11. Hot News

1723 Words
Ini jelas bentuk ancaman, penyiksaan, dan penindasan yang diluncurkan secara terang-terangan. Tidak peduli apakah korbannya bakal stress, skizofrenia, atau sekalian alter ego saking dahsyatnya ancaman ini diluncurkan. Yang mereka inginkan jelas memang membunuh sang korban secara cepat dan tepat. Ditusuk dengan berbagai macam omongan dan sindiran. Pelakunya seluruh cewek di kantor. Tujuannya satu, agar Vena bisa di depak keluar dari kantor tersebut sebab kelakuannya yang meresahkan cewek sekantor. Kalau bisa malahan, sekalian si Vena itu bisa mengidap skizofrenia, self injury, atau alter ego saking tidak kuatnya dengan beban hidup ini. Berita yang datangnya dari sumber tak terpercaya itu menyebar lantas merebak layaknya virus yang membelah dan berkembang biak, melejit dengan kekuatan tak terhingga. Pagi-pagi sekali Vena harus berlarian sepanjang parkiran sampai masuk ke kantor, melihat bagaimana tatapan orang-orang ke arahnya jelas membuat Vena langsung menelan ludahnya. Tak perlu bertanya apa yang membuat mereka sampai seperti ini, karena jelas sekali semua itu akibat semalam ia dan Rendy kabur dari party berduaan. Berdua! Gila! Vena baru sadar akan ulahnya meski itu sangat terlambat, namun apa dayanya, ia harus siap meski berulang kali mengumpat ia tak sanggup mengalami hal ini kedua kalinya. Bayangan tangan-tangan yang ingin mencekiknya lantas melibasnya sampai tuntas membuat Vena harus berdiam dulu di toilet. Kalau sudah seperti ini siapa yang bakal menolongnya? Mungkin, dulu saat Fajar masih di sini, ia pasti akan diawasi penuh oleh cowok itu, meski tatapan tajam dan pelototan masih ia dapatkan di ruang kerja, setidaknya itu lebih aman daripada harus dicekik rame-rame di kantor dan berakhir tewas. Vena bergidik ngeri. Apa yang harus dilakukannya saat ini agar hidupnya bisa aman dan kembali tentram? Jalan satu-satunya ya, jelas menunggu Rendy berangkat. Dan itu sama saja ia harus menunggu 30 menit untuk menanti agar hidupnya esok bisa kembali bernapas, daripada keluar dari toilet ia akan diserbu oleh kawanan cewek haus belaian yang iri terhadapnya. Tak tahu harus apa, setidaknya ia harus mengirim satu pesan terhadap Rendy terlebih dahulu. Agar cowok itu tahu di mana sekarang ia menempatkan diri dan tidak bisa berkutik di dalam kantor atas ulahnya semalam. Diketiknya dengan cepat satu pesan untuk cowok itu dengan kekesalan dan kepanikan memuncak. Kalo lo baca pesan ini, gue mohon secepatnya dateng ke toilet kantor! Send. *** Pagi-pagi banget, sebuah nomor ponsel yang tidak diketahui namanya, tidak pernah berada dalam kontaknya muncul dan memberikan perintah. Namun, dari caranya ia menuliskan pesan itu, terlihat seperti orang yang sudah putus asa lantas ingin mengakhiri hidupnya saja. Ia yakin seratus persen pesan itu datang dari Vena. Cewek itu pasti tengah menghadapi kekalutan dan ketakutan dalam dirinya atas ancaman dan omongan yang dilancarkan oleh cewek sekantor. Berita itu telah disampaikan oleh Alex lewat sebuah video dimana kerumunan cewek di ruangan mereka berkumpul, berbicara perihal kaburnya Rendy dan Vena yang tiba-tiba dan menjadi hot news kemudian membuat seisi cewek di kantor berpikiran sama. Vena cari gara-gara. Untuk itu, secepatnya Rendy melesat ke kantor, demi Vena yang saat ini telah menanggung bebannya, menjadi objek utama kebencian orang sekitar jelas bikin dia makin stress, belum usai masalah Fajar, Rendy secara tidak langsung mengajak Vena untuk menjadikannya tameng. Membiarkan gadis itu berada dalam lingkupnya jelas salah, namun, Rendy tak bisa menahan luapan bahagianya ketika bertemu Vena kembali. Sampai di kantor, ruang yang dicari Rendy jelas toilet. Satu toilet dengan pintu tertutup dan suara kran air yang dibuka, Rendy ragu untuk mengetuknya. Dengan nekatnya cowok itu mengetuk pelan pintu di depannya dan berharap yang muncul adalah Vena. Dua kali ketukan, kran air di dalam dimatikan, lantas suara kunci yang terbuka disusul longokan kepala mungil. Melihat sosok Rendy ada di sana Vena langsung membulatkan matanya. "Gila lo ya! berangkat mepet jam segini," omelnya langsung. Rendy cuma bisa terkikik dan mengulurkan tangannya. "Lo kenapa di sini sendirian mungil? Nggak takut ntar diganggu jin kamar mandi?" tanyanya dengan lembut, namun geli. Cowok itu membelai kepala Vena lembut, sangat lembut sampai gadis itu cuma bisa menundukkan wajahnya yang imut itu. "Lima menit lo telat ke sini, gue mungkin udah ditemukan gantung diri di toilet ini deh," jawab Vena ngaco. Masih dalam belaian Rendy, cowok itu langsung menoyor kepala Vena. "Kalo ngomong dijaga dooong, semalem gue yang udah ngajak kabur. Jadi, gue harus tanggung jawab buat jagain lo." Vena tersenyum tipis. "Gue berasa cewek MBA yang lagi ketakutan gara-gara kepergok hamil duluan," ucapnya makin ngelantur. Rendy malah ngakak mendengar ucapan Vena, cowok itu berjalan bersisian dengan Vena. Membuat gadis itu semakin mati kutu dan panas dingin dengan segala bentuk perhatian orang di depan mereka. Rendy sendiri menyadari, dan membenarkan apa yang Alex laporkan tadi, pemandangan dalam video tak setajam saat ia bertatap langsung dengan orang-orangnya. Dan jelas sekali, tatapan cewek seisi kantor hanya ditujukan untuk Vena seorang. Keputusannya untuk menjaga Vena adalah opsi yang sangat tepat, mulanya ia hanya ingin menjaga Vena dan berada dalam lingkup gadis itu di luar jam kerja atau istirahat, namun begitu melihat bagaimana situasi dan kondisi saat ini, Rendy jadi takut untuk meninggalkan Vena meski sesaat. Takutnya baru ditinggal tau-tau gadis itu keburu RIP begitu Rendy balik menemuinya. Untuk itu, ia persiapkan dirinya untuk menjaga Vena selama 24 jam. Danil dan Ita yang sudah berjaga di depan pintu ruangan kerja langsung menyongsong kedatangan mereka laiknya pengawalan terhadap raja dan ratu. Sementara itu, semua orang terpukau dengan bentuk penjagaan berlapis untuk seorang Vena. Siapapun juga tak akan ada yang mau berurusan dengan Danil yang mulutnya comel, meski bukan kalangan famous, namun Ita mempunyai pamor yang nggak kalah gede, sebagai cewek yang ditempatkan untuk memata-matai Vena dan semua yang berani mengganggu Vena. Kalimat saktinya untuk mengusir semua cewek adalah. "Gue tekan nomor 1 dilayar ponsel gue, abis lo semua dilibas Pak Fajar." Kalimat yang selalu berhasil mengusir semua cewek untuk tidak melotot ke arah Vena. Dan karena itu lah, semua cewek tidak akan menyerang Vena secara tindakan, mereka hanya perlu mengatakan kebencian itu agar Vena diracuni oleh rasa bersalah dan ketakutan. Letta, yang sejak semalam sudah tidak lagi digubris oleh Rendy langsung saja melengos begitu tahu pemandangan pagi ini lebih dahsyat dari semalam. Dan karena itu lah, jelas karena itu lah, semua cewek bersumpah akan mencincang Vena sampai bagian terkecil. *** "Itu gimana ceritanya lo bisa barengan sama Rendy sih?" bisik Ita sepelan mungkin. Dari sorot matanya yang ganjil, Vena tahu bahwa kabar ini juga mengejutkannya, namun tugasnya bukan ikut terkejut. "Kemaren gue pulang sore banget, laporan gue belom selesai, niatnya pengen lembur biar nggak ikut party, tapi Rendy bantu ngerjain laporan gue kemaren sore, nggak tau kenapa tiba-tiba secara kebetulan pula gue ditinggal Danil di club kemaren." Vena mendecak kesal begitu dia ingat bagaimana Danil seenaknya berlari meninggalkan dia, sementara itu Ita terdiam memikirkan semua kebetulan yang terasa ganjil. Tidak mungkin semua itu kebetulan, kalaupun iya, hanya beberapa persen yang kebetulan, lainnya pasti sengaja, semacam saat Rendy dengan tiba-tiba membantu Vena menyelesaikan laporannya. Ini pasti ada unsur kesengajaan dari Rendy. Pasti! Tidak mungkin tidak, dan untuk alasan itu, ia harus tahu apakah Rendy mencintai Vena atau hanya ingin memainkannya. "Dan semalem elo kabur barengan Rendy kemana? Ke hotel ya?" tuduh Ita dengan raut mencureng. Vena langsung menoyor kepala sohib gesreknya itu dengan gemas. "Otak lo yadong! Gue nyari makan barengan Rendy." Fix! Nggak ada cowok yang rela meninggalkan party demi cewek yang baru dikenalnya kalau itu cowok ada maunya. Pasti Rendy mempunyai maksud dengan Vena. *** "Mau barengan pulang nggak?" tawar Rendy dengan senyuman yang bisa bikin cewek melting. Vena melirik sekitar, merasakan bagaimana semua orang menatapnya tak wajar, gadis itu harus berpikir dua kali agar pas pulang nanti ia tak kecelakaan. Pemandangan horor yang disajikan eh cewek sekantor membuat dia parno dengan berbagai hal. Bisa jadi saking gregetnya, mereka nekat cari gara-gara, misal saja bikin rem mobil Vena blong dan berharap gadis itu kecelakaan lantas mati ditempat. Itu masih baik lagi, bagaimana kalau ada yang membayar orang sewaan untuk membegalnya di tengah jalan. Dan pemikiran itu lah yang membuat dia akhirnya untuk melirik Danil. Rendy tahu apa yang ada dalam pikiran Vena. "Danil sama Ita mau ngedate, sore ini abis kerja," ucap Rendy datar. Vena langsung merengut. "Tau dari mana lo?" tanyanya sangsi. Rendy mengedikkan bahunya. "Tanya aja sama mereka berdua, kalo nggak mau pulang bareng sama gue ya nggak apa-apa, gue takutnya ntar lo kenapa-napa di jalan, bagus kalo lo bisa balik, kalo akhirnya lo diculik terus disekap, siapa tau?" "Kok elo nakut-nakutin gue sih, Ren," omel Vena. Rendy tersenyum, lebih tepatnya cowok itu tersenyum tipis sekali. "Ngeliat gimana cewek sini terlalu nekat, gue juga nggak salah kalo berpikir jelek, kan?" Dengan terpaksa dan sangat terpaksa, cewek itu akhirnya menyerah. "Oke, gue pulang barengan elo deh." Vena menyerah. Sekali bikin cewek sekantor greget mungkin masih bisa selamat hidup, dua kali bikin mereka greget juga paling dapat sumpah serapah, tapi kalau sudah berkali-kali bikin mereka greget, Vena ragu apakah keselamatan hidupnya masih terjamin. Anggukan itu diterima Rendy dengan senyum puas. Cowok itu menggamit lengan Vena, meminta agar gadis itu tetap di sampingnya meski tatapan horor bertebaran. "Mobil gue gimana?" cicit Vena dalam satu tarikan napas yang terdengar seperti tercekik. Rendy menoleh, menatap Alex yang kini berdiri di luar kantor dengan senyuman secerah mentari. Rendy menunjuk dengan dagunya. "Kalo mobil lo disalahi, ada rem blong, atau ada yang pasang bom di sana, biar Alex yang jadi mortirnya, dia udah bosen hidup makanya rela mati," ujar Rendy serius. Vena cuma bisa mengangguk lantas menatap Alex dengan sorot penuh terimakasih. Alex cuma bisa tersenyum lebar dengan satu alasan yang diberikan oleh Rendy. "Kita pulang pake apa, Ren?" tanya Vena lagi. "Pake motor. Lo duluan aja ke sana, ntar gue nyusul, mana kunci mobil lo?" Vena melempar kunci mobil miliknya lantas bergegas ke motor besar Rendy di ujung parkiran luas kantor. Alex menerima dengan cengar-cengir. "Lo tau rumahnya Vena beneran, kan?" tanya Rendy sembari menyorot punggung Vena yang semakin jauh. "Beres!" Rendy tersenyum. "Thanks banget ya udah bantuin gue." Alex tersenyum. "Demi elo dan Vena yang bakal bersatu, gue rela jadi mortir kalo di mobil Vena dipasang bom," jawab Alex dramatis. Rendy tertawa ngakak. "Gue beneran rela elo sama Vena daripada liat Vena dikekang sama Fajar." Rendy menepuk bahu Alex sekali lagi. "Gue balik dulu ya." Alex mengangguk. Menatap punggung Rendy yang semakin menjauh lantas melihat kedua orang itu berjalan, lalu lenyap di tikungan jalan. Alex memainkan kunci mobil Vena di tangannya dengan mantap. Ditatapnya mobil itu dengan sorot penuh ingin. "Akhirnya, gue keturutan bisa foto di depan mobil. Nggak melulu pake motor butut." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD