Beberapa jam sebelumnya,
Kepergian Qeela dari kantor Adnan membuat pria itu akhirnya meyakinkan dirinya. Ya, dia yakin seyakin-yakinnya untuk cepat mengambil keputusan dan bertindak.
Adnan menyelesaikan semua tandatangan pada berkas yang menumpuk di mejanya itu hanya dengan sekilas saja membaca kemudian dia membubuhi tanda tangannya sebagai tanda dia menyetujui semuanya. Padahal, biasanya dia akan baca perlahan memastikan tidak ada kesalahan. Akan tetapi kali ini berbeda. Dia sudah tidak sabar untuk pergi ke panti asuhan tempat Qeela tinggal dan menemui kepala panti.
Adnan merapihkan berkasnya dan langsung keluar kantor.
"Pak Adnan, Anda mau pergi?" tanya sang sekretaris. Tentu dia harus tahu kemana atasannya pergi, jika ada yang bertanya maka dia bisa jawab.
"Saya ada keperluan mendadak, dan tidak akan kembali. Kalau ada sesuatu bilang saja besok pagi."
Sekretaris cantik itu mengangguk paham dengan titah Adnan.
Dengan kendaraan beroda empat miliknya, Adnan melajukan mobilnya ke panti asuhan.
***
Kebetulan sekali Bu Purwati ada di tempat dan dia langsung mengajak Adnan masuk ke dalam untuk membahas yang terjadi, maksud dari kedatangannya.
"Bagaimana, Mas Adnan? Ada hal apa yang membuat Anda datang ke sini?" selidik Purwati.
"Saya ke sini karena ingin meminta Qeela sebagai istri saya, Bu," jawab Adnan.
Hening, Purwati masih berpikir beberapa saat setelah mendengar ungkapan kedatangan Adnan ke sana.
"Mas Adnan serius?" tanya Purwati akhirnya.
"Saya tidak pernah main-main, Bu, jika sudah mengambil keputusan. Terlebih keputusan ini untuk kehidupan saya seumur hidup.
Purwati menghela napas panjang.
"Ibu tidak masalah dan setuju jika Mas Adnan serius ingin melamar Qeela, tapi bagaimana dengan Qeela. Dan satu lagi, keluarga Mas Adnan apa juga sudah mengetahui hal ini?"
Kepala Adnan menggeleng.
"Ibu orang pertama yang mengetahui niat baik saja ini," ungkap Adnan.
"Sebaiknya Mas Adnan bicarakan dulu dengan keluarga Mas. Pernikahan memang sekali seumur hidup, kalian tidak hanya menikah dengan pasangan tapi juga dengan keluarganya. Saya tahu Mas Adnan mencintai Qeela dan yakin dia adalah jodoh Mas Adnan, tapi bagaimana dengan keluarga Mas Adnan? Qeela anak yatim piatu yang tidak jelas asal usulnya, apa mereka bisa terima?" Panjang lebar Purwati berusaha menjelaskan pada Adnan agar dia tidak menyesal di kemudian hari. Karena persetujuan dari keluarga itu sangat penting.
Bukan maksud Purwati tidak setuju dengan niat baik Adnan dan menghalangi pria itu, tapi kepala panti asuhan itu tahu siapa keluarga Adnan itu, keluarga sultan yang sangat kaya raya. Purwati khawatir keluarga Adnan tidak setuju dengan keputusan putra pertama mereka. Karena status Qeela, bibit bebet dan bobot pastilah akan menjadi pertimbangan mereka.
Kebahagiaan Qeela dipertaruhkan.
***
"Kapan Mas Adnan tiba? Apa ada sesuatu hingga Mas harus datang ke sini? Kenapa gak telpon aku?" Qeela memborong pertanyaan yang ada di benaknya, sungguh dia terkejut dengan kehadiran Adnan di sana.
"Qeela," tegur Purwati.
Qeela langsung salah tingkah dan diam seketika.
"Kalau tanya itu satu-satu, Nak," lanjut Purwati.
Adnan terkekeh melihat wajah merona Qeela.
"Maaf, Bu. Aku tadi kaget aja dan takut ada sesuatu yang kurang dari hasil rapat tadi sampai Mas Adnan bela-belain datang ke sini," ucap Qeela beladiri.
Purwati menggeleng dengan senyumnya yang membuat teduh siapapun yang melihatnya.
"Mas Adnan ke sini memang ada maksud lain, Qeela. Dan itu adalah niat baik," tutur Purwati.
Qeela menatap serius Purwati dan Adnan bergantian.
"Ni-niat baik seperti apa?" Seketika Qeela terbata karena jantungnya berdetak tidak beraturan, perasaannya mengatakan akan terjadi sesuatu.
"Iya, Qeela. Niat baik saya ini semoga di lancarkan dan di ridhoi oleh Allah subḥānahu wataʿālā," jawab Adnan.
"Amin," sahut Purwati.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Bu Purwati. Saya akan jalankan apa yang tadi Ibu katakan pada saya. Dan saya akan kembali nanti bersama keluarga saya," pamit Adnan.
Qeela masih tidak mengerti dan pertanyaannya tidak terjawab dengan jelas oleh Adnan.
"Begitu lebih baik, Mas Adnan," balas Purwati.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Qeela ikut mengantar Adnan sampai ke depan, sampai dekat mobilnya.
"Saya masih tidak mengerti niat baik Mas Adnan itu apa, sih?" tanya Qeela terakhir sebelum Adnan benar-benar masuk ke dalam mobil.
Adnan tersenyum penuh arti. Ternyata gadis yang sudah berhasil merebut hatinya itu masih belum menyadarinya juga. Atau memang Adnan yang mengeluarkan kalimat yang ambigu.
Adnan kembali menutup pintu mobilnya dan menghadap Qeela dengan jarak yang sangat dekat.
"Kamu mau tahu niat baik saya datang ke sini?"
Kepala Qeela mengangguk.
"Sabar, ya. Nanti kamu juga tahu pada waktunya nanti. Untuk saat ini biar seperti ini dulu, menjadi tanda tanya besar untuk kamu."
Pipi Qeela mengembung, dia kira Adnan akan menjawab dengan jelas ternyata malah menambah penasarannya saja.
'Maaf Qeela. Bu Purwati ada benarnya, saya akan bicara dengan keluarga saya dulu untuk menjadikan kamu istri saya sebelum kamu mengetahui niat baik saya ini. Sabar dan tunggu saya,' ucap Adnan dalam hatinya.
"Mas Adnan?" tangan Qeela melambai tepat di depan wajah Adnan. Pria itu melamun untuk beberapa saat. Dan lamunannya berakhir saat Qeela menjentikkan jarinya. Seperti orang terkena hipnotis Adnan baru tersadar.
"Astaghfirullahaladzim, Mas Adnan melamun?" pekik Qeela.
Adnan mengusap wajahnya dan beristigfar.
"Jangan kebanyakan melamun, Mas," nasehat Qeela.
Adnan mengangguk.
"Ya sudah, saya pulang dulu ya, nanti kita berkabar lewat telpon dan pesan saja," pamit Adnan untuk kedua kalinya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Adnan masuk ke dalam mobilnya dan langsung melaju pergi meninggalkan Qeela yang masih terpaku di tempatnya menatap mobil itu hingga menghilang.
"Mba Qeela," panggil Ojil, salah satu anak panti.
Qeela tersentak kaget karena bocah laki-laki itu bukan hanya berteriak tapi juga memukul lengan Qeela di tambah gadis itu juga melamun.
"Astaghfirullahaladzim, Ojil! Ngagetin aja, sih kamu tuh kerjaannya!" protes Qeela sembari mengusap dadanya.
"Lagian Mba Qeela dari tadi bengong di sini, kesambet loh!" sahut Ojil, anak itu meloyor pergi begitu saja.
Qeela menghela napas panjang melihat kelakuan Ojil.
Tanpa Qeela sadari, dari balik jendela ruang kerja, Purwati memperhatikan Qeela. Wajahnya tersenyum, dia senang mengingat saat Adnan mengungkapkan niat baiknya. Tapi seketika senyum itu pudar ketika mengingat keluarga Adnan.
"Semoga kamu mendapat jodoh yang terbaik, Qeela," gumam Purwati. Kemudian dia menutup tirai jendelanya dan kembali melakukan aktifitasnya.
Saat ini di benak Qeela hanya 'niat baik'. Niat baik apa yang Adnan dan kepala panti maksud? Kenapa Adnan tidak berterus terang tadi padanya.
Qeela melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam panti. Mengurus anak-anak bayi yang mulai mencari dot s**u mereka.
***
Sesampainya di rumah, Adnan sudah di sambut oleh Mira.
"Nah ini dia yang sudah di tunggu-tunggu," ucap Mira.
"Ada apa, Ma?"
"Ck! Kamu pasti gak baca pesan yang mama kirim deh!" protes Mira.
"Pesan?"
"Sudahlah, sekarang kamu mandi, bersiap dengan pakaian yang sudah mama siapkan di kamar." Mira mendorong tubuh putranya masuk ke dalam kamar.
Adnan yang masih belum mengerti apa yang terjadi berusaha menahan diri dengan berpegangan kusen pintu kamarnya.
"Katakan dulu, ada apa ini, Ma?"
"Temen lama mama mau datang, bersama putri tunggalnya-Diya. Kalian dulu adalah teman semasa kecil. Tapi mama yakin kamu pasti lupa. Makanya sekarang bersiap, nanti kita ketemu mereka."
"Diya?" gumam Adnan pelan.
Dengan kening menyernyit berusaha mengingat gadis bernama Diya itu tapi tidak bisa di ingat sedikitpun sosok teman kecilnya itu. Dengan langkah lunglai Adnan masuk ke dalam kamar dan bersiap.