Tak lama menunggu pintu ruangan Pak darsa pun ada yang mengetuk lalu masuklah kedua pemuda yang memakai seragam restoran, setelah dipersilahkan mereka berdua pun duduk sambil menundukkan pandangan, tidak berani beradu tetap dengan bos yang sangat bijaksana.
"Maaf Pak, kebetulan bapak manggil saya ke sini. saya mau meminta maaf karena saya sudah tiga hari ini ngasih makan pengemis, Tapi bapak tenang aja nasi yang dikasih itu adalah nasi yang biasa dibawa saya pulang ke rumah," ujar Wisma berterus terang.
"Iya tidak apa-apa, memang sebaiknya seperti itu, tapi sekarang kita mendapat masalah yang agak sedikit serius dari kebaikan kamu," jawab Darsa yang terlihat bijaksana.
"Masalah apa Pak?" tanya Wisma yang merasa heran.
"Begini Wisma kita memang dianjurkan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, tapi kebaikan kita tidak harus berlebihan, karena walaupun itu baik Kalau berlebihan itu sangat dibenci oleh Allah."
"Jadi maksudnya bagaimana Pak?" tanya Wisma yang semakin tidak paham.
"Tadi Ketika saya masuk ke dalam restoran, di teras ada pengemis yang sedang duduk, baunya sangat tidak elok di hidung setelah saya telusuri Kenapa pengemis itu berada di sana, ternyata kamu memberikan kenyamanan terhadapnya. memang pekerjaan kamu tidak salah, tapi ini bisa membahayakan kelangsungan usaha kita, karena jangan sampai untuk menolong seseorang kita mengorbankan banyak orang, seperti yang sudah kamu ketahui bahwa di restoran kita ada tujuh orang yang bekerja, kalau omset kita turun gara-gara para pengunjung tidak nyaman soalnya tempat makannya terasa kumuh dan bau, maka tujuh orang itulah yang akan terkena dampak negatifnya."
Mendengar penjelasan bosnya, Wisma pun terdiam seolah mencerna apa yang disampaikan oleh Darsa, Setelah lama terdiam Akhirnya dia pun berbicara kembali.
"Iya pak, terus apa yang harus saya lakukan?"
"Saya sudah tahu cerita kamu dari Andi, bahwa kamu sangat dekat dengan pengemis itu. Coba tolong kamu suruh pergi agar para pengunjung restoran kita tidak kabur."
"Baik Pak...!" jawab Wisma yang tidak berani membantah, karena sebenarnya dia pun sangat paham dengan apa yang terjadi, karena dia yang selalu mengobrol dekat dengan Heri, Dia mencium bau tidak sedap keluar dari tubuh pengemis itu.
"Ya sudah kalau begitu tolong suruh pergi, tapi dengan bahasa yang halus agar tidak menyakiti hati orang lain." Pinta Darsa mengakhiri permusyawarahan.
Kedua karyawan pun bangkit dari tempat duduknya Kemudian mereka pun pergi meninggalkan ruangan Darsa untuk melanjutkan pekerjaan masing-masing. sedangkan Wisma dia masuk ke dapur untuk membungkus nasi lalu dimasukkan ke dalam kantong, setelah itu dia keluar dari restoran menghampiri Heri yang sedang duduk.
Keadaan Heri sekarang sudah mulai membaik, Bahkan dia tidak tiduran seperti baru pertama datang ke restoran itu, Heri terlihat senang melihat Wisma yang datang karena dia sering mengobrol dengan Pemuda itu yang begitu perhatian terhadapnya.
"Ada apa Mas Wisma. kok tumben temenan sudah menghampiri saya?" tanya Heri sambil mengulum senyum merasa bahagia dihampiri oleh orang yang peduli dengannya.
Berbeda dengan Wisma yang terlihat raut wajahnya dipenuhi kesusahan Iya tidak menjawab pertanyaan dari Heri, Dia hanya duduk sambil menarik nafas dalam, membuat Heri merasa heran dengan pemuda yang selalu ceria itu.
"Kenapa Mas, ada masalah di tempat kerja?"
"Yah pak....! sebelumnya saya mohon maaf sama bapak," jawab Wisma namun tidak melanjutkan perkataannya.
"Mohon maaf Kenapa, justru bapaklah yang harus meminta maaf sama Mas Wisma, karena sudah merepotkan banyak."
"Tapi bapak nggak marah kan, kalau saya berkata jujur."
"Enggak lah...! masa saya marah sama orang baik, itu kan tidak etis."
"Begini Pak....!" akhirnya Wisma pun menjelaskan apa yang terjadi di dalam restoran, di mana dia ditugaskan untuk mengusir Heri dari tempat itu membuat orang yang mendengarkan cerita, terlihat merubah raut wajahnya dengan wajah mendung seperti mau hujan.
"Begitulah Pak, Sekali lagi saya mohon maaf atas kekurangan saya." pungkas Wisma mengakhiri ceritanya.
"Mas Wisma tidak usah meminta maaf karena dalam masalah ini Sayalah yang salah. saya merasa bersyukur bertemu dengan Pemuda sebaik mas, karena berkat bantuan mas saya sudah sembuh meski belum total. untuk masalah permintaan Bos Mas, jangan khawatir Saya tidak akan sakit hati karena memang beginilah kenyataan yang harus saya terima. tapi saya juga mohon maaf kalau saya tidak bisa membalas kebaikan Mas untuk sekarang, doakan saja kedepannya biar kita bisa bertemu lagi dalam keadaan dan waktu yang berbeda." jawab Heri yang membiaskan raut wajah kesedihan dengan mengangkat kedua sudut bibir membuat Wisma semakin merasa bersalah.
Tapi mau bagaimana lagi, karena memang benar apa yang dikatakan Darsa. jangan sampai untuk menolong seseorang kita membunuh tujuh orang lain, Wisma harus bisa tegas dengan keputusannya. setelah semuanya disampaikan dan Heri pun menerima, Wisma pun memberikan nasi yang sudah dimasukkan ke dalam kantong untuk makan Heri nanti malam, bahkan Wisma pun mengeluarkan uang sebesar Rp20.000 untuk diberikan terhadap Heri, namun pengemis itu menolak karena dia tahu mungkin keadaan Wisma tidak jauh lebih baik darinya, Kalau dia orang kaya Mana mungkin dia mau bekerja keras di tempat seperti itu, tapi nasi yang diberikannya Heri bawa karena Wisma tetap memaksa.
Heri pun bangkit dari tempat duduknya kemudian dia pun berpamitan terhadap Wisma untuk melanjutkan petualangan yang sangat menyedihkan, meski berat hati meninggalkan tempat yang sudah memberikan kenyamanan terhadap Heri tapi demi membalas kebaikan Wisma dengan lapang d**a dia pun pergi meninggalkan warung nasi diantar oleh tatapan Wisma sampai Tak Terlihat Lagi, ditelan oleh belokan trotoar.
Heri terus berjalan menyusuri trotoar, ketika ada warung atau penjual makanan dia pun berhenti untuk meminta belas kasihan. ada orang yang baik yang hatinya tidak tertutup untuk membagi sedikit rezekinya terhadap orang-orang yang kurang mampu, Ada pula yang acuh bahkan sampai menghina, namun meski begitu Heri tidak Patah Arang dia terus bersemangat, agar dia bisa kembali ke kampung halamannya yang berada di kampung Donorojo.
Dari semenjak meninggalkan warung nasi tempat Wisma bekerja, Heri terus berusaha untuk tetap hidup dengan cara mengais pundi-pundi recehan dari belas kasihan orang lain, namun sayang Walaupun dia sudah bekerja keras tapi keadaan kondisinya yang belum membaik sehingga membuatnya terus dihadapkan dengan kesengsaraan, bahkan tubuhnya terlihat sangat kurus, wajahnya sudah sangat dekil tulang rahang cara cetak dengan sempurna.
Sebulan berlalu kehidupan Heri masih belum berubah, bahkan semakin susah, karena ketika malam tiba dia tidur di mana saja yang terpenting tidak terhujani oleh air embun. ketika siang dia mulai bekerja dengan mendatangi rumah satu pindah ke rumah yang lain, tapi uang yang didapat tidak seberapa bahkan untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari saja itu tidak cukup, sehingga membuat Heri semakin belangsak.
Satu hari dia pun terduduk di depan salah satu restoran, namun beberapa saat berlalu Heri diusir oleh satpam, sehingga dia pindah tempat duduk di trotoar jalan, di hadapannya ada gelas bekas air mineral untuk memberi pertanda orang-orang yang melihatnya bahwa dia adalah seorang pengemis.
"Dasar nasib, nasib....! kehidupan bukannya semakin membaik malahan semakin susah. jangankan untuk pulang ke kampung untuk makan saja tidak cukup," ujar Heri sambil menyandarkan tubuhnya ke tembokan pot bunga, matanya memindai keadaan sekitar yang terlihat sangat ramai oleh kendaraan yang berlalu Lalang.
Matahari sudah berada di ufuk sebelah barat menandakan waktu itu sudah memasuki sore hari, Heri tetap duduk di pintu keluar restoran Bukannya dia tidak mau pergi dari tempat itu, tapi tubuhnya yang sangat lelah sehingga dia memutuskan untuk beristirahat lama, sambil menunggu ada orang yang berbelas kasihan terhadapnya.
Dari ujung trotoar sebelah Selatan terlihat ada sosok laki-laki yang sedang berjalan menuju ke arah Heri, pakaiannya sangat rapi dengan menggunakan baju gamis hitam, di kepalanya terlilit sorban yang diikatkan, mata laki-laki itu terlihat bergerak-gerak memindai keadaan sekitar seperti seorang maling yang sedang mencari mangsa.
Semakin lama orang itu semakin mendekat ke arah Heri, bahkan dia pun terlihat berhenti ketika melihat orang yang sedang duduk menghadapi sebuah Aqua gelas yang terisi uang 2000-an, namun tidak banyak hanya beberapa lembar saja.
"Hahaha lagi ngapain kok nyari uang receh di tempat seperti ini?" Tanya orang yang baru datang dengan tiba-tiba kemudian dia pun berdiri di hadapan Heri.
"Iya Pak, saya sedang sakit sehingga saya tidak bisa bekerja normal seperti biasanya," jawab Heri sambil menundukkan pandangan tidak berani beradu tetap dengan orang yang dianggapnya sebagai orang yang memiliki ilmu karena melihat dari pakaiannya yang sangat agamis.
"Makanya ibadah yang rajin biar uang itu datang sendiri, tidak harus meminta-minta seperti ini. karena ini sangat merendahkan agama kita," ujar pria itu memberikan nasehat.
"Saya sudah beribadah, Saya sudah bertakziah ke makam para wali, Saya sudah melakukan berbagai cara untuk memudahkan mencari uang, tapi semuanya gagal sampai seperti inilah nasib saya sekarang."
"Semuanya harus pakai ilmu, jangan hanya beribadah. karena ibadah yang tidak pakai ilmu maka kerusakanlah yang akan ia dapat, kalau dibandingkan dengan maslahatnya."
"Ilmu apa yang harus saya miliki untuk beribadah?" tanya Heri yang sedikit merasa kesal.
"Ya ilmu ibadah lah!"
"Emang kalau dengan ibadah kita bisa mendapatkan uang?"