Sayangnya Qeela tidak bisa mendengar itu karena Adnan hanya berbicara dalam hatinya saja.
"Heum, bagaimana kalau kamu panggil dengan sebutan Mas? Saya lebih tua loh dari kamu, Qeela."
Kepala Qeela mengangguk.
"Boleh juga, Pak. Eh, Mas Adnan."
Keduanya tertawa renyah karena sudah memecah kecanggungan di antara mereka.
***
Di dalam mobil, dalam perjalanan pulang Ginanjar-supir pribadi Adnan heran melihat majikannya terus melamun menatap keluar jendela, tidak seperti biasanya pria itu sibuk dengan laptop atau ponselnya.
"Maaf, Tuan. Apa di luar ada yang menarik? Sejak tadi Anda melihat keluar terus, apa ada yang mau Tuan beli? Mau kita mampir?" tanya Ginanjar.
Adnan tersentak dengan suara bariton supirnya itu.
"Tidak ada apa-apa, Jar. Saya hanya sedang memikirkan seseorang saja," jawab Adnan.
"Wanita?" tebak Ginanjar.
Adnan mengangguk membenarkan tebakan pria bertubuh gempal itu.
"Wahhh ... siapa wanita beruntung itu?" goda sang supir.
Adnan terkekeh pelan.
"Saya baru kenal sama dia, Jar. Cuma kenapa rasanya ada sesuatu yang sulit saja jelaskan. Kaya klik gitu," ungkap Adnan.
"Wallahualam, Tuan. Kalau mau Anda bisa Shalat Istikharah atau Taaruf," saran Ginanjar.
Kening Adnan menyernyit dalam saat mendengar saran dari sang supir yang sudah dia anggap seperti keluarganya sendiri.
Tapi kemudian Adnan tertawa lepas.
"Kamu tuh bisa-bisanya ngasih saran Shalat Istikharah dan taaruf segala, kamu sendiri sampai umur segini belum menikah, Jar," canda Adnan menggoda Ginanjar.
"Weleh! Bukannya saya belum mau menikah, Tuan. Cuma yah gitu, jodoh kan di tangan Tuhan," sahut Ginanjar.
"Terus?"
"Saya takut, Tuan, ngambilnya."
Seketika Adnan tertawa lepas mendengar penjelasan Ginanjar. Pria itu memang selalu bisa melontarkan lelucon dan membuat orang di sekitarnya tertawa. Seperti Adnan saat ini, air matanya sampai keluar karena tawa lepasnya.
Ginanjar mengulum senyumnya, hatinya senang karena berhasil membuat majikannya kembali ceria.
Perjalanan pulang tidak berjalan lancar karena mobil Adnan terjebak macet, keramaian ibu kota sudah tidak aneh lagi.
Akan tetapi akhirnya mobil yang Ginanjar kendarai berhasil tiba di gerbang besar setelah melewati satu jam kemacetan di jalan. Penjaga rumah bak istana itu langsung membuka lebar gerbang saat tahu mobil siapa yang datang.
Tin!
Ginanjar membunyikan klakson mobil sekali sebagai tanda ucapan terima kasih pada penjaga itu.
Adnan langsung keluar dari mobil ketika mobil itu berhenti tepat di pintu utama rumahnya. Dan kemudian Ginanjar kembali melajukan mobilnya setelah Adnan keluar, dia memarkir mobil itu pada tempatnya.
***
"Selamat malam, Tuan," salam salah satu pelayan rumah itu saat membuka pintu untuk Adnan.
"Malam, Jah, apa mama dan Syila sudah tidur?" tanya Adnan sembari memberikan tas kerjanya dan jas-nya untuk dibawakan oleh sang pelayan.
"Sudah, Tuan. Anda mau makan malam?"
Adnan menghela napas panjang, tangannya membuka dasi dan dua kancing bagian atas kemejanya.
"Saya mau mandi air hangat dan tolong siapkan kopi s**u," titah Adnan.
Ijah mengangguk paham kemudian dia berjalan cepat mendahului Adnan karena dia harus lebih dulu sampai di kamar sang majikan untuk menyiapkan air hangat pada bathtub di kamar mandi, menyiapkan pakaian tidur dan membuat kopi s**u setelahnya.
Adnan berjalan santai menaiki anak tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada.
Saat dia sampai di kamarnya, Ijah memberi tahu kalau keperluan Adnan sudah dia siapkan dan dia pamit ingin membuat kopi s**u pesanan Adnan tadi.
Adnan berjalan ke dalam kamar mandi kemudian membuka semua pakaiannya dan menaruhnya pada keranjang khusus pakaian kotor, perlahan dia masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi dengan air hangat.
Pria itu memejamkan matanya lalu menarik napas dalam kemudian perlahan dia hembuskan ... rasanya nyaman berendam air hangat setelah seharian bekerja.
Seketika Adnan langsung membuka matanya saat wajah Qeela terlintas. Kenapa gadis soleha itu kini mengusik benaknya? Pikirannya sejak sore tadi selalu di penuhi oleh sosok Qeela. Senyumnya, tawanya membuat Adnan sulit konsentrasi bekerja.
"Ya Allah, apa yang sedang terjadi denganku?" monolognya.
Adnan sendiri bingung dengan perasaannya. Pasalnya, baru kali ini dia mengalami hal ini. Dia sering bertemu dengan banyak wanita cantik dan seksi selama ini, tapi tidak ada yang mengusik pikiran dan hatinya seperti Qeela.
Pria bertubuh atletis itu langsung menyudahi berendamnya dan mandinya. Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil kemudian menggunakan bathrobe-nya kemudian keluar dari sana.
Aroma kopi s**u langsung menyambut Adnan, Ijah sudah menyiapkan semua keperluan Adnan temat waktu. Secangkir kopi s**u kini sudah ada di meja kerjanya. Adnan menyeruputnya sedikit sebelum dia berganti pakaian dengan piyama tidurnya.
Setelah berganti pakaian dengan piyama tidur, Adnan duduk di kursi kerjanya. Niatnya menghabiskan kopi sambil sedikit memeriksa email pada laptopnya tapi kemudian dia urungkan. Pria itu malah memandangi ponselnya, di sana tertera nama Qeela.
Tanpa Adnan sadari senyumnya mengembang, kemudian dia memutuskan untuk mengirim pesan pada nomer tersebut.
[Selamat malam, maaf mengganggu waktu istirahatnya. Aku hanya ingin menanyakan apa besok kamu bisa datang ke kantor untuk ikut rapat perihal penggalangan dana?]
Setelah mengetik, Adnan langsung mengirim.
Cukup lama dia menunggu sampai kopi di cangkirnya habis. Tapi balasan pesan dari Qeela belum Adnan terima. Pria itu mengusap wajahnya kasar beberapa kali.
"Harusnya aku gak kirim pesan ke dia jam segini, pasti dia sudah tidur." Adnan beranjak dari kursinya.
Baru beberapa langkah, ponselnya berbunyi. Memberi tahu kalau ada sebuah pesan masuk. Adnan mengulum senyumnya dan dia langsung berbalik untuk mengambil ponselnya yang dia tinggal di atas meja kerjanya.
Senyumnya mereka saat membaca balasan pesan dari wanita idamannya.
[Selamat malam, Mas. Besok jam berapa rapatnya?]
Dengan lancarnya Adnan langsung membalas pesan itu dan mereka berbalas pesan.
[Jam 9 pagi, bisa?]
[Baiklah, sampai bertemu besok.]
[Terima kasih, malam.]
[Selamat malam juga, Mas. Selamat istirahat. Assalamualaikum.]
[Waalaikumsalam.]
Adnan duduk di pinggir ranjang dengan senyum merekah di wajahnya. Seketika dia mengingat ucapan Ginanjar, Adnan melihat jam dinding di kamarnya, sebentar lagi menunjukan jam 12 malam. Katanya jam segitu bagus untuk melakukan Shalat Istikharah. Adnan langsung beranjak dari duduknya menuju kamar mandi. Dia berwudhu kemudian melakukan shalat. Meminta pada Tuhannya memohon petunjuk pada Allah SWT.
Setelah selesai shalat, Adnan beristirahat di kasur empuknya. Dia berharap mendapat jawaban atas doanya secepatnya lewat mimpi malam ini mungkin agar dia bisa langsung bertindak untuk mendekati Qeela. Hati kecil Adnan sudah mantap dengan gadis soleha itu walaupun mereka baru pertama kali bertemu. Bahkan Adnan belum bercerita pada mamanya. Meminta pendapat hingga restu wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya. Adnan berpikir minta petunjuk pada Tuhannya lebih dahulu lebih penting.