Keesokan harinya Kaylee memutuskan untuk pergi ke rumah sakit yang sama. Tetapi bukan untuk menjalani pengobatan yang dianjurkan oleh dokter Elmer. Kaylee justru datang untuk meminta resep obat yang dapat meredakan nyeri dan bengkak di area kaki.
Awalnya dokter Elmer tetap menyarankan agar Kaylee bersedia menjalani pengobatan yang dianjurkan agar lebih cepat mengatasi perkembangan sel kanker di kakinya. Sampai akhirnya dokter Elmer menurut karena Kaylee tetap kekeuh ingin menjalani pengobatan berjalan dengan alasan dirinya sedang sibuk mengurus kasus salah satu kliennya.
Kaylee pulang dari rumah sakit dengan membawa beberapa botol obat yang dapat diminum untuk meredakan sakit serta bengkak di area kaki. Dokter Elmer juga memberikan obat yang dapat memperlambat proses perkembangan sel kanker dan tidak lupa menjelaskan pada Kaylee jika dirinya harus tetap menjalani pengobatan yang dianjurkan.
Laju mobil wanita itu melewati jalanan aspal kota Cochabamba. Kaylee mengendarai mobil menuju rumah sang ayah yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah sakit. Hanya mengambil jalur kanan di persimpangan jalan pertama dan membutuhkan waktu sepuluh menit untuk sampai di sana.
Di tengah perjalanan dering ponsel miliknya membuat Kaylee menghentikan mobil di tepi jalan. Ketika mengecek layar ponsel, wanita itu justru melamun menatap sebuah nama yang sudah tidak asing lagi baginya. Jemarinya tak bergerak untuk menerima panggilan tersebut hingga dering itu tidak lagi berbunyi.
Hati Kaylee merasakan keraguan ketika mengingat kondisi kesehatannya saat ini. Entah mengapa dirinya merasa ragu untuk tetap mempertahankan hubungan asmaranya bersama sang kekasih, Duane.
Ponselnya kembali berdering dengan nama pemanggil yang sama membuat lamunan Kaylee membuyar. Wanita itu menarik napas yang kini terasa begitu berat. Ibu jarinya bergerak di atas layar ponsel untuk menerima panggilan tersebut.
Diam. Kaylee hanya menatap nyalang ke depan saat mendengar suara Duane. Kerinduan serta rasa sedih yang kuat tiba-tiba menyelimuti hatinya, membuat kedua mata Kaylee berkaca-kaca.
Padahal dia tidak pernah menangis ataupun merasa sedih jika sedang ada masalah dengan Duane. Tak jarang pula pria itu selalu marah pada Kaylee ketika merasa di abaikan. Tetapi kali ini Kaylee merasakan hal yang berbeda. Apakah mungkin karena sakit yang dia derita tidak dapat membuatnya mempertahankan hubungan mereka untuk waktu yang lebih lama?
"Kaylee? Siall! Sampai kapan kau akan mengabaikan ku?" Terdengar u*****n serta desahan napas kasar dari arah Duane. "Kaylee bicaralah."
Kaylee mengejapkan kedua mata berulang kali ketika dirinya sadar dari lamunan sesaat. Sebelah tangannya mengusap pipi yang basah karena airmata yang tiba-tiba menetes tanpa keinginannya. Kaylee menundukkan tatapannya saat mendengar Duane kembali mengumpat untuk ke sekian kali karena diabaikan olehnya selama beberapa hari terakhir.
"Apa kau ada waktu akhir pekan ini?" tanya Kaylee tanpa menggubris u*****n-u*****n Duane.
"Kenapa kau bertanya sesuatu yang sudah jelas kau tahu jawabannya?"
Kaylee tersenyum tipis. Sudah dipastikan jika Duane merasa sangat kesal padanya dari nada suara pria itu.
"Baiklah. Bagaimana kalau kita makan malam bersama akhir pekan nanti?"
"Jangan membatalkan janji mendadak, Kaylee."
"Tidak …. " Kaylee menjawabnya dengan nada suara pelan.
"Baiklah. Aku akan mengunjungimu akhir pekan."
"Ya." Kaylee kembali menatap lurus ke depan. "Duane, aku sedang di jalan. Nanti ku telepon lagi."
"Okay. Jangan lupa janji akhir pekan," ucap Duane kembali mengingatkan seolah takut Kaylee akan membatalkan janji yang sudah dibuatnya.
"Ya," jawab Kaylee sembari tertawa kecil membayangkan ekspresi Duane saat ini.
Dalam sekejap Duane memutuskan sambungan teleponnya. Lalu Kaylee menjauhkan benda pipih tersebut dari arah telinga dan meletakkannya di atas dashboard mobil. Kaylee memalingkan wajahnya seraya menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Berusaha menenangkan hatinya yang diselimuti oleh kebimbangan.
Beberapa menit kemudian Kaylee kembali melajukan mobilnya. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Bahkan Kaylee lebih memilih tidak menyimpangi mobil yang ada di hadapannya supaya tidak terlalu membuat kedua kakinya harus berlomba menginjak pedal gas dan rem.
***
Seorang pria mengenakan jas putih tengah berjalan di sebuah koridor rumah sakit. Langkahnya melewati pintu ruangan kantin. Pria yang dikenal dengan nama Elmer De Marche tersebut menghampiri antrian menuju tempat mengambil makanan.
"Hai."
Elmer menoleh ke belakang ketika mendengar sapaan dari seseorang. Dia hanya tersenyum lebar untuk membalas sapaan dari wanita tersebut. Saat kedua tangannya tengah sibuk mengambil setiap menu makanan yang diinginkan, wanita yang memiliki profesi sama sepertinya tampak berbicara.
"Aku mendengar kabar kau memiliki pasien osteosarcoma yang tidak mau menjalani pengobatan. Apa itu benar?" tanyanya dengan penuh rasa penasaran.
"Seperti biasanya, kau tidak pernah tertinggal satu gosip pun," ucap Elmer menjawab pertanyaan Dee Eliot.
Wanita berambut gelap itu justru tertawa mendengar jawaban Elmer. Kini mereka berdua beriringan pergi menuju meja makan yang masih kosong. Keduanya duduk berdampingan di meja yang sama.
"Di mana Taylor dan Chris?" tanya Dee seraya mengalihkan pandangan matanya ke sekeliling ruangan kantin. Tetapi tidak menemukan kedua pria tersebut.
"Taylor sepertinya masih sibuk mengurus beberapa teman di media sosialnya. Kalau Chris, dia sedang ada jadwal operasi dan mungkin belum selesai," jawab Elmer lalu mulai menyantap makan siangnya.
"Huft … dasar si dokter playboy Taylor," gerutu Dee lalu menyusul Elmer menyantap makanan. "Oh ya, kemarin Taylor mengatakan padaku kalau kau akan kencan akhir pekan. Apa itu benar?"
"Tidak. Taylor hanya berbohong padamu," jawab Elmer membuat Dee tersenyum lebar.
"Ya. Aku pun berpikir seperti itu. Tidak mungkin kau bersedia kencan dengan wanita lain saat ini."
"Apakah itu pujian atau hinaan?" Sindir Elmer sembari bertanya.
"Apapun itu menurutmu," jawab Dee lalu kembali tertawa.
Elmer hanya tertawa kecil dan kembali menyantap makanannya. Tak lama kemudian dari arah lain terlihat Taylor datang dengan membawa makanannya. Taylor duduk di depan Dee.
"Lelahnya hari ini …. " Taylor mendesah seolah sedang mengeluarkan keluh kesahnya hari ini. "Aku penasaran akan sampai kapan si brengsekk itu menempatkan ku di unit gawat darurat," gerutu Taylor.
"Aku harus membuat masalah lebih besar agar kau bisa keluar," timpal Dee merespon.
"Aku masih menyayangi Elmer. Jadi aku masih ingin bekerja di sini," jawab Taylor membuat Dee memutar bola matanya lalu bereskpresi hendak memuntahkan sesuatu.
"Apa kalian berkencan di belakangku?" tanya Dee dengan sorot matanya melirik ke arah Elmer yang terlihat mengabaikan obrolannya dengan Taylor.
"Ya. Kemarin malam. Di taman rumah sakit ini. Bukan begitu, baby?" jawab Taylor dengan nada dibuat-buat hingga membuat Dee semakin merasa muak.
"Oh my God!! Aku tidak menyangka si playboy rumah sakit ini ternyata mempunyai skandal yang sangat besar." Dee menutup mulutnya dengan satu tangan ketika sedang berekspresi pura-pura terkejut.
"Ah sudahlah. Jangan seperti itu," ucap Taylor lalu menampik tangan Dee. Dirinya justru merasa kesal melihat Dee dengan sengaja berekspresi seperti itu hingga menarik perhatian beberapa suster serta dokter lainnya. "Kau bisa merusak reputasi serta ketampananku," sambung Taylor dengan nada suara yang berubah kesal.
Elmer hanya menggelengkan kepala melihat kedua temannya yang sedang bercanda tersebut. Hingga akhirnya perhatian Elmer teralihkan saat merasakan sesuatu bergetar di dalam saku snelli miliknya. Elmer menghentikan aktivitas makan dan merogoh kantong jas dokter untuk mengambil ponsel. Dirinya terlihat diam ketika membaca isi pesan singkat yang baru saja diterima.