bc

Aku Menolak Jadi Janda, Mas!

book_age18+
80
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
family
HE
forced
arranged marriage
arrogant
badboy
single mother
heir/heiress
blue collar
drama
sweet
bxg
city
office/work place
affair
like
intro-logo
Blurb

Ayu tidak pernah menyangka dirinya akan tinggal di kota setelah dijodohkan oleh anak dari keluarga Lihong. Seorang old money berpengaruh.

Alih-alih mendapat suami idaman. Kembang desa dengan logat medok itu justru diperlakukan seperti parasit oleh sang suami.

Tapi, ini bukan cerita dramatis penuh adegan air mata. Masa bodoh tentang pernikahan. Ayu terlalu bahagia tinggal di kota. Banyak hal baru yang ingin ia pelajari. Lebih dari itu, siapa sih yang tidak tertarik dengan posisi Nyonya Lihong? Apapun bisa Ayu dapatkan.Namun, ada satu yang jadi masalah!

"Ayo kita cerai," ucap Adeen. Sehari setelah mereka resmi jadi pasutri.

"Emoh! Baru nyampe mosok disuruh pulang, Mas. Aku menolak jadi janda. Titik!"

Lantas kisah random keduanya pun dimulai!

chap-preview
Free preview
1. Menolak Cerai
"Ayo kita cerai," ucap suara bariton dengan raut serius. "Ndak mau! Lha wong aku udah betah malah diusir." "Kita menikah bukan karena saling cinta. Rumah tangga ini tidak punya masa depan!" jelas Adeen. Dia sadar, pernikahan yang dilandasi perjodohan tidak masuk akal ini akan berakhir mengenaskan. Lebih baik diakhiri segera. Dari pada ada hati yang akan tersakiti nantinya. Yah, Adeen pikir akan begitu. Tapi respon istri dadakannya malah begini: "Aku males pulang kampung. Ndak ada wifi. Ndak ada cafe. Aku mau jadi career di kota." "Career? Apa itu?" "Ish! Mosok ndak tau sih mas. Itu lho yang kemana-mana bawaannya mobil. Terus punya handphone merek apel yang ukurannya kayak buku. itu... apa namanya... I-Iped?" "Ipad?" "Nah, iya!" Jujur, Adeen masih belum paham. Career apa? (Di sini Ayu menyebutkan Career dengan vokal bahasa indonesia yang baik dan benar) "Memang hubungan ipad sama career apa?" ucap Adeen lagi. Masih belum paham. "Yo jelas ada! Career itu ndak bisa lepas dari Ipad. Lha wong penghasilannya dari sana. Itu lho, yang ada jret-jret naik turun. Yang kaya punya mu," jelas Ayu dengan jari telunjuk naik turun. Beginilah definisi mis komunikasi yang sesungguhnya. Alis Adeen mengangkat sebelah. Apa maksudnya kurva saham? Seingat Adeen, Ayu pernah melihatnya saat Adeen membuka platform trading. Tapi tetap saja, apa hubungannya dengan career? Lagi pula itu bahasa apa? Bahasa daerahnya? Tunggu! "Jangan-jangan maksud mu wanita karir?" "Lha emang. Mosok mas ndak paham sih. Dih, mas ketinggalan. Sekarang tuh ndak zaman pakai bahasa indonesia. Biar keren pakai bahasa enggres. Gitu aja ndak tau. Mosok aku yang dari kampung lebih gaul dari mas." Seketika Adeen menepuk jidat. Ya masalahnya bukan terletak gaul atau tidaknya. Bicara menggunakan Bahasa inggris sudah seperti urat nadi sehari-hari. Jangan lupakan pula gelar sarjananya yang didapat di universitas luar negeri. Dan tadi dia bilang apa? Ketinggalan zaman? Hell! Seharusnya dia berkaca dulu. Bagaimana orang bisa paham kalau dia menyebutkan Career dengan vokal bahasa indonesia yang baik dan benar?! Daya tangkap Adeen harus setinggi langit untuk menghadapi gadis ini. "Hei! Kau ingin membuat ku mati muda karena darah tinggi ya?!" "Yo ndak mau. Nanti aku jadi janda. Kata Mamak kalo janda itu banyak cobaannya. Deket dikit sama laki langsung disamber lambe tetangga," ceplosnya seringan bulu. "Tck! Kita harus cerai. Aku tidak menerima penolakan!" ketus Adeen. Ia berdiri dan pergi begitu saja. Meninggalkan Ayu yang tengah menyantap dessert mangga di sebuah cafe. "Gimana ndak cepet mati. Wong dia kerjaannya misuh-misuh," gumam Ayu santai. Detik berikutnya ia menyadari satu hal. "Walah! Aku kan kesini bareng Mas Adeen. Mas, tunggu Mas!" pekiknya. Ia segera melahap habis dessert sekali santap lalu pergi menyusul Adeen yang sedang membayar di kasir. Baru sebulan mereka menikah. Entah sudah berapa kali Adeen melayangkan kata cerai yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Ayu. Yaa bagaimana tidak? Alasan konyol seperti hutang budi membuat Adeen terikat dengan Ayu. Gadis desa. Anak supir di rumah utama. Seumur hidup, Adeen tidak pernah berpikir masa depannya akan sesuram ini. Lihatlah dia! Penampilan norak. Logat daerah masih kental. Dan yang paling menyebalkan. Dia tidak tahu malu! Jujur, Adeen malu membawanya keluar. Dia jauh sekali dengan tipe ideal Adeen. Satu-satunya yang bagus hanya bentuk tubuhnya saja. Untuk ukuran seorang wanita. Tubuhnya proporsional. Yah, walau semua itu sia-sia berkat penampilan noraknya. "Mas, mas. Kok buru-buru sih. Aku belum selesai makan. Ndak asik ih!" Adeen melirik sinis. "Jaga jarak!" ucapnya ketus kemudian berlalu. Memasuki mobil tipe SUV miliknya. Ayu dengan wajah cemberut segera menyusul. "Dasar. Orang kok ngambekan!" Kalau Adeen tega dan tak memikirkan perasaan orangtua. Mungkin sudah sejak lama Adeen menelantarkan Ayu di jalan. Biarkan dia menjadi gembel dan semacamnya. "Lho mas. Kok belok? Bukannya apartemen itu lur--" "Shut up! Aku ada pekerjaan. Kamu tunggu di mobil sebentar." "Sebentar kan mas? Awas kalau lama-lama. Aku minggat!" gerutunya. Adeen tidak mendengarkan dan membanting pintu dengan kasar. Sepanjanhg jalan, tak henti-hentinya Adeen memijit pangkal hidung. Tujuannya di lantai lima belas. Ruang kerjanya. President's Office. Ada beberapa berkas urgent yang harus ia tandatangani. Lift melesat naik. Jam kerja telah usai setengah jam lalu. Kantor mulai sepi. Hanya ada Cleaning Service sedang mengepel lantai. Paham, siapa atasannya. Mereka menyambut kedatangan Adeen dengan senyuman. Sebagai orang dengan citra baik. Adeen membalas senyum mereka, ramah. Pintu dibuka. Tak dikunci. Adeen merasa janggal. Seingatnta sudah ia kunci saat pergi menemui Ayu tadi. "Ah, Pak Dirut. Kupikir Bapak tidak kembali lagi. Saya berniat menaruh berkas ini ke meja. Agar Bapak bisa langsung menandatanganinya besok." Oh ternyata dia. Sekretaris Adeen. Lebih muda dua tahun darinya. Yah, jika dipikir-pikir seumuran dengan Ayu. Dia punya kunci serep ruangan. Sengaja Adeen beri untuk memudahkannya keluar masuk. Sebenarnya Ada satu rahasia yang tak ada seorang pun tahu. Tentang rasa yang sengaja dipendam. Demi keprofesionalan. "Tidak. Kebetulan aku tidak jauh dari kantor," dusta Adeen. Yang sebenarnya adalah tepat saat notifikiasi pesan dari sekretarisnya masuk. Yang memintanya menandatangani sesuatu. Adeen langsung banting stir. Karenanya Ayu mengomel tidak jelas. Dan seperti biasa,Adeen mengabaikannya. Dibanding Ayu, Sakila lebih berharga. Dia sopan. Parasnya menawan. Sebagai sekretaris. Adeen tidak pernah dibuat kecewa sejak dia masuk ke perusahaan ini dua tahun silam. Dia adalah sosok sempurna untuk dijadikan istri. Hanya saja... Adeen kalah cepat. Orangtuanya terlebih dahulu membawa Ayu dari pelosok hutan. Ah! Andai Adeen punya kesempatan. Pastilah bukan Ayu yang menjadi istrinya. Melainkan gadis independen ini. "Maaf sudah mengganggu Bapak. Untuk kelanjutan kerjasama dengan Group MS saya akan membuat janji temu untuk mengimplementasikan rencana kerjasama. Untuk tempatnya--" "Kau saja yang mengatur. Aku percaya dengan semua kinerja mu. Kau adalah karyawan terbaik. Bagaimana mungkin aku meragukan mu." Adeen tersenyum simpul. "Lakukan seperti biasa. Ah! Dan jangan terlalu diforsir. Aku sudah mengingatkan mu berulangkali. Tapi sepertinya kau tidak mendengarkan ya?" Sakila hanya tersenyum malu. "Ma-maaf Pak. Saya janji ini pekerjaan terakhir. Setelah ini saya akan pulang." "Baguslah. Ah, apa kau ingin pulang bersama ku?" "Tapi saya bawa motor Pak." "Tidak apa. Besok aku bisa menjemput mu." "Eh? Ta-tapi--" "Sekalian mengunjungi vendor. Kau bilang ada hal yang harus diselesaikan di sana?" "Ah benar. Yah. Sepertinya begitu lebih baik. Tapi... itu... a-apa tidak apa-apa? Maksud ku. Ba-Bapak kan sudah menikah. Kalau istri Bapak ta--" "Tidak usah memikirkannya. Dia tahu ini hanya pekerjaan." Sakila tak bisa membantah dan menuruti keinginan atasannya. Mereka berjalan bersama menuju parkiran. Ah kalau dipikir-pikir sejauh ini Sakila belum pernah bertemu dengan Ayu. Yah, jangankan Sakila. Seluruh karyawan pun tak ada yang tahu wajah dari istri seorang Adeen Lihong. Semoga saja dia tidak berbuat hal sembrono. Di depan sana sudah terlihat mobil SUV hitam terbaru yang baru dua bulan lalu keluar dari dealer. Mengkilat. Seolah lalat saja bisa terpleset jika mendarat di atasnya. Mobil impian semua orang. Dan tentu saja mobil kesukaan Adeen. Hanya saja... Adeen punya firasat buruk saat kakinya hampir sampai. Di mana gadis itu? Di mana gadis rusuh itu? Kenapa tidak kelihatan? Adeen tampak kebingungan. Celingukan mencari. "Pak? Bapak mencari sesuatu?" ucap Sakila. "Ah, itu...." Matanya menemukan kertas note kuning di lantai. Ia pungut dan membaca tulisan tinta merah di sana. "Aku duluan mas. Kamu lama." Tidak, ini tidak benar. Gadis itu baru sebulan tinggal di sini. Itu pun jarang keluar. Bagaimana jika dia hilang? Atau dimanfaatkan seseorang? "Hais!" Adeen mengacak rambutnya. Kesal. "Apa ada masalah Pak?" tanya Sakila. Hah benar-benar! Lagi-lagi Ayu membuat situasi di mana Adeen harus mengambil keputusan sulit. Dan mau bagaimana pun logikanya memilih ayu sebagai pemenangnya. Keselamatan dia adalah hal utama. Ayah dan Ibu akan murka jika terjadi sesuatu pada Ayu. Ini berat. Namun harua Adeen katakan. "Sakila. Maaf. Sepertinya aku tidak bisa mengantar mu. Ada keperluan mendesak. Aku benar-benar minta maaf." Sakila hanya tersenyum. Kemudian berkata, "tidak apa Pak. Saya bisa naik motor." Sumpah demi apapun. Jika Ayu ditemukan. Akan Adeen pastikan dia mendapat ganjarannya!

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook