan Vena! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD