Shania terus tersenyam senyum memandangi sebuah lukisan yang sudah ia beri bingkai dan ia gantung pada dinding kamarnya. Lukisan itu dibuat oleh seorang anak yang masih berada di tingkat SD, tapi kualitasnya sudah sangat jauh mengalahkan Shania yang menurut umur sebenarnya sudah berada dalam fase dewasa. Bagi Shania, jangankan untuk menggambar seperti milik Andi tersebut, membuat satu lingkaran kecil saja butuh waktu berjam-jam untuk l menyempurnakannya agar terlihat seperti lingkaran sungguhan.
Shania kemudian memilih merebahkan dirinya di atas kasur, ia ingin segera menuju alam mimpi agar seiring dengan itu rasa penat setelah menjalani hari ini bisa melebur semuanya dan besok ia bisa menjalani hari-harinya kembali seperti biasa. Gadis itu terlihat senang karena efek samping dari pertemuannya dengan Fika hari ini.
*****
Pagi yang cerah telah berhasil membangunkan Shania dari mimpi tidurnya, walaupun di kamarnya tidak ada jendela tapi Shania tahu kalau pagi hari telah menyambutnya. Gadis itu kemudian bangkit untuk membereskan kasurnya, setelah itu ia pun membersihkan diri karena sebentar lagi pekerjaannya sebagai seorang babysitter akan dimulai.
Semenjak ia tinggal di sini, gadis itu telah mempelajari banyak hal dan sudah sangat bisa mandiri. Shania juga hampir terkejut dengan pencapaian yang telah ia dapatkan. Bangun pagi sendiri, mencuci pakaian sendiri, melipat pakaian sendiri, mengurus segala keperluan anak kecil sendiri, pokoknya Shania sekarang telah berhasil melakukan segala hal dengan sendiri.
Setelah selesai dengan semua itu, Shania kemudian keluar dari kamarnya. Saat hendak menuju kamar Andi, Shania melihat seorang wanita tua bertubuh lumayan berisi sedang kepayahan membawa sebuah baskom besar.
Dengan cepat, Shania segera menghampiri Bibi Iyem, ia ingin memberi bantuan kepada wanita tua itu.
"Bibi Iyem. Biar Laras aja yang bawa," ucap Shania yang sudah memegang baskom berwarna hijau tua tersebut.
"Gak usah, Bibi bisa sendiri kok," ucap Bibi Iyem yang sebenarnya berlawanan dengan apa yang Shania lihat. Shania tahu kalau sebenarnya wanita tua itu merasa kesakitan di bagian pinggangnya karena terlalu sering mengangkat benda berat. Lalu Gadis itu memaksa Bibi Iyem untuk menyerahkan baskom berisi banyak kain basah yang hendak di jemur oleh wanita tua itu.
"Gak papa, Bik. Laras cuma mau bantu Bibi aja," ujar anak itu. Sekarang ini ia terlihat telah berhasil mengambil alih baskom tersebut dari tangan Bibi Iyem.
"Kamu gak bangunin Tuan Muda? Hari ini dia 'kan harus masuk sekolah. Udah ini kerjaan Bibi, biar Bibi aja yang kelarinnya. Mending kamu urus Tuan Muda, gih," Perintah orang tua itu, tapi sayangnya Shania tetap kekeuh untuk membantu.
"Gak papa, Bik. Kerjaan jemur pakaian 'kan mudah, aku pasti bakalan cepat nyelesaiinya. Lagian juga Tuan Muda Andi itu anak yang sangat mandiri. Tanpa perlu dibangunin, dia juga udah bangun di jam sekarang ini," ujar Shania dengan segala alasannya.
Mendengar itu, Bibi Iyem mau tak mau harus menyerahkan tugas ini kepada Laras. Ia kemudian pamit kepada Shania untuk mengerjakan tugas-tugas yang lain tidak lupa juga ia mengucapakan terima kasih kepada gadis itu karena telah mau membantunya.
Kain-kain basah yang ada di dalam baskom ini memiliki ketebalan yang lumayan tebal, jadi Shania harus memberikan perhatian khusus kepada kain-kain yang baru dicuci itu. Oleh karenanya lah, Shania naik ke lantai paling atas, tepatnya di rooftop rumah ini. Karena di sanalah tempat yang cocok dan bibi Iyem sering menjemur pakaian di sana.
Shania pun mulai berjalan, saat dalam proses itu ia merasakan kalau barang yang tengah ia bawa ini memiliki bobot yang lumayan berat sekali. Shania tidak menduga bagaimana bisa Bi Iyem hampir setiap hari mengangkat barang seberat ini dengan tubuh yang tidak lagi tegap seperti itu. Sedangkan Shania yang masih muda saja merasa sedikit kepayahan.
Memikirkannya membuat Shania jadi merasa kasihan dan iba terhadap wanita tua itu. Seharusnya dengan usianya itu, Bi Iyem sudah harus pensiun dalam bekerja dan menikmati hari-hari tuanya bersama dengan keluarganya. Bukan malah menghabiskan hidup untuk terus bekerja di sini.
Tapi sudahlah, Shania itu bukan siapa-siapa di sini. Ia merasa dirinya tidak berhak menilai hidup orang lain karena hidupnya sendiri saja tidak lebih baik dari itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa agar berkat selalu menyertai langkahnya maupun langkah Bi Iyem.
Setelah sampai di tempat yang ia tuju, Shania mulai membilas lalu mengibarkan satu persatu kain yang harus ia jemur itu. Matahari sekarang sudah mulai menampakkan dirinya, Shania cukup yakin kalau jemuran jemuran ini pastinya akan cepat mengering nantinya.
Ternyata bukan kain tebal saja yang harus Shania jemur, di bagian paling bawanya juga terdapat kain tipis yang adalah kain yang dikhususkan untuk tirai tirai di rumah ini.
Merasakan angin yang berhembus menerpa wajahnya, Shania kemudian memilih untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya ini karena di sini udaranya lumayan dingin.
Saat kain terakhir sudah siap Shania kibarkan di jemuran, benda berserat tersebut mendadak terlepas dari tangan Shania. Kain itu melayang bebas di udara. Shania hendak mengerjakannya, tapi tidak berhasil karena ia tidak cukup gesit dalam bergerak tadi.
Ekor mata Shania mengikuti kemana arah kain berwarna putih bersih itu pergi, ternyata kain tersebut perlahan turun ke bawah. Tidak peduli apapun, gadis itu kemudian lari turun ke lantai bawah. Ingin mengambil kain tersebut kembali, karena ia tidak mau nantinya ia akan dicap sebagai seseorang yang tidak becus dalam bekerja oleh Bibi Iyem. Ia berusaha bergerak dengan cepat agar kain itu tidak sampai berpindah tempat tanpa sepengetahuan dirinya karena itu akan sangat menyulitkan Shania nantinya.
Lari-larian seperti itu cukup membuat Shania merasa ngos-ngosan. Ia berhenti sejenak untuk sekedar menarik napas, kemudian ia berlari lagi. Andaikan rumah sebesar ini ada liftnya, Shania pasti tidak akan susah-susah berlarian seperti ini.
Ketika ia sudah berada di lantai bahwa, Shania segera keluar dari rumah. Ia pergi ke halaman depan rumah, tempat yang dilihatnya tadi kain itu menuju.
"Di mana ya?" tanyanya pada dirinya sendiri. Sembari berjalan mengitari tempat itu, Shania juga mengedarkan pandangannya ke segala arah. Namun, benda berserat itu sama sekali tidak menampakkan diri, padahal Shania sangat yakin kalau kain itu tadi jatuh di sini. Saat dirinya tengah sibuk mencari, tiba-tiba suara bariton dari seseorang yang sangat ia kenal terdengar menginterupsi kegiatan mencarinya itu.
"Kamu lagi cari ini?" tanyanya yang seketika membuat Shania menoleh.
"Ehhh ... I-iya," sahut Shania sedikit gugup lantaran orang yang tengah berdiri di hadapannya sekarang ini adalah Jean.
Jean menyunggingkan senyum, sebenarnya ia terkejut karena kain ini tadi tiba-tiba muncul dan menutupi kepalanya, padahal ia tadi baru saja kembali selepas lari pagi. Ia tadi sempat terkejut karena berpikir kalau kain ini adalah hantu lantaran warnanya yang putih serta caranya yang muncul secara tiba-tiba. Namun, ternyata itu adalah kain biasa. Rada-rada malu kalau mengingatnya
"Saya tadi tidak sengaja menemukannya di semak. Ini." Jean pun menyerahkan benda tersebut.
"Terima kasih, Tuan. Kalau gitu, saya permisi dulu," sahut Shania sembari menerimanya. Ia pun berbalik untuk kembali ke dalam rumah.
"Laras," panggil Jean tiba-tiba.
Shania pun menoleh kembali, "Iya, ada apa Tuan?"
"Kamu ... Ahh tidak, bukan apa-apa. Silahkan masuk ke dalam," ucap Jean yang seperti ingin berkata sesuatu tapi tidak jadi.
Meskipun sebenarnya Shania merasakan kalau majikannya itu hendak mengatakan sesuatu padanya, tapi Shania tidak memaksa Jean agar melanjutkan perkataan itu. Gadis itu pun kembali masuk ke dalam rumah, setelah mengucapkan kata permisi lagi kepada Jean.