Bab 8

1035 Words
Sayup-sayup indera pendengarannya mendengar suara percakapan antara kedua mertuanya dan Revan. Lelaki itu ada di sini? Berarti dia sudah tahu jika Tendi mengalami kecelakaan pesawat? Dari siapa? Apakah orang-orang yang ada di kantor juga mengetahuinya? Airin tidak mau mereka tahu ia juga belum memberitahukan kabar ini kepada kedua orangtuanya dan sahabatnya Nagita. Semua itu karena ia yakin bahwa Tendi masih hidup. Selamat dari kecelakaan itu. Bisa saja kan Tendi di beri keselamatan dan sekarnag tengah dirawat oleh orang pesisir pantai. Maka dari itu Airin ingin menyembunyikan semua ini dari teman-temannya. Airin juga menolak saat kedua mertuanya ingin memberitahukan kepada para tetangga dan menggelar acara pengajian untuk mendoakan Tendi. Walaupun nama Tendi sudah ada di daftar nama korban hanya saja tidak ada yang tahu bahwa Tendi yang ada di daftar sana adalah suaminya, kemudian hampir semua teman-temannya tidak ada yang mengikuti berita di televisi. “Kalau begitu saya pamit pulang Bu, soalnya takut ganggu Airin. Assalamualaikum.” Airin menghela napas lega mendengar Revan pergi dari rumahnya. Belum saatnya mereka tahu tentang Tendi. Jasad Tendi belum ditemukan dan ia yakin seratus persen bahwa Tendi masih hidup. Ketika terdengar ketukan dari pintu ia langsung pura-pura tertidur kembali. Ia bisa merasakan helaan napas dari Endang ia menjadi merasa bersalah karena telah membuat mertuanya khawatir. “Kamu harus kuat Airin,” ucap mertuanya kemudian menutup pintu kembali. Airin membuka kedua matanya dan memandang kearah jendela yang menunjukkan warna orange. Sebentar lagi malam tiba dan ia berharap Tendi segera pulang dan kembali bersama dengan mereka. Ia kemudian bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju lemari pakaian. “Mas Tendi akan pulang maka dari itu Airin akan dandan yang cantik. Airin juga akan menggunakan baju saat Mas Tendi melamar Airin.” Airin berbicara sendirian, tidak ada lawan bicara. Kedua tangannya dengan gesit membawa dress berwarna pink selutut. Warna pink adalah warna kesukaanya dan dia juga sangat menyukai dress ini karena merupakan saksi atas lamaran Tendi kepadanya. Dia juga memoleskan dirinya dengan bedak dan lipstick yang membuatnya terlihat segar. Berharap Tendi menyukainya. Bahkan ia sedikit menambahkan parfum agar harum lalu Tendi akan semakin lengket kepadanya. Airin terkekeh ketika menyadari ia sedang memikirkan hal aneh. Setelah ini ia juga akan meminta maaf karena telah membuat kedua mertuanya khawatir. Kemudian akan meyakinkan mereka agar optimis dan percaya bahwa Tendi masih hidup. Kedua tangannya bergerak untuk membuka pinntu, kaki jenjangnya menyusuri tangga dan kedua sudut bibirnya tertarik ketika melihat kedua mertuanya sedang berdiri di ruang tamu. “Ibu, Ayah,” panggilnya ia senang sekali bisa membuat perasaanya kembali baik seperti dulu. Hanya saja tangisan Endang membuat kedua matanya melotot karena terkejut. “Bu, ada apa?” tanya Airin kemudian mendekati Endang dan memeluknya berharap mertuanya bisa berhenti menangis dan menjadi lebih tenang. Endang terisak bahkan ia mencengkram erat baju Airin. Air matanya tumpah tanpa bisa ia tahan. “Tendi!” Jantung Airin berdebar mendengar ibu mertuanya menyebut nama Tendi. Apakah Tendi baik-baik saja dan Endang menangis karena bahagia mendengar anaknya selamat? “Bu? Mas Tendi selamat?” Mendengar pertanyaan itu Endang terdiam bahkan semakin mencengkram erat baju Airin. Ia semakin terisak menyadari bahwa menantunya belum bisa merelakan Tendi. “Tim SAR berhasil menemukan jasad penumpang. Dan mereka meminta semua keluarga korban datang.” Airin tertegun, tubuhnya terasa lemas bibirnya berubah menjadi kelu tidak bisa menanggapi ucapan Bakti. Pikirannya juga tidak bisa mencerna maksud dari perkataan ayah mertuanya. Tendi tidak mungkin meninggal kan? Mana mungkin suaminya bisa meninggal? Tendi sangat kuat dan tidak terkalahkan. “Maka dari itu kita harus ke sana sekarang Airin,” sambung Endang sambil menggenggam tangan Airin untuk memberikan kekuatan yang ada di dalam tubuhnya. Airin harus kuat tidak boleh runtuh karena kehilangan Tendi. Hening, tidak ada satu pun yang membuka suara. Bakti memandang Airin melalu kaca mobil belakang dengan tatapan sendu. Kemudian ia merasakan tangan kirinya digenggam oleh Endang. Dia sedikit memandang istrinya lalu tersenyum. Mereka sama-sama menguatkan mencoba agar tidak runtuh dalam kesedihan. Mobil bergerak memasuki halaman kantor rumah sakit yang telah bekerjasama dengan pihak bandara. Melalui informasi yang Bakti dapat pesawat Tendi jatuh ke laut, semua badan pesawat hancur hanya puing kecil yang tersisa. Mereka bertiga bergabung dengan keluarga korban yang lain. Keadaan yang lain pun sama dengan keluarga Bakti semuanya bersedih tidak ada satu pun di dunia ini yang menginginkan salah satu keluarga mereka meninggal karena kecelakaan pesawat. Mereka semua berharap jika orang yang terkasihnya selamat walaupun fakta mengatakan sebaliknya. Seorang lelaki memakai kemeja batik dan kedua lelaki dengan setelan seragam polisinya keluar dari sebuah ruangan. Mereka bertiga berdiri dan memandang semua keluarga korban. “Tadi malam jasad yang ditemukan langsung diterbangkan ke Jakarta. Sekarang kami akan mencocokkan jasad korban dengan keluarga sedarahnya. Jika hasilnya cocok maka bisa kita simpulkan bahwa jasad merupakan salah satu keluarga bapak dan ibu,” jelas pria kemeja batik. Airin sedari tadi mendengarkan pun paham dengan situasi ini. Bisa disimpulkan bahwa jasad korban tidak dalam keadaan utuh. Seketika tubuhnya bergetar, apakah Tendi juga sama? Tidak utuh atau bisa saja hancur seperti puing-puing pesawat yang ia dengan dari berita. Kepalanya pening sepertinya darahnya mendadak naik dan membuat ia tidak sadarkan diri. Semuanya heboh bahkan kedua mertuanya panik dan berkali-kali memanggilnya agar kesadarannya tidak hilang. Airin membuka kedua matanya dengan perlahan ia bisa melihat langit biru dengan jelas. Ia bisa merasakan tusukan-tusukan kecil yang ada di betis kakinya. Kakinya geli kemudian ia sadar bahwa sekarang dia berada di tengah-tengah tanah lapang yang dibawahnya dilapisi oleh rumpu-rumput hijau berukuran kecil. Setengah badannya bangun kemudian meresapi angin sepoi-sepoi yang menggerakkan rambut panjangnya. Dia berada di mana? Apakah di Jakarta ada tempat seperti ini? Sepertinya tidak. Jakarta sudah dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi. “Airin. Kamu sudah bangun?” Airin melotot terkejut mendengar suara ini. Tendi? Suaminya? Ia berdiri dan melihat Tendi berdiri sangat jauh di bawah pohon beringin. “Mas!” Hanya satu kata itu yang bisa ia katakan. Airin berlari dengan penuh semangat agar bisa meraih Tendi kembali. Kedua kaki polosnya denga gembira bergerak meraih suami yang sangat ia cintai. Kedua tangannya memeluk erat Tendi. Tidak bisa ia bohongi jika Airin sangat ingin mencium aroma citrus yang disukai laki-laki itu. Airin sangat merindukan d**a bidang yang selalu menjaganya ketika malam tiba. “Mas tolong bawa aku! Aku tidak sanggup jika harus hidup di dunia ini seorang diri.”    **    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD