Episode 2

1992 Words
“Hiks... hiks... hiks.” Seketika Ara merinding mendengar suara tangisan perempuan yang berasal dari gudang belakang itu. “Itu suara manusia atau suara.. Aishh Ara jangan mikir yang aneh-aneh deh.” Berperang dengan hatinya, kaki Ara melangkah mendekat kearah gudang mencoba mengintip kedalam gudang melalui jendela samping. “Aakkhhh!” Reflek Ara berteriak saat pundaknya tiba-tiba di tepuk oleh seseorang. Ara langsung membalikkan badan untuk mengetahui orang tersebut. “Lo…” *** “Lo…” Ucap Ara gugup saat berhadapan dengan lelaki tersebut. “Loh Namara, ngapain disini, bukannya ini masih jam pelajaran ya?” Ucap Revan dengan lembutnya yang menepuk pundak Ara tadi. “Ehh itu tadi gua enggak sengaja dengar ada yang nangis di dalam gudang.” Ucap Ara dengan salah tingkahnya karena ditatap dengan intens oleh Revan. Belum sempat Revan bertanya lagi, tiba-tiba seorang perempuan dengan mata sembab sehabis menangis keluar dari gudang. Perempuan itu menatap kearah mereka berdua, tidak lebih tepatnya cewek itu menatap kearah Revan yang membuat Ara bingung seketika. Apakah perempuan ini ditolak cintanya oleh Revan karena sepertinya Revan keluar dari dalam gudang juga pikir Ara. Tidak lama kemudian, seorang cowok muncul dari balik tembok gudang, dengan pakaian acak-acakannya membuat Ara mengernyitkan dahinya. “Daffa!” Kaget Ara sambil melihat Daffa yang hanya melirik dan melewatinya begitu saja. “Daffaa, tunggu!” Teriak Ara membuat cowok itu berhenti tapi tidak menoleh kearahnya. Ara berdiri dihadapan Daffa lalu memegang tangan Daffa. “Lo, ngapain di gudang Daf? Lo.. Lo enggak berbuat yang aneh-anehkan di gudang?” Ujar Ara kebingungan. Yang ditanya hanya diam lalu melepaskan tangan Ara dan berlalu pergi tanpa menjawab satu kata pun membuat Ara hanya mampu menatap kepergian Daffa dengan banyak pertanyaan dikepalanya. “Namara, lo enggak papakan?” Sadar Revan masih berdiri dibelakang tubuhnya, Ara hanya mampu menggelengkan kepalanya tanda ia baik-baik saja. “Lo bolos mata pelajaran Ra?” Tanya Revan lembut. Mampus.. jantung Ara mau copot rasanya dengar pertanyaan Revan, gimana enggak Ara kan diusir dari kelas karena mikirin nih cowok. Astaga Ara bingung harus jawab apa. Enggak mungkinkan Ara jujur kalau dia diusir dari kelas karena melamun mikirin dia. “Ra, Namara Lo enggak papakan?” Ujar Revan sambil melambaikan tangan di depan wajah Ara “Panggil Ara aja.” Ucap Ara kepada Revan. “Lo benar-benar bolos kelas? Atau Lo diusir dari kelas? Boleh tau alasannya?” Ucap Revan untuk memastikan dugaannya biar bagaimana pun ia masih menjadi ketua osis sebelum pemilihan ketua osis berikutnya. Iya. gara gara mikirin lo sih gua jadi diusirkan. Batin Ara “Hmm itu, gua… gua diusir sama bu Rina dari kelas gara-gara melamunin kucing tetangga yang belum mandi tadi pagi hehe.” Bodoh, kenapa jadi kucing tetangga sih. yahh keliatan jadi cewek bodoh enggak ya gua dipikiran Revan. Bisa gagal jadi calon pacarnya entar gua. Batin Ara sedih “Hahahahaha.” Astaga ini cowok kalau ketawa kenapa manis banget sih, emaknya dulu waktu hamil ngidam gula berapa banyak dah. Batin Ara sambil memegang jantungnya yang berpacu dengan cepat. “Ara, Ara. Lo lucu juga ya ternyata. Kucing belum mandi aja sampai bikin lo enggak konsentrasi dalam belajar.” Ucap Revan masih tertawa. Ara jadi salah tingkah melihat kebodohannya sendiri. “Hmm by the way..lo habis ini mau kemana? Kantin?” Ara hanya menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak tau harus kemana. “Lo mau ikut gua aja enggak keruang osis? Ada yang harus gua urus di ruangan osis.” Ajak Revan kepada Ara. “Emangnya enggak papa gua masuk kesana?” “Enggak masalah, engga ada siapa siapa juga kok, anggota yang lain masih pada ada kelas. Daripada Lo harus keliling sekolah sendirian, mending ikut gua keruang osis aja sambil nunggu bel istirahat.” Benar. Daripada enggak tau mau kemana mending ikut Revan aja keruang osis, lagian kapan lagi bisa berduaan dengan Revan kan. Kesempatan enggak datang dua kali Ra. Senyum Ara terukir dibibirnya. “Oke deh Van, Ayo.” Ajak Ara dengan semangat. *** Berdua dengan Revan membuat Ara bingung sendiri apa yang harus ia lakukan untuk memulai pendekatan ini. Ara yang sudah memendam rasa suka hampir satu tahun tidak pernah berduaan saja dengan Revan seperti saat ini. Ia pun merasa heran darimana Revan mengetahui namanya. Seketika senyum terbit di bibirnya ia tahu bagaimana memulai percakapan ini. “Hemm.. Van, gua bingung deh kok lo bisa tahu nama gua ya?” Ucap Ara malu malu Revan yang sedang membaca berkas langsung menoleh ke Ara yang berada di sampingnya sambil tersenyum “Namara Annora, right?” Ara yang bingung hanya menganggukan kepalanya dengan polosnya. “Kita pernah satu kelas Ara kalau lo lupa, lagian gadis seterkenal lo mana mungkin gua enggak tau kan?”Ara menganggukan kepalanya mengakui kebodohannya yang satu lagi ini. Ia pernah sekelas dengan Revan dan disana ia mulai menyukai Revan. Tapi, untuk terkenal Ara merasa itu salah. Ara enggak pernah merasa kalau dirinya seterkenal itu. “Terkenal? Gua enggak seterkenal itu Van, bahkan gua cuman cewek biasa yang kerjanya cuman pergi kesekolah tepat waktu lalu pulang kerumah. Lalu terkenal dari mananya?” Perkataan Revan membuat Ara menjadi heran sendiri. “Cewek yang selalu pergi dan pulang bersama pangeran sekolah? Yang menjadi satu satunya perempuan yang membuat semua perempuan di sekolah iri.” Revan kemudian duduk menghadap Ara, lalu tangan Revan terangkat untuk merapikan rambutnya yang tergerai, membuat Ara salah tingkah dibuatnya. “Perempuan yang selalu jadi bahan gosip dikelas, kantin, bahkan toilet sekolah oleh perempuan–perempuan yang mengidolakan pengeran sekolah mereka, yang membuat banyak perempuan rela bertukar posisi dengan seorang Namara Annora. Lalu menjadi bahan obrolan laki – laki yang menyukai dirinya tetapi tidak berani mendekati karena memiliki seorang pangeran sekolah di sisinya membuat banyak lelaki memilih mundur dan hanya berani berandai – andai saja. Jadi dibagian mananya lo enggak terkenal Ra? ” Sambil berbicara Revan tidak sekalipun membuang pandangannya, ia terus menatap tepat dimata Ara sambil mengelus Rambut Ara. “Terus… Apakah lo salah satu dari laki – laki yang ngomongin gua disetiap obrolannya?” Tanya Ara ragu - ragu. “Mungkin.” Balas Revan sambil kembali ke posisinya semula untuk menyelesaikan berkas yang sempat tertunda tadi. Dilain sisi, Ara yang speechless mendengar jawaban Revan hanya mampu tersipu malu. Walaupun jawaban Revan terkesan ambigu tetapi Ara sudah cukup senang mendengarnya. Mamaaa.. anakmu mendapat lampu hijau mahh. Teriak batin Ara sambil memegang jantungnya yang tidak mau memelankan detaknya, membuat ia khawatir Revan dapat mendengarnya. *** Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu, kantin menjadi tujuan utama untuk murid-murid melepaskan lelah setelah belajar. Kantin yang tadinya sepi kini sudah berubah menjadi pasar yang ramai dengan puluhan siswa yang tengah mengantri untuk membeli makanan. Begitu juga dengan sahabat sahabat Ara yang sudah duduk dikursi kantin sambil menunggu pesanan mereka diantar. “Ara kemana ya? Kenapa belum muncul juga sih.” Ucap Stella kepada kedua temannya. “Sabar La, nanti juga dia datang. Paling dia lagi nemuin bu Rina dikantor. Kalau lapar nanti juga dia ke kantin kok.” Ucap Vanessa dan diangguki oleh Mita yang setuju dengan ucapan Vanessa. “Gua enggak nungguin Ara untuk memastikan dia lapar atau enggak. Tapi gua mau nanya dia bolos kemana aja. Haha pasti seru deh.” Kedua temannya hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah temennya yang satu ini. Kantin yang tadinya berisik kini menjadi hening, siswi siswi yang ada di kantin seketika terdiam dan memandang ke satu titik di pintu masuk kantin. Vanessa, Stella dan Mita sudah bisa menebak apa yang tengah terjadi di kantin ini, hal ini sudah biasa terjadi setiap hari, dimana saat prince ice school memasuki kantin hampir semua perempuan yang ada akan menjadi diam dan berlagak sok manis untuk menarik perhatian prince ice school itu, siapa lagi kalau bukan Daffa Aldrelico dan kedua temannya. Daffa Aldrelico, cowok popular di SMA Binar Mulya yang memiliki sifat cuek dan dingin yang mendapatkan julukan si Prince ice school. Jika kalian pikir rambut dan baju Daffa acak acak kalian salah besar. Rambut Daffa tertata rapi dan baju seragam yang hanya setengah dimasukan. Daffa termasuk murid dengan otak yang cerdas namun ia tidak mau menunjukkannya. Terbukti dengan ia yang sering membolos pelajaran mampu meraih 10 besar Sekolah. Banyak perempuan yang berusaha mendekati Daffa tapi tidak ada satu pun yang berhasil, mereka hanya dapat menahan kesal serta malu saat mencoba mendekati Daffa. Bayangkan saat mereka mencoba untuk mengajak Daffa berbicara, jangankan untuk menatap wajahnya melirik pun enggan di lakukan oleh Daffa. Hanya kepada Ara lah Daffa mau berbicara bahkan peduli yang memuat perempuan lain iri dan rela bertukar posisi dengan Ara. Daffa memiliki dua temannya yang bernama Rekha dan Bagas. Rekha memiliki sifat tidak jauh berbeda dengan Daffa, cuek. bedanya Rekha masih mau menatap wajah perempuan yang mengajaknya berbicara, ia hanya tidak menyukai perempuan yang cerewet dan genit. Bila ia bertemu perempuan seperti itu ia akan menjadi dingin, untuk menatap wajahnya pun enggan dilakukan oleh Rekha dia akan segera pergi begitu saja. Sedangkan Bagas adalah Cahaya diantara mereka. Dimana, Bagas memiliki sifat yang ramah dan hangat serta bijak. Bagas akan menjadi cerewet saat bersama kedua temennya itu serta tak jarang menjadi orang bodoh untuk mencairkan suasana diantara mereka. Walaupun terkadang kedua temannya tidak menanggapi kebodohan Bagas, tapi Bagas tau kedua temannya mendengarkannya. “Daffa! Lo punya hutang cerita sama gua.” Ucap Ara tiba-tiba datang menghampiri meja Daffa dan kawan-kawannya. Daffa hanya menganggukkan kepalanya tanda ia tahu gadis ini butuh penjelasan. “Anak pintar, iya sudah gua mau ke teman–teman gua dulu ya.” Ucap Ara sambil mengelus kepala daffa. sontak aja seisi kantin menatap kearah mereka tak terkecuali teman-teman Daffa dan Ara. Banyak pasang mata yang iri dengan Ara bahkan ada juga yang tidak suka dengan cara Ara mengelus rambut pangeran mereka. “Ra, lo enggak mau ngelus rambut gua juga?” Tanya Bagas yang mendapatkan tatapan tajam oleh Daffa, Bagas hanya mampu menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. “Lo mau juga?” Bagas dengan semangatnya segera menganggukkan kepalanya. “Nanti gua minta Tian buat elus rambut lo ya, Gas.” Sontak saja teman-teman Ara tertawa mendengar jawaban Ara, Stella tertawa paling kuat.. Rekha pun ikut tertawa walau hanya tipis dan Daffa hanya tersenyum itupun kecil sekali. “Jahat lo Ra.” Jawab Bagas pura pura kecewa. Pasalnya, Tian adalah cowok kemayun di sekolah mereka yang mengidolakan mereka bertiga. “Jangan pesan makanan pedas, lo bisa sakit perut nantinya.” Ucap Daffa menatap Ara saat Ara akan berjalan kearah meja teman–temannya, Ara hanya menoleh lalu menganggukkan kepalanya. “Ra, lo dari mana aja sih?” Tanya Stella “La sabar, Ara belum duduk sudah lo tanyaiin aja. Biarin dia duduk dan pesan makan dulu, baru deh lo tanyain kekepoan lo itu.” Ujar Mita “Tahu La sabar kenapa, biar gua duduk dulu tarik napas dulu dah.” Stella hanya nyengir mendapat omelan temannya itu. “Ahhh gua senang banget diusir keluar sama bu Rina, terima kasih bu Rina.” Ujar Ara merapatkan kedua tangannya seperti berdoa sambil tersenyum senang. "Nggak waras!" Cibir Stella. “Ada kejadian apa Ra? Bisa bisanya diusir lo malah senang.” Ucap Vanessa “Gua bakalan cerita ke kalian, dan kalian pasti kaget dengarnya.” “Ara lama deh, jangan basa-basi langsung cerita kenapa sih!” Kesal Stella yang dari tadi memang sudah kepo. “Jadi pas gua enggak sengaja jalan kearah gudang, gua ketemu Revan-” “Astaga cuman ketemu Revan kaya gitu aja senang amat neng.” Potong Stella yang mendapat tatapan tajam ketiganya. “Hehe kalem guys kalem.” “Gua gatau Revan kasian sama gua atau apalah itu, jadi Revan ngajakin gua ke ruang osis dan kalian tau? di ruang osis engga ada siapa-siapa dong. Jadi gua sama dia cuman berdua, BERDUA GUYS.” “APAAA?” Kompak ketiganya menyahuti omongan Ara. “Eh buset kompak amat lo bertiga jawabnya.” Tawa Ara sambil berbicara. “Akhirnya lo bisa ada kesempatan untuk dekat dengan Revan jug, Ra. Aaahhh. Kita ikut senang dengarnya!” Ucap Vanessa sambil memeluk Ara diikuti Mita dan Stella. PRANNGG!! “Daffa!!…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD