Mendadak menghilang

1276 Words
Shania menyesal sekarang, jika saja ... jika saja ia tidak hanya memfokuskan dirinya untuk berbicara kepada Fika, Andi tidak mungkin bisa menghilang seperti ini. Jika saja ia bisa menyeimbangi titik fokusnya antara Andi dan Fika, Andi tidak mungkin pergi secara misterius darinya. Sebenarnya, ke mana anak itu pergi? Shania masih saja berkeliling ke sana ke mari untuk mencari seorang anak laki-laki yang mengenakan cardigan abu-abu serta celana dari seragamnya yang berwarna merah. Di sekitarnya terlalu ramai, banyak orang yang berlalu lalang tanpa henti, sehingga mempersulit proses Shania untuk menemukan anak majikannya itu. "Tuan Muda! Andi! Kamu di mana!" Ternyata, berteriak memanggil saja tidak lah cukup karena sebesar apa pun volume suara yang ia keluarkan hanya akan tenggelam ditelan oleh suara keramaian. Namun, meskipun begitu Shania tidak menyerah, ia masih gencar mencari keberadaan anak itu. Sampai pada akhirnya suara handphone yang berada dalam saku celananya bergetar, Shania awalannya mencoba mengabaikan karena ia tidak ingin fokusnya teralihkan lagi seperti tadi. Beberapa saat ketika handphone itu bergetar lagi, dan itu berlangsung berkali-kali membuat Shania terpaksa menyerah. Ia pun terpaksa menerima panggilan telepon tersebut. Melihat nama yang tersemat di layar ponsel teratasnya, perlahan hal itu berhasil membuat wajah dongkol gadis itu memudar. Tenyata yang menghubunginya saat ini adalah Fika, Shania harap ia akan mendapatkan kabar baik dari sahabatnya itu. Dengan segera ia menempelkan benda pipih itu pada telinganya. "Hallo, Fik. Gimana, Lo udah nemuin Andi belum?" tanyanya, tanpa membiarkan lawan bicaranya untuk berbicara lebih dahulu. "Iya, Shan. Dia di sini, sama gua sekarang," jawab Fika di seberang sana dengan nada antusias. Seketika, ucapan Fika itu berhasil membuat Shania bernapas dengan lega. Bahkan kerutan di keningnya sudah tidak ada lagi, tergantikan oleh sebuah senyuman di bibir. "Ya udah, kasih tahu gua kalian ada di mana. Gua mau nyusul." Kini Shania terdiam untuk membiarkan Fika menuntaskan kalimatnya. Dari sahabatnya itu sekarang Shania jadi tahu ke mana ia harus pergi. Rupanya, Andi tadi tidak pergi terlalu jauh dari mereka, anak itu hanya bermain di tempat yang berseberangan dengan stan penjual permen kapas yang menjadi bahan untuk pembicaraannya dengan Fika waktu tadi. Sehingga Shania jadi memiliki acuan untuk ke tempat anak itu. Ia berbalik lagi, kemudian mulai berjalan menuju tempat yang dimaksud oleh Fika. Di tengah perjalanan, kakinya tahu-tahunya tersandung oleh batu. "Akhhh...!" Hampir saja ia akan terjerembab ke tanah, tapi untung saja ada seseorang yang menahannya dengan menarik baju kerah belakangnya. Shania bernapas lega, segera ia memperbaiki posisi berdirinya. Ia lalu berbalik, menatap orang yang telah berjasa menolongnya. Seketika itu ia melihat seorang maskot lah yang berdiri di hadapannya. Shania menyunggingkan senyum termanisnya, ia merasa sangat bersyukur karena berkat pertolongan seorang maskot yang memakai kostum besar itu wajahnya jadi terhindar dari mencium tanah. Ia tidak bisa membayangkan kalau ia tadi benar-benar jatuh pastinya tidak hanya rasa sakit saja, rasa malu akan lebih menerpa dirinya karena dilihat oleh banyak orang yang berjalan di sekitarnya. Mungkin ada yang berpikir kalau ia tidak bisa berjalan dengan benar. "Terima kasih banyak," ujar gadis itu dengan sopan dan beberapa kali membungkukkan kepalanya. Maskot tersebut cuma mengangkat tangannya, pertanda kalau ia menerima ungkapan terima kasih dari gadis yang telah ia tolong. Bukannya kenapa, ia tidak bisa menyahut Shania lantaran suaranya tertahan dari dalam kostum yang dikenakannya. Jadi percuma saja kalau ia mengeluarkan suara, Shania tidak mungkin bisa mendengarnya. Sedangkan Shania sendiri mengerti akan hal itu. Sebenarnya, seseorang yang berada di dalam kostum tersebut merasa panas dingin ketika melihat wajah Shania. Untung saja gadis tersebut tidak menyadari apa yang ia rasakan. Merasa tidak punya urusan lagi, Shania lalu ijin pamit kepada maskot tersebut, tentunya maskot itu hanya membalas Shania dengan anggukan saja. Setelah gadis itu benar-benar pergi dari hadapannya, seorang berkostum boneka beruang itu menyadari kalau gadis tersebut telah menjatuhkan sesuatu di tanah. Ia pun mengambilnya kemudian menggenggamnya dengan erat. Di sisi lain, seorang egadis yang bertemu dengan si maskot beruang berukuran besar tadi sudah berdiri di tempat yang memang ingin ia tuju. Tidak terlalu jauh dari sana ia melihat seorang gadis lain yang memakai kemeja kecoklatan dengan kacamata hitam yang tersemat di saku baju tersebut tengah melambai-lambaikan tangan padanya, itu adalah Fika. Shania pun membalas lambaian tangannya diselingi berjalan mendekat. Di sana Andi, anak yang ia cari tadi tampak membelakangi dirinya karena sibuk melakukan sesuatu. Tidak hanya itu saja, ada dua bodyguard juga yang berdiri di samping anak itu. Shania menggerenyitkan keningnya, bagaimana bisa ia tadi tidak melihat mereka. Padahal bisa dikatakan tempat itu tidak terlalu tertutup, seharusnya ia bisa melihat itu tadi. "Shan sini!" Fika masih mengangkat tinggi-tinggi tangannya dan Tanpa ba-bi-bu lagi, Shania segera melangkah ke sana. Shania begitu penasaran, apa yang sedang Andi lakukan. Setelah tiba di sana, ia menggerenyitkan keningnya melihat Andi yang tengah menarik anak panah yang sudah siap ditujukan pada balon-balon berwarna yang memang dijejerkan satu per satu di dinding bagian dalam stan ini. Shania awalnya ingin menyapa, tapi melihat Andi yang begitu fokus ia mengurungkan niatnya itu. Gadis itu malah menatap Fika yang di tangan kanannya kini memegang kantong plastik besar yang entah apa isinya lantaran kantong plastik itu tidak tembus pandang. Melalui raut wajahnya, Shania bertanya kepada Fika menggunakan bahasa isyarat. Dan Fika menjawabnya dengan menggedikkan bahu lalu menoleh pada Andi, seolah-olah menyuruh Shania untuk ikutan menoleh pada anak itu. Shania kembali menatap Andi yang kala itu sudah melesatkan anak panahnya. Dan, seperti sebelum-sebelumnya mata anak panah yang berbentuk tidak terlalu runcing itu berhasil mengenai salah satu balon berwarna hijau yang seketika membuatnya meletus, pecah dan tak tersisa. Andi seketika menyunggingkan senyum. "Yeyy ... Kenak lagi!" Kedua bodyguard mengajak Andi bertos ria untuk merayakan kemenangan anak majikan mereka, dan tentu saja Andi pun menerima ajakan itu. Sementara itu, Fika tampak bersorak riang atas keberhasilan dari keponakannya, ia segera menuju sang pemilik stan untuk menerima hadiah yang Andi dapatkan. Kontras dengan dengan Fika, Shania cuma menepuk tangannya sembari mengumbar sebuah senyuman. Cukup tidak menyangka kalau Andi punya keahlian memanah. "Wahhh ... Tuan Muda hebat banget, selamat ya. Kakak gak nyangka kalau kamu ternyata jago main yang beginian," puji Shania sembari mengacungkan jempol kala Andi sudah menghadap ke arahnya. Andi tidak menjawab, ia memberikan reaksi tersenyum malu la lantaran mendengar pujian yang Shania berikan padanya barusan. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, anak itu beranjak dari sana melangkah ke tempat Fika yang sedang menunggu hadiah boneka milik Andi yang akan diberikan oleh pemilik stan itu. Kedatangan Andi di sana rupanya hendak mengambil secara langsung hadiah tersebut dari tangan pemilik stan yang padahal Fika sudah mengulurkan tangannya lebih dahulu, tapi sayangnya tetap berhasil didahului oleh anak kecil itu. Fika kini berdiri cengo karena setelah mengambil barang tersebut Andi langsung menyingkir ke arahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tapi, gadis itu tidak berlarut-larut. Ia kemudian mengikuti Andi yang pergi ke arah Shania. Dia membuka lebar kantong plastik hitam di genggamannya yang ternyata dipenuhi oleh berbagai jenis boneka, mulai dari yang besar sampai yang kecil. "Laras. Coba liat deh, banyak 'kan. Lo pasti gak nyangka 'kan kalau ini semua hasil kerja keras Andi. Tapi, sayangnya itu memang benar. Andi mendadak menghilang tadi ternyata main di tempat ini," cerocos Fika setelah itu. Kening Shania terangkat, tidak menutup kalau ia juga merasa terkejut. Ia kira bodyguard tidak menjaga Andi lah yang mendapatkan itu semua karena tadi ia juga sempat salah satu bodyguard itu juga memegang busur. "Seriusan Lo? Wahhh ... Tuan Muda Andi memang the best banget deh." "Keponakan siapa dulu dong, Fika gitu loh," ujar Fika dengan kepedean, sontak hal itu menuai tatapan intens dari Andi. "Ini, buat Kakak," ujar Andi dengan mengulurkan boneka yang ia ambil dari pemilik stan tadi sekaligus langsung menyela Fika yang tengah mengobrol dengan Shania. Alhasil bibinya itu jadi tergeser sedikit ke belakang karena anak itu juga mengambil alih posisinya "Beneran nihhh. Makasih banyak lohh."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD