Insomnia Mendadak

1283 Words
Mungkin saja Shania tidak akan pernah melupakan kejadian yang ia alami hari ini. Andai saja kalau ia sampai ditangkap dan dibawa pergi tadi, seorang bernama Laras yang berkerja menjadi pengasuh anak tidak akan ada lagi di dunia karena sudah tergantikan dengan seorang perempuan yang menjadi istri muda dari seorang duda yang memiliki anak satu. Shania mengingatkan dirinya sendiri untuk lebih berhati-hati lagi dalam mengambil langkah jika ingin bisa bertahan dalam menentang ayahnya yang ingin menjodohkan dirinya. Ia tidak boleh sampai tertangkap juga tempat persembunyiannya ini tidak boleh diketahui oleh orang orang yang berada di sekitar ayah nya. Tidak seperti siang hari tadi ketika Shania merasa ceria dan sedikit masa bodoh akan kejadian yang ia alami. Malam ini ia malah kepikiran sampai-sampai membuatnya sulit untuk tidur, ia mengalami insomnia mendadak. Gadis itu merasa gelisah, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja membuatnya terpaksa kembali ke rumah dan harus menghadapi perjodohan yang teramat menyebalkan itu. Shania bangkit dari posisi rebahannya, melihat persediaan air di gelas kosong, gadis itu berinisiatif keluar kamar untuk mengambilnya di dapur. Melewati ruang kerja Jean, Shania mendapati pintu ruangan tersebut sedikit terbuka dan lampu di dalam sana masih menyala. Sekarang sudah tengah malam, di mana jam sudah melebihi angka dua belas malam. Shania penasaran akan apa yang ada di dalam, oleh sebab itulah ia pun memberanikan diri untuk menyembulkan sedikit kepalanya ke dalam. Saat itu, ia melihat sosok seorang Jean berada di depan komputernya. Laki-laki tampan itu ternyata masih bekerja sampai jauh malam seperti ini. "Hmmm ... Kasian," gumam Shania. Gadis itu bukan bermaksud mengganggap apa yang Jean lakukan ada sesuatu yang sangat menyedihkan, melainkan ia mengerti dan memahaminya dari hati sehingga timbullah rasa simpatik. Apa yang dilakukan Jean sekarang ini tidak jauh beda dengan apa yang Bimo lakukan untuknya dan juga Shekan dulu. Di mana mereka harus bekerja sampai larut malam demi untuk menafkahi anak-anak mereka. Namun, Shania rasa beban Jean lah yang lebih berat di sini karena hampir setiap malam Shania tanpa sengaja memergoki pria itu tengah lembur. Sedangkan seingat Shania, Bimo melakukan kerja lembur hanya beberapa kali saja dalam seminggu dan sekarang setelah dirinya dewasa dan Shekan juga sudah bisa mengambil peran dalam perusahaan, hampir tidak pernah terdengar lagi pria yang harusnya sudah memiliki seorang menantu dari putra laki-lakinya itu melakukan pekerjaan sampai larut malam. Shania menyayangkan usia Jean yang masih muda tapi harus melalui semua ini, yang mana mungkin saja tidak akan baik untuk kesehatan dan dampaknya akan datang ketika pria itu mencapai usia setengah baya. Menjadi seorang ayah sekaligus menggambil peran seorang ibu bukanlah perkara yang mudah untuk dijalani. Hal itu dialami oleh dua orang pria yang Shania kenal dan Shania amat mengerti tentang beban yang mereka tanggung. Setelah waktu berlalu hampir sepuluh detik, kemudian segera Shania pergi dari sana. Menuju tempat yang ia rencanakan sedari awal ketika ia keluar dari kamarnya tadi, yaitu dapur. Tanpa Shania sadari, sebenarnya Jean menyadari kehadirannya. Sesampainya Shania di dapur, segera gadis itu mengambil air dari dispenser. Seraya gelasnya sedang di isi oleh air, mata Shania berpendar ke sekeliling ruangan dapur. Berhenti tepat ketika ia menatap lemari es yang berukuran besar itu. Ada ketertarikan tersendiri bagi Shania untuk mendekati benda yang di sebut kulkas itu. Di mana, di dalam sana adalah surganya makanan. Shania sangat tahu, beragam jenis makanan baik yang ringan maupun berat lengkap tersedia. Dan makanan-makanan itu tidak lebih dari persediaan milik keluarga ini. "Gara-gara insomnia, gua kok jadi pengen makan ya." Shania memegang perutnya. "Kalau gua ngambil beberapa cemilan yang ada di dalam sana, bakalan jadi masalah gak ya?" tanya Shania pada dirinya sendiri. Kemudahan ia menoleh ke kiri dan kanan, memeriksa apakah ada orang di sekitarnya. Saat tangannya sudah terulur untuk membuka pintu kulkas tersebut, Shania berpikir lagi. "Gak, sebaiknya jangan. Ini sama aja Lo nyuri di tempat kerja Lo sendiri, Shania. Pokoknya Lo harus bisa nahan hasrat biar Lo bisa kerja lebih lama di sini," ucap Shania, memperingati dirinya sendiri. Meski mulutnya berkata seperti itu, tapi pikiran Shania melawan arah. Shania menahan tangan kanannya yang dengan sendirinya mencoba membuka pintu kulkas lagi. Ketika hatinya sudah benar-benar ia teguhkan agar tidak sampai membuka pintu kulkas itu, Shania kemudian membalikkan badannya hendak kembali ke kamar. Namun, saat itulah ia malah menjadi terkejut dengan kehadiran seseorang yang tepat berada di hadapannya dengan jarak yang benar-benar dekat, malahan hidung mancung nya tadi hampir saja menyentuh dagu orang tersebut. "T-tuan." Benar sekali, orang yang muncul tiba-tiba itu adalah Jean. Shania tidak tahu sejak kapan laki-laki tersebut berdiri di belakangnya, karena kedatangannya saja seperti angin yang sama sekali tidak disadari oleh Shania. Meski sudah tahu kalau dirinya dan gadis di hadapannya ini sangat dekat, Jean perlahan berjalan maju membuat Shania menjadi mundur berupaya agar jarak di antara mereka berdua masih ada. Jean terus saja maju dan Shania yang masih berjalan mundur sampai bertemu dengan jalan buntu, langkah mundurnya tertahan ketika punggungnya menyentuh muka lemari pendingin. Shania semakin kalut ketika Jean masih saja tidak berhenti mendekat. "Tuan, apa yang sedang Tuan lakukan?" Pertanyaan Shania tidak digubris oleh Jean. Laki-laki itu tetap melangkah maju. Saat tidak bisa lagi menciptakan langkahan, Jean lalu menundukkan sedikit kepalanya mengarah ke wajah Shania yang membuat jantung gadis itu bermain ritme tidak berirama. Sumpah! Ini adalah jarak yang lumayan intens. Dengan napas tertahan, Shania memberanikan diri untuk berkata menggunakan intonasi yang meninggi, "T-tuan, saya mohon untuk ber—" Jean menyela. "Bisa geser sedikit? Kamu menghalangi lemari pendingin itu," ucap Jean yang sukses membuat Shania tidak bisa berkata-kata lagi. Ia malu terhadap pikirannya yang mengira kalau Jean hendak melakukan sesuatu padanya. Segera Shania menggeser tubuhnya, dan memalingkan muka ke arah lain. Di sisi lain Jean pun membuka lemari yang terisi penuh oleh makanan, buah-buahan, dan minuman itu, ia mengambil botol minuman segar dan langsung meneguknya di tempat. "Sudah larut malam seperti ini, kenapa belum tidur?" Jean mengajukan pertanyaan. Shania menoleh ke kiri ke kanan, mencari orang lain yang diajak berbicara oleh Jean. Merasa tidak menemukan siapa pun, Shania kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Tuan nanya saya?" Jean terkekeh, "siapa lagi, emang ada orang lain selain kita berdua di sini?" Shania menggaruk tengkuknya, dalam hati menertawai dirinya sendiri. "Entah kenapa, saya gak bisa tidur, Tuan," jawabnya. "Owh," respons Jean, ia kemudian sibuk mengambil sesuatu dari dalam kulkas, membawanya ke meja yang di sebelahnya. Sementara itu, Shania masih berdiam diri memerhatikan Jean yang membawa dua cup mie di tangannya. "Duduk sini," panggil Jean. Tapi, Shania malah menunjukkan raut bingung. "Kamu lapar bukan. Sini ikut makan," kata laki-laki itu, melanjutkan. Shania menggeleng, tentu saja ia ingin menolak karena merasa tidak enak hati. "Tidak usah, Tuan. Saya gak lapar kok," katanya. Namun ... Kryukk-Kruyuk Sayang beribu sayang, perut Shania ternyata tidak ingin diajak kompromi. Berbunyi di saat yang tidak tepat dan berhasil membuat Shania merasa sangat-sangat malu. Jean yang diam-diam tersenyum berkata, "duduk saja, saya gak gigit kok." Laki-laki itu bahkan mengeser kursi yang ia peruntukkan bagi Shania. Shania sampai-sampai kehilangan kata-kata dibuat Jean."Ehhh ... B-baik, Tuan." "Makanlah." Jean menyerahkan satu cup mie yang sudah diberi air panas. "T-terima kasih." "Jangan sungkan," balas Jean sambil menampilkan senyum termanisnya dan itu membuat wajah Shania sedikit memerah. Laki-laki itu kemudian duduk di kursi yang berada di seberang Shania. Dalam hening, mereka berdua sama-sama menunggu mie itu menjadi siap untuk disantap. "Kalau boleh tahu, apa Tuan juga sering makan di tengah malam?" tanya Shania tiba-tiba, karena ingin mencairkan suasana gadis itu mengangkat asal topik random yang ada di pikirannya. Jean mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaan Shania. Hanya sebatas itu saja, tidak ada kelanjutan lagi. Padahal sebenarnya Shania ingin memancing Jean untuk berbicara, tapi ... Ya sudahlah. Shania kemudian menunduk, mere berdua kembali meresapi sesuatu yang disebut keheningan. "Terima kasih." Shania seketika mengangkat kepalanya, merasa aneh dengan Jean yang tanpa angin dan hujan tahu-tahunya mengucapkan kata itu. "Terimakasih untuk apa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD