Menjelang malam, Mira menyambut kedatangan keluarga sahabatnya yang sudah lama tidak ketemu karena keluarga Adiwijaya ini tinggal di Luar Negeri, mereka memiliki seorang putri tunggal yang seumuran dengan Syila-adik kandung Adnan.
"Astaga Jeung Mira kok gak berubah, masih cantik seperti dulu, awet muda nih," puji Wulan.
"Sama seperti Jeung Wulan yang tidak berubah cantiknya abadi," balas Mira.
"Ini Diya? Wah cantik sekali kamu, Sayang," puji Mira.
Semua bergantian memberi salam dan cium pipi kiri dan kanan.
Mira mempersilahkan tamunya duduk.
"Syila, panggil Mas Adnan," pinta Mira pada putrinya.
Syila mengangguk dan langsung menemui Adnan di kamar setelah dia memberi pelukan hangat pada teman kecilnya.
Tok! Tok! Tok!
Syila mengetuk pintu kamar kakak laki-lakinya berulang kali, akan tetapi tidak ada sahutan dari dalam.
Akhirnya dia memberanikan diri masuk ke dalam.
"Astaga, Mas Adnan!" pekik Syila tertahan.
Pria yang di tunggu kehadirannya ternyata sedang tidur pulas sampai ngorok.
Akhirnya Syila keluar kamar dan kembali menutup pintu kamar Adnan. Dia tidak berani membangunkan Adnan saat pria itu sedang tidur. Karena Adnan akan murka jika jam istirahatnya di ganggu.
Syila berbisik pada Mira memberitahu kalau Adnan sedang tidur.
"Duh, maaf ya, Adnannya ternyata tidur, kalian tahu 'kan sejak kecil kalau jam istirahatnya terganggu dia suka ngambek seharian, kebiasaan buruk yang sulit hilang," kelit Mira.
"Gak apa, Jeung Mira. Kami paham," balas Wulan disertai lirikan mata ke arah Diya yang raut wajahnya seketika berubah kesal karena gagal bertemu dengan pria yang selama ini mengisi hatinya.
"Diya, kita sudah lama tidak bertemu, bagaimana kalau kita ngobrol di kamarku?" ajak Syila.
Seketika Diya mengangguk senang dengan senyum mereka.
"Yuk!" serunya.
Keduanya berjalan dengan saling rangkul. Teman masa kecil yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu bagaimana mereka tidak senang saat bertemu lagi.
Akhirnya mereka hanya makan malam berempat tanpa Adnan. Setelah makan malam Wulan dan Diya pamit pulang.
"Kami pamit ya, Jeung Mira. Makasih untuk makan malamnya," ucap Wulan berpamitan.
"Maaf ya, Jeung Wulan, Diya, kalian tidak bisa bertemu dengan Adnan," sesal Mira.
"Gak apa, Tante Mira, besok-besok 'kan bisa," balas Diya lembut.
"Kamu ini penyabar banget, beruntung banget keluarga yang dapat menantu seperti kamu, Sayang," puji Mira sembari mengusap lengan Diya. Gadis itu pun tersipu malu mendapat pujian dari Mira.
Tangan Mira dan Syila melambai mengiringi mobil Wulan yang pergi dari area rumah mereka.
"Adnan kelewatan! Mama 'kan jadi malu sama Jeung Wulan dan Diya. Niat ingin kenalin dan menjodohkan mereka malah Mas-mu itu tidur," gerutu Mira kesal.
"Sabar, Ma. Masih ada hari esok," bujuk Syila agar Mira tenang dan darah tingginya tidak kumat.
Mira mendengus kasar kemudian masuk ke dalam kamarnya, Syila menggedikan kedua pundaknya kemudian dia menjawab panggilan telpon dari calon suaminya. Gadis itu berjalan masuk ke dalam kamar sembari menerima panggilan tersebut.
***
Esok paginya,
"Pagi," salam Adnan ketika dia tiba di ruang makan, hendak sarapan.
Hening.
"Ada apa ini? Kenapa salam aku tidak di jawab?" tanyanya, menatap Mira dan Syila bergantian kemudian dia duduk di kursi.
"Mama marah," aku Mira.
Adnan mengangkat sebelah alisnya sembari menyeruput kopinya.
"Oh, marah, marah kenapa?" Adnan menanggapinya dengan santai karena memang sudah biasa Mira marah atau ngambek dan anehnya jika dia marah atau ngambek dia mengaku.
Mira menghela napas panjang.
"Semalam keluarga Adiwijaya datang untuk makan malam bersama, kamu malah tidur," ungkap Mira.
Adnan menggaruk pelipisnya.
"Mama 'kan jadi gak enak, Nan, sama mereka. Jeung Wulan dan Diya," tambahnya.
"Untung Mas Anto gak ikut, coba kalau semalam dia ikut hadir, mau ditaruh mana muka mama!" sambungnya.
Adnan menyuap sarapannya sembari mendengar celotehan mamanya.
"Mama tuh pengen banget kenalin kamu sama Diya, siapa tau kalian jodoh."
"Uhuk! Uhuk!" Sontak Adnan tersedak.
Syila sigap langsung memberi air putih dan menepuk punggung kakak laki-lakinya itu dengan pelan hingga batuknya reda.
"Ma, aku bisa cari jodohku sendiri loh, emangnya jalan siti nurbaya pake acara dijodohin," ucap Adnan.
"Aku sudah punya calon istri, dan mau mama melamar dia untukku."
"APA?" Mira dan Syila bersamaan berteriak.
"Si-siapa gadis itu? Dari kalangan mana? Bibit bebet bobotnya?" cecar Mira.
"Dia gadis yang soleha, Ma. Kalian pasti akan menyukainya dan dia akan menjadi penerang dan penyejuk keluarga kita," sahut Adnan.
"Apa aku kenal, Mas?" Kali ini Syila yang bertanya ingin tahu karena sudah banyak teman-temannya yang dia kenalkan pada Adnan. Mungkin salah satu di antara mereka pikir Syila.
Adnan menggeleng.
"Bukan teman-teman kamu yang pecicilan itu," jawab Adnan seolah tahu isi kepala adik perempuannya.
Sontak Syila cemberut.
"Mama harus bertemu dulu sama gadis itu, siapa namanya?"
"Qeela, Aqeela Malika."
"Ajak dia ke sini, mama ingin bertemu dengannya."
"Tidak bisa, karena dia juga tidak tahu kalau aku hendak memperistrinya, aku ingin mama langsung melamar dia, memintanya pada ibu angkatnya."
"Ibu angkat?"
Gadis seperti apa yang hendak dijadikan istri oleh putranya itu, kenapa Adnan bersikeras sekali ingin Mira melamar gadis itu.
Adnan menceritakan pada Mira san Syila tentang Qeela. Kepala Mira menggeleng tidak percaya ternyata calon menantunya bukanlah gadis yang sederajat, bukan dari kalangan ningrat sepertinya, hanya gadis biasa bahkan lebih rendah karena yatim piatu dan tidak tahu siapa orang tuanya. Tanpa melihat Qeela, Mira sudah merasa tidak cocok dan merasa gadis itu tidak pantas dengan Adnan.
"Apa tidak ada gadis lain, Adnan?" protes Mira diiringi dengan bangkitnya dia dari kursi makan dengan kasar.
Adnan juga melakukan hal yang sama. Obrolan yang awalnya tenang seketika memanas.
"Aku hanya ingin dia menjadi istriku, jika tidak maka aku akan pergi dari rumah ini dan silahkan Mama dan Syila mengurus perusahaan papa," ancam Adnan.
Mira kesulitan menelan saliva-nya.
"Belum juga jadi menantu rumah ini, dia sudah membuat kita bertengkar seperti ini," celetuk Syila.
"Jaga bicaramu, Syila! Qeela calon istri ku, dia akan jadi kakak ipar-mu jadi hormati dan hargai dia dengan panggilan 'Mbak'. Kalau aku tidak menikah dengan dia, maka kamu juga tidak akan menikah dengan pria pengangguran itu," gertak Adnan.
"Ma, Mas Adnan ...." rengek Syila minta pembelaan dari Mira.
Mira menarik napas dalam-dalam mencoba menenangkan diri.
"Baik, baiklah kalau memang dia sudah menjadi pilihan kamu, Adnan. Mama akan melamar dia untuk menjadi istri kamu."
"Begitu lebih baik! Aku pergi ke kantor dulu," pamit Adnan seraya mencium tangan Mira dan kedua pipi wanita yang masih emosi itu.
Sedangkan Syila menatap tajam Adnan karena masih kesal dan sakit hati dengan ucapan Adnan yang menyinggung calon suaminya adalah pengangguran. Memang kenyataannya Angga tidak memiliki pekerjaan, mahasiswa yang baru lulus itu hanya berdiam diri di rumahnya saja tanpa berniat mencari pekerjaan dengan alasan keluarganya kaya raya.
***
Senyum Adnan merekah sepanjang jalan, hatinya sedang berbunga-bunga mengetahui kalau mamanya setuju untuk melamar gadis pujaan hatinya, walau terpaksa.
"Kamu akan menjadi milikku, Aqeela Malika."