Berkunjung Lagi

1108 Words
Sesuai dengan perkataanya kemarin, Fika kembali lagi ke rumah kakak sepupunya itu. Untuk mengantisipasi agar kejadian seperti kemarin tidak akan terulang lagi, gadis itu datang di jam seharusnya Jean sudah pulang kerja. Gadis itu memakai outfit kemeja berwarna merah marun, celana hitam, yang disertai dengan sepatu putih. Seperti gaya biasanya, hanya saja kali ini ia mengikat semua rambutnya menjadi seperti ekor kuda. Rambutnya lumayan panjang menjuntai lurus tidak jauh berbeda dengan potongan rambut milik Shania. Hanya saja rambut Fika sangat lurus, tidak meliuk-liuk seperti milik Shania yang bergelombang. Gadis itu keluar dari pintu mobil hitamnya. sembari berjalan masuk ke dalam rumah Jean, ia memainkan kunci mobilnya itu dengan cara diputar menggunakan jari telunjuknya. Mulut gadis itu ternyata juga tidak ia ijinkan untuk berdiam diri, ia ternyata juga tengah mengunyah permen karet. ting-tong Tidak berselang lama setelah Fika membunyikan bel pintu rumah itu, pintu tersebut seketika terbuka. Menampilkan seorang wanita paruh baya yang langsung menyunggingkan senyum, menatap ke arahnya. "Non Fika," ujar wanita tua yang adalah Bibi Iyem itu. "Hai Bi," sapa gadis itu, sembari memberikan senyum yang sama seperti yang Bibi Iyem berikan padanya. Bibi Iyem mengangguk, "Silahkan masuk, Non." Wanita berdaster pink keungguan itu segera menyingkir dari muka pintu, memberi jalan agar Fika bisa masuk ke dalam. Setelah masuk, gadis itu menanyai tentang keberadaan Jean, Bibi Iyem menjawab kalau majikannya itu baru saja pulang dari kantor dan sekarang mungkin saja tengah membersihkan diri. Kemudian, gadis itu memilih menunggu di ruang keluarga tempatnya yang sama seperti yang kemarin. Gadis itu tidak perlu khawatir karena sebelumnya ia sudah mengabari Jean bahwa ia akan ke sini. Seperti kemarin juga tanpa segan-segan Fika bersikap seolah dirinya adalah tuan rumah di sini. Langsung saja ia menyambar camilan di atas meja dan menghidupkan televisi. Ia juga telah memesan minuman seperti biasa kepada Bibi Iyem, dan Sekar wanita tua itu berjalan menuju dapur untuk membuat minuman yang dipesan oleh Fika. Meski di hadapannya telah tersedia siaran hiburan yang sangat ia sukai, tapi gadis itu masih terlihat celingak-celinguk mencari sosok seorang anak kecil yang selalu membuat dirinya ingin terus berada di sini yaitu Andi. Entah kenapa, tapi anak itu sama sekali tidak memperlihatkan batang hidungnya dari tadi. Padahal sekarang ini sudah sore hari dan hampir menjelang malam, tidak mungkin anak itu masih berada di sekolah kan? Mungkin saja anak itu tengah belajar di dalam kamarnya, secarakan Fika tahu kalau Andi adalah anak yang berprestasi di sekolahnya. Meskipun Fika berpikiran begitu, namun ia masih ragu untuk percaya secara penuh, sehingga ha itu pun menghantarkannya ke pemikiran lain. Ia berpikir, apa jangan-jangan keponakannya itu tengah bermain dengan seseorang yang menjadi pengganti dirinya seperti yang Andi katakan kemarin. Ahh, memikirkannya membuat Fika merasa tidak terima. Ia adalah orang yang sangat dekat baik dalam hubungan atau apapun itu. Hal seperti ini tidak bisa ditolerir, ia harus menemui orang itu dan memberikan peringatan kepadanya. "Fika." Suara yang amat familier bagi telinga Fika itu langsung saja membuat gadis itu mengurungkan niatnya untuk tidak beranjak dari sana. Ia menoleh, kemudahan sebuah senyuman terpatri jelas pada bibir ranum. "Kak Jean, akhirnya," ujar Fika dengan rasa syukur, ia tidak perlu lagi menunggu lebih lama di sini karena orang yang ia tunggu kini sudah berdiri di depannya. Kemudian Jean mempersilahkan adik sepupunya itu untuk duduk agar keduanya segera membahas tentang alasan mengapa mereka harus bertemu hari ini. Fika lalu menjelaskan mengenai titah yang ibunya percayakan untuk ia sampaikan kepada Jean. Jean mendengarnya dengan seksama, ternyata ini tentang masalah pernikahan keluarga jauh mereka. Ibunya Fika menyuruh Fika agar mengatakan kepada Jean bahwa laki-laki itu harus menghadiri pesta pernikahan tersebut agar bisa menjalin silaturahmi. Karena semenjak kematian keluarganya, Jean sama sekali tidak pernah lagi bergaul dengan keluarga besar, laki-laki itu hanya masih akrab dengan keluarga terdekatnya saja seperti keluarga adik dari almarhum ayahnya ini, Ibu Fika. Fika juga menjelaskan kenapa bukan ibunya langsung yang menyampaikan hal ini kepada kakak sepupunya itu, hal itu karena ibunya tengah sibuk membantu acara pernikahan. Jean pun mengangguk, pertanda kalau ia mengerti mengenai apa yang Fika jelaskan padanya. Namun, laki-laki itu tidak langsung menyetujui kalau ia akan datang. Jean cuma mengatakan bahwa ia akan mengusahakan untuk datang kalau tidak ada halangan. Mendengar jawaban Jean, Fika tidak bisa memaksa laki-laki itu untuk berjanji agar datang karena ia sendiri mengerti tentang keadaan yang harus Kakak sepupunya itu hadapi. "Baik, Kak. Kedatanganku cuma mau bilang itu aja tadi," ujar Fika sembari bangkit berdiri. Kening Jean mengerut. "Lohh ... Kamu udah mau pulang?" tanyanya. Bukannya kenapa, ia sangat tahu kalau Fika sudah main ke rumahnya ini gadis itu selalu betah untuk berlama-lama, tidak jarang pula ia mencari Andi untuk diajaknya bermain. Tapi ini berbeda sekali dengan Fika yang biasanya, Jean ingin mengetahui kenapa ada perbedaan itu. Dengan segera, Fika menggeleng. "Yaelah ... Gak lah, Kak. Aku cuma mau ke toilet aja," jelas Fika sembari terkekeh kecil. "Oh gitu," respons laki-laki itu dengan mulut yang membentuk huruf O. Saat kaki Fika baru saja melangkah, tapi gadis itu mendadak berbalik dan kembali menghadap Jean. Hal itu membuat Jean keheranan. "Oh iya, Kak. Andi sekarang ada di mana?" tanyanya. "Dia lagi main sama pengasuh barunya, Laras," jawab Jean. "Ohhh... Jadi nama orang yang ganti posisi aku itu Laras ya," gumam Fika sembari tersenyum menyeringai. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Jean karena sebenarnya tadi ia sempat mendengar samar-samar gumaman adik sepupunya itu. Ditanyai seperti itu, Fika langsung menggeleng kepalanya. "Ahhh .... E-nggak ada kok, Kak," jawab anak gadis itu, kemudian ia pun berjalan ke tempat yang ingin ia tujui tadi. "Papa," panggil seorang anak laki-laki kepada Jean, secara otomatis Jean pun menoleh ke belakang dan ia kemudian mendapati Andi yang baru saja turun dari lantai atas kamarnya. "Iya, ada apa?" tanya Jean seramah-ramahnya. "Kalau aku ajak Kak Laras main di kolam renang belakang rumah, apakah boleh?" tanyanya, meminta ijin. Anak itu berkata sembari menunjuk Shania yang berdiri sedikit jauh dari mereka. Gadis itu seketika memalingkan mukanya, ia masih canggung kalau bertatapan dengan Jean karena kejadian kemarin masih terbayang sempurna dalam benaknya. Tidak perlu berpikir panjang, Jean pun berkata. "Maaf, Sayang. Papa terpaksa gak ngasih ijin ke kamu karena sekarang sudah malam dan lagi cuaca juga sedang dingin. Papa gak mau kamu sakit nanti," jelas Jean panjang kali lebar dan sama rata. "Ya udah deh. Gak papa." Meskipun ada sedikit kekecewaan, tapi Andi tidak memaksa Jean untuk menerima kemauannya. "Ayo, Kak. Kita bermain di kamar lagi aja," ucap Andi mengajak Shania. Shania pun mengangguk, sama sekali tidak menolak. Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke dalam kamar. Jean sendiri menatap kepergian dengan senyuman. Sejurus dengan kepergian mereka, ternyata Fika sudah kembali dari toilet. Ketika melihat siluet Andi bersama dengan orang lain yang sepertinya akan menjauh, gadis itu berjalan cepat hendak mencegatnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD