Dipermainkan

1053 Words
Dengan segera Fika pun melepaskan sepatunya, lalu berlanjut duduk di samping Shania sehingga menjadikan gadis itu di apit olehnya dan juga Andi. Persetan dengan rasa malu, yang terpenting bagi Fika sekarang ini adalah Shania. Agaknya sahabatnya itu sudah mulai melunak pada dirinya dan tidak marah lagi seperti yang terakhir kali. Fika sangat tahu, semarah apapun Shania pasti tidak akan pernah berlangsung lama. Misalnya sekarang ini saja. "Ngapain mata Lo jelalatan kayak gitu? Kelilipan?" tanya Shania sedikit sensi pada saat Fika memangku tangannya sendiri sembari matanya mengedip beberapa kali dan hal itu tentu saja membuat Shania risih karena yang diberi kedipan seperti itu adalah dirinya. "Bukan, Kak. Orang yang kelilipan gak kayak gitu," ujar Andi yang langsung memeriksa keadaan bibinya ketika Shania menyebutkan. Akan tetapi ia tidak mendapati seperti yang Shania katakan. "Kalau bukan kelilipan, namanya apa?" "Tante-tante genit, mungkin," tutur anak itu dengan seperti tanpa beban. Sontak saja, penuturan Andi itu membuat Fika langsung beralih menoleh padanya. "Heh ... Sembarangan," tegur Fika kepada keponakannya. Sedangkan Shania saati ini tengah terkekeh kecil karena lagi dan lagi Fika menerima julukan aneh dari Andi. Mulut anak itu memang selalu jujur dan unik, Shania jadi teringat ketika Andi mengatai Bella seorang 'Tante-tante girang, bagaimana wajah Bella yang langsung berubah drastis setelah menerima julukan seperti itu dari Andi, persis seperti apa yang terjadi pada Fika saat ini. Sedikit menyayangkan karena waktu itu ia sempat menegur Andi lantaran telah berkata seperti itu terhadap Bella yang dulunya hanya ia ketahui adalah sebagai kekasih Jean. Fika nyatanya tidak terlalu ambil hati atas ucapan keponakannya itu padanya. Malahan gadis itu melanjutkan kembali memandangi Shania, tapi kali ini ia lebih melakukan tindakan. "Sini gua bantu," pintanya sembari mencoba mengambil alih serbet bersih yang Shania gunakan untuk mengelap piring dan sendok yang mereka bawa, sayangnya Shania segera menarik benda tersebut sehingga menjadikan Fika tidak berhasil dalam menuntaskan aksinya itu. "Gak usah, udah terlambat," ujar Shania dengan tegas karena memang sekarang ini pekerjaannya itu hampir selesai. Fika rupanya tidak ingin menyerah, "Ya udah ... Sekarang Lo mau ngapain lagi, gua seorang Fika yang baik hati ini pasti bakalan ngasih bantuan spesial buat Lo," ujar Fika dengan bersedekap d**a karena merasa begitu yakin menganggap dirinya memang lah seorang yang paling bisa diandalkan dalam hal apapun. "Cukup dengan diam dan gak banyak tingkah. Gua bakalan berterima sama banyak sama Lo, kalau Lo bisa lakuin itu," jawab Shania yang sebenarnya bertujuan untuk membuat Fika tidak bersuara lagi karena tidak ingin ada recokkan tidak penting dari sahabatnya itu. "Oke, gua bakalan lakuin itu," putus Fika yang seketika itu menutup rapat-rapat mulutnya. "Sama satu lagi, Lo ngadap belakang," tambah Shania karena merasa syarat diawal itu belum cukup. Meski keningnya menggerut, tapi ujungnya pun gadis itu menganggukkan kepalanya dan berlanjut memutar badannya menghadap ke belakang, untuk menuruti perkataan Shania barusan. Selang beberapa menit kemudian, saat Fika masih mendalami persyaratan Shania itu, tidak terdengar adanya suara lagi. Dengan masih memunggungi tempat duduk Shania dan juga Andi, Fika lalu berkata. "Shan, gua yakin sekarang Lo pasti udah gak marah lagi sama gua 'kan dan permintaan maaf gua pasti udah Lo terima, 'kan?" ujar Fika dengan penuh keyakinan, karena sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan suara yang lumayan tenang ini. Sedetik, dua detik, ia menunggu adanya sahutan dari Shania. Namun, sayangnya hal itu tidak ada. Di detik ke tiga, Fika langsung menoleh kembali ke belakang punggungnya, untuk mengetahui sebenarnya apa yang telah terjadi. "Jirr ... Gua dikerjain lagi," umpat Fika saat ia tidak lagi mendapati seorang pun di sana. Rupanya sedari tadi ia cuma berbicara seorang diri seperti layaknya orang gila karena orang yang sebenarnya ia ajak bicara sekarang inu sedang sibuk bermain berdua dengan keponakannya itu. Dengan segera Fika bangkit berdiri untuk menyusul dan memberi perhitungan kepada mereka. ***** Titik pandang mata Shania sedari tadi tidak teralihkan ke objek lain, selain satu objek yang sangat menarik minatnya untuk terus memantau tanpa ada putus-putusnya. Entah kenapa, pemandangan di mana Jean tengah bergelut dengan asap yang berasal dari bara api barbeku itu membuat hatinya berdebar-debar dan menghangat. Tampan. Itu adalah satu kata yang menurutnya sangat pantas untuk mendefinisikan keadaan Jean saat ini. Meskipun asap itu sedikit pekat dengan warna hitam yang mengudara, tapi tidak membuat penampilan laki-laki dengan rambut klimis ala-ala oppa Korea itu menjadi berkurang. Malahan, bagi Shania hal itu dapat menjadi ketertarikan tersendiri terhadap diri Jean. Jika saja bisa, mungkin sudah sedari tadi Shania mengarungi laki-laki itu agar menjadi miliknya di detik itu juga. Seperti Shania sungguhan tertarik pada bosnya tersebut. "Ganteng ya?" Tanpa sadar, Shania langsung mengangguk kepalanya dengan titik pandang yang belum ia putuskan dari Jean. Namun, ketika kesadaran itu telah berhasil menguasai dirinya kembali, Shania langsung saja memalingkan wajahnya ke sumber suara yang mengajaknya berbicara barusan. "Cieee ... Kayaknya ada yang jatuh cinta nihhh ...," ujar Fika menggoda yang seketika berhasil membuat Shania menjadi salah tingkah atau kata lainnya adalah dirinya merasa malu karena aksinya tadi telah kepergok oleh sahabatnya sendiri yang terkenal akan mulutnya yang ember. "Apaan sihh, aneh-aneh aja Lo. Orang yang gua maksud ganteng itu 'kan Andi," ujar Shania membela diri. Sekarang ini Andi memang berdiri tepat di samping ayahnya, anak itu mengajukan diri untuk membantu Jean dalam menuntaskan urusan pemanggang daging agar pekerjaan ayahnya itu segera terselesaikan dengan cepat. "Masa?" Goda Fika lagi dengan tatapan jail, terbukti dari dirinya yang berkali-kali sengaja mengedikkan matanya ke arah Shania. Melihat itu, Shania memutar bola matanya. Gadis itu memilih membelakangi Fika dari pada terus menerim guyonan yang semakin membuat rona di wajah nya semakin terlihat jelas, bisa-bisa ia akan dipermalukan oleh gadis itu. Shania tidak mau memberikan Fika bahan baru untuk hiburannya. Melihat Shania yang bereaksi seperti itu membuat Fika menjadi tersadar, ia tidak boleh lagi membuat Shania menjadi terpancing emosi yang kedua kalinya. Sudah cukup ia tadi susah payah mengambil kembali hati Shania, Fika tidak mau ada lagi kata yang kedua kali. Oleh karena itu lah Fika memilih untuk merapatkan mulutnya. Bertepatan dengan itu, Jean dan Andi datang menghampiri mereka dengan membawa makanan yang telah matang. Seketika itulah aroma dari daging yang telah selesai dipanggang langsung menyeruak dan menembus alat pernapasan Shania, gadis itu langsung menoleh kembali dan menempatkan dirinya ke posisi duduk yang semula. "Ayo kita makan," ujar Jean. Ketiga orang itu langsung mengangguk untuk mengiyakan ajakan Jean pada mereka barusan. semua orang terlihat berseri-seri karena sebelumnya mereka tidak pernah memakan makanan yang dibuat langsung oleh Jean.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD