Shania sekarang tengah menemani Andi belajar. Sementara Andi berada di depan meja belajarnya, gadis itu cuma duduk anteng di tepian jendela sembari melihat hujan yang ada di luar. Shania tidak perlu khawatir dan repot-repot menuntun Andi dalam pelajarannya karena anak itu ternyata lumayan pintar. Awal mengetahui tentang kepintaran yang Andi miliki, Shania sampai terkagum-kagum. Sulit untuk dipercayainya kalau ternyata pengetahuan yang Andi miliki ternyata lebih daripada dugaannya.
Shania merasa dirinya sangat diuntungkan dalam pekerjaan ini. Sebagai seorang pengasuh anak SD, tidak ada satupun tugas-tugas yang sulit untuk ia kerjakan. Semuanya berjalan sesuai dengan semestinya. Andi tidak lagi pernah menyulitkan dirinya, malahan anak itu sering menggunakan kesempatan-kesempatan yang ia punya untuk membantu Shania.
Shania terlalu fokus menikmati pemandangan air yang jatuh dan suara rintikan hujan yang terasa mengalun lembut sampai ke gendang telinganya. Waktu yang lama tidak terasa berlalu begitu cepat, detik menuju menit lalu membentuk satu jam lebih di mana ternyata Andi sudah selesai berkutat dengan buku-buku pelajarannya.
Hendak akan beranjak dari kursi belajarnya, Andi menyadari kalau orang yang ia panggil kakak masih melamun di tepian jendela kamarnya. Andi berniat menginterupsi kegiatan Shania, tapi ketika ia melihat bagaimana tatapan yang terpancar dari bola mata gadis itu ketika memandangi hujan, anak itu jadi mengurungkan niatnya.
Andi merasakan kalau beberapan hari terakhir ini pengasuhnya itu sering terlihat melamun. Andi rasa penyebabnya pasti karena Shania merindukan ibunya, sama seperti yang sering ia rasakan. Lalu tanpa dorongan dari siapa pun, Andi tiba-tiba saja menarik tangan Shania dan kemudian membawanya keluar dari kamar.
"Tuan Muda, kita akan ke mana?" tanya Shania sedikit terkejut karena tanpa ijin terlebih dahulu anak itu tiba-tiba menarik tangannya.
"Aku ada kejutan buat Kakak," ucap anak itu sembari masih menggenggam erat tangan Shania.
Shania kini tidak lagi memberontak, ia hanya menaikkan salah satu alisnya saja. Gadis itu sebenarnya penasaran akan kejutan seperti apa yang dimaksudkan oleh anak majikannya itu.
Rasa penasaran Shania semakin bertambah banyak ketika Andi menuntunnya sampai ke luar rumah. Ini kan sedang hujan, apa yang akan anak itu lakukan di saat-saat seperti ini? tanya Shania pada dirinya sendiri.
Saat tahu kalau anak itu pasti hendak mencoba menariknya untuk menerobos hujan, Shania mengerahkan sedikit tenaganya agar Andi tidak dapat menariknya lebih jauh. Alhasil, Andi pun tidak mampu lagi menarik tangan gadis itu. Mereka berdua kini berdiri di jarak yang sangat tipis dengan hujan. Hanya gemercik air yang mengenai lantai lah yang berhasil sampai mengenai keduanya.
"Tuan Muda, jangan bermain air hujan. Kalau tidak kita akan terkena demam nanti," omel Shania, sembari hendak membawa Andi untuk masuk kembali ke dalam rumah. Namun, Andi dengan sengaja menahan tubuhnya agar Shania tidak bisa membawanya
"Gak, Kak. Hujan itu selalu baik sama kita," balas anak itu sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lalu, kejutan yang kamu bilang tadi itu di mana?" tanya Shania.
Andi seketika langsung menyunggingkan sebuah senyuman penuh arti. "Kakak percaya 'kan sama Andi?
Shania berpikir sejenak karena mewanti-wanti takut ada kesalahan, dirasanya tidak ada lalu gadis itu mengangguk anggukan kepalanya.
"Kalau gitu siniin tangan Kakak, dan pejamkan mata Kakak," ucap anak itu, memerintah.
Shania kemudian langsung menuruti apa yang menjadi perintah Andi barusan. Setelah itu, Andi menariknya dan itu terasa seperti akan membawanya ke tengah-tengah hujan lagi. Namun, kali ini ia tidak menolaknya karena saat tetesan-tetesan itu mengenai ujung tengkuknya, Shania merasakan adanya kesejukan.
Perlahan namun pasti, Shania membuka matanya. Seketika sebuah senyuman terpancar anggun dari sudut bibir gadis itu. Shania kemudian melepaskan genggaman Andi dan menggantinya dengan menggunakan telapak tangan itu untuk menampung tetesan hujan. Senyuman yang tadi terukir, lalu menjadi tawa bahagia. Hal itu berselang lumayan lama, sampai akhirnya.
"Kakak jaga," ucap Andi kala tangan telah menyentuh tubuh Shania. Kemudian, anak itu dengan lincahnya berlari.
Shania sungguh tidak bisa menyembunyikan gigi-gigi putihnya, ia lalu bersiap-siap untuk mengejar Andi karena tahu kalau anak itu mengajaknya bermain kejar-kejaran.
"Dapat! Sekarang kamu lagi yang kejar Kakak," ujar Shania saat ia telah berhasil menyentuh punggung belakang Andi. Kini gantian Andi yang mengejar Shania dan gadis itu harus berusaha sebisa mungkin agar anak itu tidak bisa mendapatkannya.
Mereka berdua bermain dengan begitu riangnya, berputar-putar mengelilingi bangku taman. Bermain ayunan, seluncuran dan semua hal yang bisa membuat mereka tertawa lepas melupakan segala masalah hidup. Andi memerhatikan Shania dengan seksama, ia ikutan bahagia melihat kakaknya itu juga bahagia. Akhirnya ia bisa melihat senyum dan suara tawa itu lagi.
"Apa Kakak suka hujan?" tanya Andi.
"Apa?" Shania tidak bisa mendengar dengan jelas pertanyaan Andi barusan karena tertelan oleh suara hujan.
"Kakak suka hujan!" Andi berkata setengah berteriak.
Shania tampak mengangguk, bukan karena ia mengiyakan apa yang Andi tanyakan, tapi sebagai pertanda kalau apa yang anak itu katakan sudah tersampaikan kepadanya.
"Sedikit!" Jawab Shania kemudian juga dengan berteriak.
"Setelah ini, apa Kakak nanti akan sangat menyukai hujan?" tanya Andi lagi.
Shania seketika mengembangkan senyum termanis miliknya, "Iya," jawabnya.
Dulu Shania adalah jenis orang yang sangat tidak suka menerobos hujan. Ia benci kelembaban dan basah, walaupun hanya sedikit saja. Ia sangat mencintai kebersihan karena itu membuatnya merasa nyaman untuk terus beraktivitas. Dibandingkan menyukainya, Shania lebih banyak tidak menyukainya. Hujan memang membawa banyak manfaat, tapi bagi Shania hujan juga membawa banyak kerugian. Misalnya saja, hujan dapat menyebabkan sebuah janji yang penting terpaksa dibatalkan, menyebabkan kebanjiran dan masih banyak lagi.
Dulu ketika gadis itu tengah terjebak hujan, ia akan tetap setia menunggu sampai hujan itu reda walaupun tidak tahu kapan pastinya. Hal itu ia lakukan hanya untuk menyelamatkan dirinya.
Saat ia sedang berada di rumah, dan terjadi hujan deras di luar. Shania akan lebih memilih untuk mengunci diri di dalam kamar dan melanjutkan tidurnya. Seumur Shania hidup, tidak pernah sekalipun ia bermain hujan seperti ini.
Akan tetapi, itu bukan berarti Shania membenci hujan. Perasaan tidak suka dan benci adalah dua hal yang sangat jauh berbeda.
Namun sekarang, sepertinya persepsi Shania tentang hujan sudah berubah. Di bawah hujan ini ia merasakan seperti semua beban pikirannya jatuh merembes ke tangah bersamaan dengan air hujan yang jatuh mengguyurinya. Semua ini tidak lepas dari campur tangan Andi. Setidaknya Shania sekarang bisa beristirahat sejenak dari masalah keluarganya. Kalau bisa, ingin rasanya gadis itu terus bermain seperti ini.
"Andi, jangan bermain hujan. Nanti sakit!" teriak seorang pria yang seketika langsung mengalihkan atensi Shania dan Andi. Pria yang adalah Jean itu tampak seperti menunjukkan raut marah.