David menghubungi ke ponselnya beberapakali. Rita baru mendapat kesempatan untuk menjawab panggilan itu ketika Jim tertidur. Di seberang, suara David terdengar serak, sementara ia sendiri terlihat kacau. Nyaris setiap malam Rita kesulitan mendapat tidur yang nyenyak dan sudah berkali-kali ia merasakan sakit di sekitar punggungnya. Rasa sakit itu tak tertahankan seolah-olah seseorang sedang berusaha menusukkan jarum-jarum di atas punggungnya. Situasinya semakin buruk dengan ketegangan hubungannya dengan Jim. Laki-laki itu menolak untuk berbicara sepanjang makan malam, paginya ia pergi berkerja tanpa meninggalkan pesan dan pada hari libur, Rita sibuk menjauhi Jim saat rasa mualnya muncul. Jim menyadari itu kemarin. Laki-laki itu mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya kewalahan, namun seperti yang selalu dapat dilakukannya, Rita berhasil menghindar.
“Apa kau sudah pergi ke dokter?”
“Tidak, ini tidak terlalu buruk. Aku hanya kurang tidur.”
“Bagaimana dengan kelasnya? Kau hadir di kelas siang ini?”
“Aku absen hari ini.”
“Kau tidak berjalan-jalan di luar pagar, kan?”
“Tidak.”
“Siapa yang memotong rumputnya?”
“Aku melakukannya kemarin.”
“Sebaiknya kau tidak melakukan pekerjaan berat. Aku tidak ingin kau pingsan di atas rumput itu.”
Demikian pertanyaan-pertanyaan itu berlanjut hingga Jim merasa puas dengan jawabannya. Jim tertidur setelah pukul sebelas, Rita masih terjaga. Ia bergerak turun dari atas ranjang kemudian meraih ponsel yang disembunyikannya di dalam lemari. Ia telah melakukan hal itu berkali-kali: berjinjit keluar dari kamarnya dengan perlahan, kemudian mengendap-endap hingga sampai di tempat yang cukup aman untuk menghubungi David.
“Bagaimana keadaannya?” tanya David dari seberang telepon.
“Aku khawatir semuanya menjadi semakin kacau. Jim tidak mengizinkanku keluar dan dia akan mengambil cuti pekan ini. Akan sangat sulit untuk keluar.”
“Kau tidak apa-apa? Suaramu terdengar berbeda.”
“Aku tidak tahan. Aku ingin menyudahi semua ini.”
“Tunggu, tunggu, apa maksudmu?”
“Jim. Dia membuatku takut setiap malam. Aku tidak merasa aman berada di sini dan aku benar-benar takut jika dia mengetahuinya. Cepat atau lambat, dia akan mengetahuinya.”
“Kau tahu apa? Aku baru saja memikirkan sesuatu.”
“Apa katamu?”
“Kau mungkin menganggap ini gila, tapi cara ini mungkin dapat membantumu untuk lepas darinya. Ini semacam pengobatan. Hanya dua pil setiap hari, itu akan meningkatkan reaksi syaraf tertentu. Jika dikonsumsi rutin selama tiga hari, itu akan menyerang fungsi otaknya secara perlahan, obat ini berguna untuk melumpuhkan sistem syarafnya. Secara perlahan. Tidak akan ada yang curiga. Kau bisa menggunakan obat ini untuk Jim. Kau bisa menukarnya, pilnya dibuat sejenis dengan obat-obatan umumnya, dia tidak akan menyadarinya, orang-orang tidak akan menyadarinya kemudian kau bisa bebas darinya.”
Rita menggigit bibirnya, merasakan peluh membasahi dahinya. Membayangkan hal itu membuatnya ngeri. Namun David mengatakannya dengan sangat jelas dan Rita merasa takut jika nantinya ia mulai mempertimbangkan tindakan nekat itu - tapi ia memang sudah memikirkannya dan hal itu membauat Rita bergetar ketakutan. Suaranya terdengar serak ketika bertanya, “maksudmu.. membunuhnya? Dengan obat-obatan itu?”
“Tidak secara langsung. Obat itu hanya mampu melumpuhkan sebagian syarafnya dan dibuat untuk menurunkan kesadarannya. Kau bisa pergi darinya dan dia tidak akan cukup sadar untuk mencegahmu. Sesederhana itu. Aku mendapatkan resepnya dari temanku. Istrinya menderita penyakit serius yang membuatnya diperdaya oleh ingatan yang terbentuk dari delusinya. Obat ini dibuat untuk menekan otot-otot syarafnya, memperlambat kesadarannya sehingga dia menjadi lebih tenang. Tidakkah kau mengerti? Efek sampingnya tidak cukup berbahaya untuk dapat membunuhnya. Kau tidak melakukan kesalahan, kau hanya mempermudah jalanmu.”
-
Rita memikirkan percakapan itu sepanjang hari. David memperhalusnya dengan kalimat yang membuat Rita tidak akan merasa bersalah untuk mengambil keputusan itu. Melumpuhkan sebagian syarat, katanya - dan bukannya (membunuh Jim). Rita takut ketika ia merasa rencana itu terdengar menggoda. Rencananya cukup mudah - konsekuensinya terlalu besar. Tapi Rita enggan membohongi dirinya: bahwa diam-diam ia telah memikirkan hal yang sama. Membunuh Jim terdengar sangat menggoda, tapi bagaimana caranya? Sekarang David membuka cara itu secara gamblang dan Rita tidak lagi membutuhkan alasan khusus untuk meluruskan niatannya.
Membunuh Jim..
Sepanjang hari Rita bergumul untuk membiasakan diri dengan kalimat itu: membunuh Jim. Hingga langit sore sepenuhnya bergulung dan malam mulai menyebar.
Langitnya tampak gelap pekat. Jalanan di depan sana begitu kosong, namun samar-samar Rita melihat cahaya berkedip dari jendela kamar Louise. Apa yang dilakukan wanita itu pada tengah malam? Pikirannya terbagi, namun tawaran David benar-benar menyita perhatiannya. Rita masih bertanya-tanya, mampukah ia melakukannya?
“Dengar!” laki-laki itu menyadarkannya. “Aku berjanji semua akan baik-baik saja. Aku akan datang dan memberi obat ini. Kau harus melakukan tugasmu. Tukar obatnya dengan pil ini, dia tidak akan menyadarinya. Kau hanya perlu memastikan dia minum obatnya. Semakin sering semakin baik. Kau mendengarku?”
“Aku tidak tahu.. aku rasa..”
“Kau harus melakukannya. Demi janin dalam perutmu. Kau tidak akan menggugurkannya dan kau tidak akan membiarkan dia berada di tangan yang salah. Kau bisa bebas, aku ingin kau melakukannya, oke?”
David terdengar bersikeras. Kemudian Rita bertanya-tanya, apa yang akan direncakan laki-laki itu seandainya Rita menolak tawarannya?
“Ya.”
“Aku akan datang kesana sekitar pukul sepuluh, aku tidak akan tinggal lama, aku hanya akan memberi obatnya kemudian pergi. Kau harus bergerak cepat sebelum situasinya menjadi semakin buruk.”
“Oke.”
“Santai saja, oke? Tidak ada orang yang akan tahu.”
“Ya.”
“Tidurlah, ini sudah larut, aku ingin kau siap besok.”
Kalimat itu membuat Rita merasa geli: siap untuk besok. Untuk apa? Membunuh Jim. Kedengarannya sangat mudah, tapi bagaimana jika rencana itu tidak berhasil? Bagaimana jika bukannya membunuh, Rita justru mengacaukannya? Apa Jim akan memaafkannya?
Tentu saja tidak!
Jim tidak akan menoleransi tindakan itu. Membayangkannya saja Rita sudah takut. Jadi ia memutuskan untuk berjalan ke bawah pancuran air dan memikirkannya selagi tetes-tetes air jatuh menghunjam kulit telanjangnya. Rita dapat berlama-lama disana, toh Jim tidak akan pulang dalam waktu dekat. Ia dapat menggunakan waktu kosong itu untuk memikirkan kembali rencana itu. Namun bukannya membuat keputusan, memikirkan rencana itu hanya menimbulkan rasa takut yang besar. Kemudian muncul sebuah pertanyaan: apa ia benar-benar siap untuk melakukannya? Rita memejamkan mata, berharap ia tidak perlu menjawabnya.
-
PUNISHMENT