Kisah Tentang Bi Iyem

1325 Words
Kini Shania dan Fika sudah berada di kamar mereka, mereka kembali setelah memastikan Bibi Iyem sudah tidur. Shania, gadis itu terus mengingat bagaimana wanita tua itu pingsan tadi. Shania memerhatikan secara seksama raut wajah dan suara yang dimiliki oleh orang tua itu saat berbicara. Di mana ada perasaan mencelos di hati Shania, perasaan yang tidak ia keluarkan sama sekali tadi saat berbicara dengan mereka karena tidak mau membuat siapapun tersinggung karenanya. "Di usia Bibi Iyem yang rentan itu, seharusnya dia tidak lagi berkerja yang berat-berat. Dia harusnya sudah beristirahat di rumah dan menghabiskan waktu dengan keluarganya, bukan menghabiskan waktunya di sini untuk bergelut dengan berbagai pekerjaan yang membuatnya gampang jatuh sakit," ucap Shania, mengajak Fika berbicara. jika dibandingkan dengan Bik San nya, Bi Iyem sangat jauh lebih tua. dibuktikan dengan tubuhnya yang mulai menyusut serta semua kulitnya yang sudah keriput. kalau wanita yang menjadi pengasuhnya sedari kecil itu hanya memiliki beberapa keriput di tempat tertentu saja dan tubuh juga masih tegap dengan sempurna. "Iya, gua juga rasanya begitu, kasihan Bibi Iyem 'kan," balas Fika sembari menaik turunkan kepalanya ke arah Shania. "Kenapa kita gak telepon keluarganya aja buat kasih tahu tentang kesehatan Bibi Iyem di sini. Mereka juga 'kan berhak tahu itu," ujar Shania. Sebenarnya sewaktu mereka masih berada di kamar bibi Iyem tadi, Shania juga sudah berpikiran seperti itu. Dia merasa kalau apa yang ia katakan itu memang harus di lakukan. "Jangan!" Ucap Fika, seperti menyeru. Tentu saja hal itu membuat Shania merasa keheranan karena tidak ada angin tidak ada hujan, Fika mendadak bereaksi sedikit berlebihan seperti itu padahal ia tadi hanya membahas tentang hal kecil dan sederhana. "Kenapa jangan? Emang salah ya?" tanya Shania yang sangat ingin cepat menuntaskan rasa keheranannya tadi. Ia ingin tahu alasannya langsung dari Fika. Fika menggaruk kepalanya, ia mengerti karena Shania pasti belum mengetahui sebuah fakta tentang wanita tua yang sedang jadi pembahasan mereka saat ini. Oleh karena itu lah, Fika berpikir bahwa ia harus menjelaskan kepada Shania tentang situasi yang sebenarnya di dalam diri Bibi Iyem. "Gua ingat kalau gua belum pernah kasih tahu Lo dan gua juga yakin di rumah ini pasti gak ada yang bahasin masalah ini ke Lo. Kalau sebenarnya—" "Sebenarnya apa?" Potong Shania yang merasa tidak sabaran karena ia mencium bau-bau ketidak baikan yang hendak Fika katakan padanya saat ini. "Jangan dipotong dulu dong!" Protes Fika, sembari menepuk pelan lengan Shania seperti yang sering kali dilakukan olehnya. "Iya-iya, jangan pake main fisik juga 'kan bisa?" ujar Shania yang sedikit tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Fika padanya. Lama-lama, Shania rasa semua kulitnya pasti akan berubah menjadi biru kehijauan lantaran hampir setiap waktu Fika selalu memberikan sebuah pukulan. Walaupun sebenarnya pukulan itu tidak terlalu kuat, akan tetapi tetap sukses dalam membuat Shania mengenal apa itu rasa nyeri. Fika hanya kelihatan cengengesan, jangan cuna salahkan dirinya saja karena itu semua adalah ulah dari rasa refleksnya yang semakin hari semakin meningkat. "Iya, maaf. Tapi jangan dipotong lagi, ya?" Ucapnya, memperingati. Dengan keterpaksaan Shania menganggukkan kepalanya, terlalu lama jika ia menjawabnya dengan kata-kata karena rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Dia tidak ingin Fika menciptakan sebuah drama lagi yang mengharuskannya menunggu. "Jadi, sebenarnya Bi Iyem itu udah di usir sama keluarganya. Tepatnya sama anaknya sendiri. Entah apa alasan pastinya, tapi yang gua pernah dengar dari Kak Jean karena mereka tidak mau menanggung biaya buat menghidupi Bi Iyem lagi. Waktu masih tinggal bersama, mereka, anak-anak Bibi Iyem itu gak hanya ngasih luka batin aja, tapi mereka juga sering ngelakuin tindak k*******n sama ibu mereka," ucap Fika yang sontak membuat hati Shania langsung mencelos. Ia tidak pernah menduga kalau alasannya seperti itu. "Benarkah? Separah itu? Wahhh ... Gua benar-benar gak nyangka. Wanita sebaik dan lemah lembut seperti Bi Iyem malah mendapati nasib buruk dengan memiliki anak-anak seperti mereka," respons Shania yang masih saja sulit untuk mempercayai cerita Fika padanya. "Iya, gua awalnya juga gak percaya. Sayang banget 'kan punya ibu tapi malah di sia-siain kayak gitu, belum aja nerima karma dari Tuhan," tambah Fika. Sejahat jahatnya anak terhadap orang tua, Fika baru pertama kali mendengar kasus terparah seperti ini secara langsung, begitu pula Shania. Harapan terbesar Fika adalah semoga orang-orang jahat tersebut segera menerima ganjarannya dan merasa menyesal karena apa yang telah mereka perbuat kepada seseorang yang seharusnya mereka rawat. Memang kebanyakan orang itu tidak mau mensyukuri apa yang telah mereka miliki. Mereka cenderung meminta dan terus meminta sampai membuat mereka abai tentang kewajiban mereka dalam menjaga yang sudah ada. Padahal itu adalah hukum yang wajib dilakukan, karena kalau kita sengaja tetap abai bisa saja apa yang kita miliki itu perlahan meninggalkan kita. Dan, pada saat hari itu terjadi perasaan menyesal pasti akan terus menghantui diri kita. Shania sendiri sangat merasa sedih akan cerita itu. Bayangkan saja, dirinya yang selama ini tidak pernah merasakan kasih sayang langsung dari ibunya sangat ingin bertemu dengan wanita yang telah melahirkannya itu. Tapi, anak Bibi Iyem ini malah ingin menjauh dari ibunya sendiri, ibu yang telah melahirkan mereka dan merawat mereka hingga bisa tumbuh besar dan hidup mandiri. Ketika waktu di mana mereka harus merawat ibu mereka, mereka malah mengusir orang tua itu. Benar-benar perbuatan yang tidak terpuji! "Jadi, bagaimana bisa Bibi Iyem berakhir di sini?" tanya Shania kemudian. "Itu berkat kak Jean. Bibi Iyem memang sudah lama berkerja di sini, tapi hal itu bisa terjadi karena pertemuan tidak sengaja di antara mereka. Setahu gua, waktu itu Kak Jean baru ajs lulus dari SMP. Saat itu dia lagi berkunjung ke rumah temannya yang juga baru lulus, sama dengannya. Tapi, tanpa diduga kak Jean bertemu dengan Bibi Iyem di tengah perjalanan menuju ke sana. Saat itu keadaan Bibi Iyem gak bisa dikatakan baik-baik aja. Ada banyak luka di sekujur tubuhnya, dan lagi dia sudah tinggal di luar rumah selama beberapa hari karena diusir sama anak-anaknya tadi." "Lalu?" "Meskipun Bibi Iyem gak bilang apa-apa sama Kak Jean, tapi kak Jean tahu kalau Bibi Iyem sebenarnya butuh pertolongan. Di hari itu juga kak Jean bawa Bi Iyem pulang ke rumah. Dia berusaha minta ijin sama orang rumah buat nerima Bi Iyem berkerja di sini dan tentu saja kak Jean mendapatkannya. Bi Iyem sangat berterima kasih atas kebaikan hati Kak Jean, dia juga berkata kalau dia bakalan mengabdi selamanya untuk keluarga kak Jean. Bahkan sekarang dia juga udah naik pangkat jadi kepala pelayan di dapur," jelas Fika secara panjang lebar. Semua yang ia ketahui ia katakan kepada Shania tanpa satupun ada yang ditutup-tutupi. "Lalu gimana dengan keluarganya saat ini. Apa gak pernah sekalipun mereka coba nyari Bi Iyem?" tanya Shania lagi, ia sangat yakin cepat atau lambat anak-anak Bibi Iyem pasti akan merasa menyesal. Namun gelengan dari Fika berhasil meruntuhkan ekspetasi Shania. "Gak pernah, kak Jean sendiri gak pernah ke temu sama keluarga bi Iyem. Waktu mereka pertama kali bertemu, kak Jean pernah nanyain tentang keluarga Bi Iyem karena katanya Kak Jean mau bawa kasus ini sampai di pengadilan atas k*******n terhadap orang tua. Tapi Bibi Iyem menolaknya karena dia sendiri sudah memaafkan dan mencoba melupakan keluarganya itu. Sehingga, kak Jean jadi mau gak mau jadi biarin kasusnya karena gak mau maksain Bibi Iyem buat lakuin apa yang gak bisa dia dilakuin," jelas Fika lagi, memang kadang Fika itu bisa serius dalam suatu hal. Dan, Shania merasa bersyukur karena waktu serius Fika adalah dilakukan pada saati ini. Jadi dirinya tidak perlu repot-repot memberikan seringai tajam kalau saja Fika mencoba untuk bercanda lagi. Atas penjelasan Fika barusan, shania pun menganggukkan kepalanya pelan, semakin ke sini ia semakin merasa Jean itu adalah orang hebat yang sangat sulit untuk ditemui di tempat lain. Jean sangat istimewa dan sepertinya rasa ketertarikan Shania semakin bertambah banyak. "Itulah kenapa gua bilang sama Lo kalau kak Jean itu tipe Lo banget 'kan. Udahlah tampan, kayak, baik hati lagi," ujar Fika yang langsung saja memecahkan lamunan Shania yang sebenarnya sedang memikirkan Jean juga. "Fika?!" Dasarnya, manusia itu tidak mampu bertahan lama untuk tidak melakukan sesuatu yang merupakan kebiasaannya. Contohnya Fika ini, baru saja di puji dalam hati. Ehh ... Tau-taunya malah melakukannya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD