Shania keluar dari pintu mobil dengan menggandeng Andi di sisinya. Sama halnya dengan hari kemarin, hari ini Andi juga datang lebih awal di sekolahnya.
"Kakak kayak jadi detektif aja, pake kacamata sama masker segala," ucap Andi memberikan komentarnya atas penampilan Shania hari ini. Gadis itu melakukan lagi penyamaran seperti hari kemarin, hal itu ia lakukan hanya untuk mewaspadai agar orang-orang yang ia kenal tidak bisa mengenalinya, contohnya Adel berserta Mommy-nya. Untung saja sekarang ini Andi sudah merasa biasa dengan penyamaran Shania dan tidak berpikir kalau Shania adalah ibunya.
"Kayak detektif ya? Keren dong namanya," ucap Shania sebagai respons atas komentar yang Andi berikan tadi.
Tapi, Andi menggeleng kepalanya, teguh. "Gak keren sama sekali, yang ada itu serem. Soalnya kayak orang yang gak dikenal yang suka ngasih makanan sama anak kecil abis itu dibawa pergi deh," ucap Andi dengan begitu santainya, tapi sukses membuat mata Shania melotot.
"Heh ... Gak boleh ngomong gitu. Masa Kakak disamain sama penculik sih, nanti Kakak culik kamu beneran baru tahu rasa," kata Shania mengancam namun masih dalam dunia candaan.
"Andi gak takut, Whleeeehh ...." Andi menjulurkan lidahnya, mengejek Shania.
Anak itu kemudian berlari kecil menuju ke dalam gedung sekolah, bermaksud agar Shania mau mengejarnya dan seolah-olah mereka sedang bermain aksi penculikan.
"Tuan Muda, berhenti lari-lari. Nanti nabrak," ujar Shania sembari meringis menatap Andi , karena Andi yang berlari tapi kurang memperhatikan jalan. Anak itu tidak mau mendengar celotehan Shania, ia sekali-kali menoleh ke belakang untuk melihat jarak Shania yang mengejar, kemudian sekali-kali menoleh ke depan untuk melihat jalan yang akan ia langkahi.
Brak!
Benar saja dugaan Shania, anak itu pasti akan menabrak. Tapi, perhatian Shania bukan tertuju pada kondisi Andi yang duduk terkulai di lantai, melainkan pada seseorang yang ditabraknya tadi juga menjadi terjatuh di lantai bersebrangan dengan anak itu.
"Awwwww ... Sakit," rintih anak perempuan yang ditabrak Andi dengan begitu heboh. Kalian pasti sudah bisa menebak siapa dia? Tepat sekali, dia adalah Adel, keponakan Shania. Sungguh kebetulan yang benar-benar tidak mengenakkan. Jika Adel menunjukkan rasa sakitnya melalui suara, berbeda dengan Andi yang menunjukkan rasa sakitnya hanya dengan raut wajahnya saja. Padahal jika diukur tadi, Andi lah yang lebih keras saat terjatuh karena mereka berdua sama-sama berlari sehingga bisa membuat mereka menabrak satu sama lain.
Shania yang sudah meyakinkan dirinya bahwa Adel pasti tidak akan menyadari kalau dirinya adalah sang Aunty, kemudian perlahan mendekati keduanya untuk merelaikan permasalahan agar mereka tidak sampai bertengkar.
"Adel, kamu gak papa?" tanya Shania pada Adel dengan nada khawatir, gadis itu membantu Adel berdiri tanpa terlebih dahulu membantu Andi dan itu membuat Andi menampilkan raut tanya. Namun, Andi bisa mandiri, anak itu bangkit dengan sendirinya.
"S-sakit, K-kak," katanya.
Shania kemudian merapikan rok anak itu yang kelihatan sedikit kumal dengan menepuk-nepuknya pelan.
"T-tunggu, Kak kok bisa tahu kalau namaku Adel?" tanya anak itu, heran.
Aksi merapikan rok Adel tadi mendadak dihentikan Shania lantaran ia terkejut dengan pertanyaan yang Adel ajukan itu. Karena saking khawatirnya tadi, gadis itu langsung ceplas-ceplos berbicara tanpa sempat memikirkan dampaknya terlebih dahulu. Kini Shania merasa gugup dan tidak tahu harus menjawab apa. Selagi ia berpikir, Andi pun menyela.
"Kak, ayo," kata anak itu karena jengah menunggu. Ia sendiri menatap interaksi Shania dan Adel dengan tatapan tidak suka.
Adel menoleh pada Andi, kemudian senyumnya merekah. "Apa jangan-jangan, Prince ada nyeritain tentang aku sama Kakak ya. Kak, kasih tahu aku kalau itu bener," ucap Adel yang lagi-lagi heboh sampai-sampai menarik tangan Shania. Tunggu dulu, Shania tidak salah dengar 'kan kalau Adel barusan menyebut Andi dengan sebutan prince? Seingat Shania nama yang dimiliki oleh anak itu hanyalah Andi Abirama dan tidak ada label lain lagi. Ada apa sebenarnya dibalik sebutan itu? hmm ... Apa jangan-jangan ...
"Gak usah lebay deh. Ayo Kak." Dengan wajah juteknya, Andi meraih salah satu tangan Shania yang masih bebas. Ia menarik Shania untuk ikut bersamanya.
"Ihhh ... Prince, tunggu dulu dong. Aku 'kan belum selesai ngomong sama Kakaknya." Adel tidak mau kalah, ia balas menarik Shania. Sekarang Shania sudah seperti dijadikan permainan tarik tambang oleh kedua anak kecil berbeda gender itu. Shania sendiri berupaya terlepas dari cengkeraman keduanya, tapi tidak bisa karena takutnya akan membuat salah satu dari mereka terjatuh.
"Adel!"
Suara pemanggilan itu berhasil membuat Adel mau melepaskan Shania, tapi haruskah Shania merasa bersyukur? Harusnya tidak karena orang yang sedang berjalan mendekat itu adalah Vanya, ibu dari Adel sekaligus kakak sepupunya. Cepat-cepat Shania beralih ke tempat Andi, mencoba membelakangi Vanya.
"Kamu itu ya, Mommy 'kan sudah bilang. Jangan lari-lari, jadi jatuh, 'kan," omel Vanya dengan nada khas seorang emak-emak. Ia memang melihat jelas kejadian lengkap saat anaknya bertabrakan sampai terjatuh dari arah parkiran mobilnya tadi. Karena sedang berbadan dua, makanya ia sedikit lambat berjalan menuju ke sini.
"Heheh ... Maaf, Mommy," ucap anak itu sembari cengar-cengir, menampilkan gigi ginsul nya yang kelihatan manis untuk ukuran seorang anak perempuan berumur 7 tahun.
"Ayo kita pergi," kata Shania pelan, mengajak Andi pergi tanpa mau sedikitpun menoleh ke arah Vanya dan Adel yang ia belakangi, lantaran ia sudah merasa nervous berdekatan dengan kedua orang yang masih memiliki ikatan keluarga dengannya itu. Andi menurut saja ajakan Shania, karena ia sendiri juga tidak suka berdekatan dengan seorang anak cerewet dan bawel seperti Adel.
"Ehhh ... Kakak, Prince. Kenapa pergi? Kalian 'kan belum jawab pertanyaan Adel!" Seru Adel dengan sedikit kesal, tapi sayangnya sudah terlambat.
"Kok Mommy kayak gak asing sama perempuan yang jadi pengasuh anak tadi ya," ungkap Vanya, tanpa memutuskan kontak matanya dari punggung Shania.
Adel langsung menatap ibunya. "Mommy kenal sama Kakak nya Prince?" tanya Adel, semangat.
Vanya menggeleng, "enggak, Mommy cuma ngerasa pernah liat aja," jawab Vanya.
Kini raut di wajah Adel berubah drastis dari semangat menjadi bad, karena jawaban yang Vanya berikan berhasil memupuskan harapan Adel. Jika tadi ibunya itu memang mengenal siapa Kakak yang bergandengan tangan dengan Andi, itu bisa dijadikan tambang untuk Adel menggali informasi.
Di lain sisi, Shania masih berjalan bersama dengan anak majikannya, tapi pikirannya berada di tempat lain. Melihat perut Vanya yang berbadan dua dan sudah sangat besar tadi, Shania jadi mengingat kalau kakak sepupunya itu sebentar lagi atau dalam satu bulan ini pasti akan melangsungkan persalinan. Dan, pada saat itu tiba, Shania tidak bisa menyaksikan kelahiran keponakannya secara langsung karena masih tidak bisa kembali ke rumah, tentu saja ada rasa sedih yang tertancap di hati gadis itu. Padahal, sebelumnya ia pernah berkata kepada Vanya bahwa ia sangat tidak sabaran menunggu kedatangan sang bayi dan akan menjadi orang pertama yang akan mengendong anak itu sebelum ayahnya sendiri.
"Tadi kenapa Kakak peduli banget sama anak cerewet itu? Sampai-sampai Andi dinomor duakan sama kakak." Andi menghentikan langkahnya, menatap Shania tidak suka.
Shania ikut berhenti. Ia terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban. "Tuan Muda cemburu ya?" tanya Shania dengan nada menggoda.
Andi memalingkan mukanya. "Enggak kok," jawab anak itu.
Shania mengangkat senyumnya. "Ngaku aja deh. Kalau gak salah anak perempuan tadi manggil Tuan Muda pake nama Prince lohh. Ayo kasih tahu sama Kakak, anak perempuan tadi pasti suka sama Tuan Muda, 'kan?" Shania tidak mau berhenti menggoda Andi, dan hal itu berhasil membuat wajah Andi merona.
"Tapi, Andi gak suka," jawab Andi spontan.
"Cieee ... Jadi, beneran nihh kalau anak perempuan itu suka sama Tuan Muda."
Tidak ingin mendengar Shania terus menggodanya, Andi dengan cepat mendahului Shania masuk ke kelas. Shania terkekeh geli, melihat wajah Andi yang sudah memerah karenanya. Namun, gadis itu teringat pada Adel. Sedikit greget karena anak sekecil itu sudah mengerti tentang cinta-cintaan. Kalau tidak dalam masa kabur, sudah dipastikan ia akan mengomeli anak itu habis-habisan.