Bab 9

2011 Words
Cinta mengusap bibirnya. Rasa dari bibir Andre seakan masih menempel di bibirnya. Memang bukan ciuman pertamanya, tetapi ini pertama kali seorang yang bukan kekasihnya menciumnya. Astaga, apa yang harus dilakukannya bila bertemu Andre nanti? Ciuman pertamanya direnggut Andra dua tahun yang lalu. Satu bulan mereka pacaran, Andra meminta izin untuk menciumnya. Sangat sopan, bukan? Itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa dia jatuh cinta pada Andra dan menerima saat pemuda itu menyatakan perasaan. Dua tahun berpacaran, Andra tak pernah melakukan hal yang lebih dari sekedar ciuman. Andra sangat menghargainya, selalu menjaga perasaannya. Bahkan saat menciumnya, Andra tak pernah memaksa. Ciumannya selalu lembut, dan akan berhenti sebelum dia meminta. Kata Andra, tak ingin dia kehabisan napas. Benar-benar kekasih sempurna. Berbeda dengan Andre. Ciumannya tadi pagi tidak bisa dikategorikan sebagai ciuman yang lembut, ciumannya liar dan menuntut. Andre juga sedikit memaksa. Satu lagi Andre menciumnya tanpa izin, langsung menciumnya begitu saja, dan hampir membuatnya pingsan karena kehabisan udara. Namun, anehnya, kenapa dia seolah masih merasakannya? Dia masih ingat bagaimana rasa dari ciumannya, juga tekstur bibir Andre yang kenyal, menekan bibirnya. Dia memang hampir kehabisan napas, tetapi jujur saja dia juga tak ingin Andre berhenti. Ciumannya panas, membuat dadanya tak berhenti berdebar. Pipinya bahkan terasa memanas setiap kali mengingatnya, meskipun berada di bawah guyuran air shower seperti sekarang. Cinta menggeleng kuat satu kali, menepuk pipinya yang terasa terbakar. Dia tidak boleh memikirkan Andre, juga kalimat frontal yang diucapkannya. Harus melupakan apa yang sudah dilakukannya, dan menganggap ciuman itu tidak pernah terjadi. Jika Andre bisa melakukannya, dia juga harus bisa. Rasanya masih saja kesal mengingat bagaimana Andre meninggalkannya sendirian seolah tak terjadi apa-apa. Kalimat terakhirnya jauh lebih membuatjta kesal lagi. Andre menganggap ciumannya sebagai ucapan terima kasih karena pemuda itu sudah menolongnya. Menolong apa? Seingatnya dia tidak meminta Andre untuk menolongnya tadi malam. Meskipun ketakutan, dia tidak memanggil Andre, melainkan kedua orang tuanya yang sudah tiada. Pemuda itu saja yang mencari-cari kesempatan agar dapat menciumnya. Meskipun diakuinya Andre seorang pencium yang handal, tetapi tetap tidak sopan. Tidak seharusnya Andre menciumnya, dia kekasih adik kembarnya yang seharusnya dijaga, bukan untuk dicium. Sekali lagi Cinta menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran tentang Andre yang sudah menumpuk di dalam otaknya. Dia tidak boleh terus memikirkan Andre, dia harus memikirkan Andra saja. Andra yang mencintai dan dicintainya. Cinta keluar dari kamar mandi beberapa saat kemudian. Dia segera menghentikan acara mandinya setelah ingat pekerjaan rutinnya setiap pagi, membuka toko. Jika dia tidak membukanya sebelum Nenek Ratna tiba, bisa gawat. Kasihan Nenek Ratna harus menunggunya di luar toko, berpanas-panasan karena kanopi yang dipasang di depan toko tidak sebesar itu. Kanopi hanya melindungi etalase dan bagian depan toko yang sudah dipenuhi dengan segala macam pot bunga. Tanpa berdandan karena memang tidak terbiasa, Cinta langsung keluar kamar, tergesa menuju dapur, dan merosot di kursi meja makan mengingat tidak ada apa-apa di dalam lemari pendingin. Dia tidak bisa memasak sarapan. Inilah salah satu kebiasaan buruknya. Dia seorang yang pelupa. Saking pelupa, dia sering tidak sarapan. "Lu ditungguin dari tadi, kenapa baru muncul sekarang?" Pertanyaan itu membuat Cinta berjengit. Andre. Tanpa diminta jantungnya langsung memacu dua kali lebih cepat. Napasnya terasa sesak, seakan ada batu besar yang menindih dadanya. Cinta berusaha menarik napas sedalamnya, mengembuskannya dengan perlahan agar tidak ketahuan Andre. "Gue pikir lu pingsan, lama banget di kamarnya." Cinta mendelik, memprotes perkataan Andre. Enak saja pemuda itu mengira dia pingsan. Seharusnya Andre berpikir, siapa yang sudah membuatnya lama di kamar mandi. Jika Andre tidak melakukan hal yang di luar batas, tak mungkin dia berlama-lama di kamar mandi hanya untuk memikirkan bagaimana caranya bersikap biasa saja saat mereka bertemu. "Sarapan lu!" Andre menyodorkan sebuah styrofoam ke depan Cinta. "Cepat makan biar nggak telat masuk kerja. Gue nggak mau kena macet cuman gara-gara lu." Andre meninggalkannya di dapur setelah mengatakan kalimat panjang itu. Cinta mengerjap beberapa kali, sedikit heran karena baru pertama kali dia mendengar seorang Andre Faresta berbicara sepanjang itu. Lidah Andre tak hanya panas, tetapi juga tajam dan pedas. Kata-katanya menusuk. Jika tak ingin terlambat, seharusnya Andre tak usah menunggunya saja. Dia bisa pergi menggunakan sepeda seperti biasa. Lagipula, untuk apa Andre menyalahkannya untuk sesuatu yang belum terjadi, sementara dirinya sendiri juga belum bertukar pakaian. Aroma sedap keluar dari styrofoam, menyerbu indra penciumannya. Cacing-cacing di dalam perutnya bersorak, memintanya untuk segera membuka styrofoam dan menyantap isinya. Melupakan kekesalannya pada Andre, Cinta meraih tempat makan sekali pakai yang terbuat dari gabus itu. Bubur ayam yang masih mengepulkan asap tipis, tertangkap netranya. Tanpa menunggu lebih lama, Cinta mulai menyantap makanan lembut itu. Mumpung Andre tidak tampak. Entah di mana pemuda itu, mungkin di kamarnya sedang mandi Beberapa menit kemudian, Cinta sudah menyelesaikan sarapannya. Styrofoam yang sudah kosong tergeletak dengan manis di dalam bak sampah di sudut dapur. Selama itu, Andre masih belum muncul juga. Cinta melongokkan kepala ke arah dalam, memeriksanya. Namun, Andre tak terlihat. Siapa tadi yang mengatakan tak ingin terlambat. Cinta mencibir. Penasaran, dia beranjak, berniat menyusul Andre ke kamar pemuda itu. Cinta melangkah tergesa, dia benar-benar akan terlambat jika tidak berangkat sekarang. Pintu kamar Andre sedikit terbuka, Cinta langsung mendorongnya begitu saja, lupa bagaimana jika Andre sedang tidak memakai apa-apa. "Andre ...!" Seruan Cinta tertahan. Matanya melebar melihat Andre yang hanya mengenakan celana panjang, sementara tubuh bagian atasnya polos tanpa pakaian. Andre memunggunginya, sehingga dia hanya bisa melihat punggungnya. Tato sepasang sayap malaikat kecil menghiasi punggung lebar itu. Cepat Cinta memalingkan muka saat Andre memutar tubuhnya. Tak ingin kedapatan sedang mengagumi keindahan punggung yang terlihat sangat nyaman untuk dipeluk. "Kenapa?" Pertanyaan Andre memaksa Cinta untuk kembali menatapnya. Dia menatap bibirnya tanpa sadar, Andre melangkah ke arahnya. Seharusnya dia segera pergi saja dari depan pintu kamar Andre, seperti yang diserukan hatinya. Namun, dia tidak melakukannya. Alih-alih pergi atau menghindari Andre yang kini sudah berada tepat di depannya, dia justru tetap berdiri di tempatnya, mendongak menatap pemuda itu. "Baru aja gue tinggal, lu udah nyariin gue ke sini. Kenapa, kangen?" Astaga, pertanyaan macam apa itu? Jika saja Andra yang menanyakannya, pasti sudah dihadiahinya cubitan manis atau pukulan yang cantik. Namun, berhubung pertanyaan itu keluar dari mulut Andre, Cinta hanya mampu menggeleng sebagai sangkalan. Sedetik kemudian kepalanya berhenti bergerak. Andre menahannya, tangannya mencengkeram lembut tengkuknya agar dia tidak bisa bergerak. Andre kembali membungkam mulutnya dengan ciuman. Bibirnya bergerak lembut, menyesap sepanjang garis bibirnya. Andre menariknya masuk, menutup pintu, dan mendorongnya sampai tubuhnya menempel di daun pintu. Semuanya dilakukan tanpa melepaskan tautan bibir mereka. Cinta memejamkan mata, menikmati sapuan indra pengecap Andre di bibirnya. Tubuhnya terasa memanas, sepasang kakinya melemas. Seandainya Andre tidak memeluk pinggangnya dengan sebelah tangan, mungkin dia akan jatuh merosot di lantai. Satu erangan lolos dari mulut Cinta yang tersumpal. Erangan tertahan karena lidah panas Andre bersarang di dalam mulutnya, mengobrak-abrik isi di dalam mulutnya dengan erotis. Cinta merasakan kepalanya berdenyut, sedikit pusing. Ciuman Andre terlalu liar untuknya, tubuhnya tidak dapat menerima. Tak hanya kepalanya saja yang berdenyut, dia juga merasakan denyutan itu di bagian bawahnya. Cinta merapatkan kaki merasakan lembap di bawah sana. Tangannya yang gemetar terangkat, mendarat di bahu Andre, dan mendorongnya. Dia sudah hampir kehabisan napas. Dadanya terasa panas, seakan mau meledak. Cinta memukul-mukul bahu Andre kuat karena pemuda itu tak juga melepaskannya. Udara terasa sangat berharga bagi seseorang yang tak bisa bernapas dalam waktu yang cukup lama. Cinta menghirupnya rakus begitu Andre mengakhiri ciumannya. Kepalanya mendongak, mulut terbuka. Dia bernapas melalui mulutnya. Andre tersenyum miring. Cinta tampak semakin menggairahkan seperti sekarang ini. Gadis itu seakan menggodanya dengan memperlihatkan leher mulusnya yang jenjang. Sangat menggemaskan. Andre menundukkan kepala, menjatuhkan mulutnya di perpotongan leher Cinta, membenamkan mulutnya di sana. Ia tidak berbohong saat mengatakan jika ia menyukai rasa manis dari bibir Cinta. Ia yakin Andra sudah menciumnya, tetapi tak mengubah rasanya, tetap manis seperti bibir yang tak pernah tersentuh sebelumnya, dan ia sangat menyukainya. Bibir Cinta membuatnya candu. Ia bukanlah seseorang yang mudah tergoda. Terlalu banyak wanita di sekelilingnya membuatnya terbiasa dengan kehadiran mereka. Tak ada satu pun dari mereka yang dapat menarik perhatiannya. Berbeda ketika ia bertemu dengan Cinta. Awalnya juga ia merasa biasa saja, begitu pun saat pertemuan kedua dan ketiga mereka. Cinta tampak sama seperti perempuan lainnya. Namun, pandangannya berubah saat mereka bertemu di toko bunga untuk pertama kalinya. Cinta yang selalu tersenyum setiap kali melayani pembeli mampu menyedot perhatiannya. Ia masih menahan diri. Cinta adalah kekasih adik kembarnya, rasanya tak etis jika ia mendekati apalagi sampai tertarik padanya. Sayangnya, Cinta meruntuhkan pertahanannya setelah mereka berada di rumahnya, membuatnya menjadi seseorang yang bukan dirinya. Andre Faresta sangat berbeda dengan saudara kembarnya. Pembawaannya dingin dan datar, nyaris tak tersentuh. Ia juga sangat sedikit bicara. Namun, di depan Cinta justru dirinya yang jadi banyak bicara. Cinta yang terlihat takut-takut dan selalu tergagap bila berbicara dengannya berhasil menjadikannya pribadi yang berbeda. Kesempatan datang tadi malam. Ia tidak mengetahui jika Cinta takut pada petir dan membiarkannya seorang diri di kamarnya. Jika tidak mendengar jeritannya, ia tidak akan pernah tahu. Entah apa yang akan terjadi pada Cinta seandainya semalaman dia sendirian saat hujan berpetir. Semalaman Andre memeluknya. Ia tidak tidur, tetap terjaga, dan terus memperhatikan wajah polos yang pulas dalam pelukannya. Semalaman juga ia menahan diri agar tidak menyerangnya. Ia belum tahu, apakah Andra sudah membobol Cinta atau belum. Ia bukan seorang b***t yang akan mengambil kesucian seorang gadis, dan merusaknya. Baiklah, ia memang b***t, tetapi bukan orang jahat. Jika gigolo adalah sebuah kejahatan maka ia adalah penjahat ulung. Meskipun bertentangan dengan hukum dan norma-norma serta adat di negara ini, gigolo tidak salah. Mereka menjual tubuhnya sendiri, merusak tubuhnya sendiri. Mereka menawarkan diri pada wanita yang mau membelinya, tidak memaksa. Jika pada akhirnya ada di antara para wanita itu yang kemudian rumah tangganya hancur, itu bukan kesalahannya. Ia tidak pernah memaksa mereka untuk membayarnya, hanya mereka yang mau saja. Sebejat apa pun pekerjaannya, ia tidak ingin merusak seorang gadis baik-baik. Dua hari bersama Cinta, sudah cukup baginya untuk mengenalnya. Cinta gadis yang baik, maksudnya belum terjamah. Diam-diam Andre bangga pada saudara kembarnya. Andra memang belum serusak dirinya. Ia membatasi pergerakan Andra dalam pekerjaannya. Cukup ia saja yang terjerumus sampai ke jurang terdalam, Andra harus bisa diselamatkan. Apalagi adik kembarnya sudah memilki kekasih, Andra pasti memimpikan untuk hidup bersama hingga hari tua bersama Cinta. Lalu, bagaimana dengan dirinya? Andre tak memikirkannya. Baginya, kebahagiaan Andra yang utama. Ia akan melakukan apa pun demi kebahagiaan adiknya. Andra pantas mendapatkannya, dia sudah kehilangan kegembiraan masa kecil dan sebagian masa remaja karena harus bolak-balik dirawat di rumah sakit. Andra pantas untuk bahagia setelah dewasa. Apa yang dilakukannya pada Cinta tidak akan terpengaruh apa-apa pada Andra jika adik kembarnya itu tidak tahu apa-apa. Ia dan Cinta juga tidak akan bertemu lagi setelah Andra kembali. Begitu banyak pekerjaan yang menunggunya Beberapa orang wanita kesepian sudah antre menggunakan jasanya. Semua yang terjadi padanya dan Cinta akan terlupakan, menghilang digerus waktu karena mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Ia akan melupakannya. Ciuman ini todak akan berarti apa-apa. Lagipula, mereka tidak saling mencintai. Perasaannya pada Cinta hanya tertarik biasa, bukan tertarik karena menyukai. "Andre!" Andre tak memedulikan pekikan tertahan itu. Indra pengecapnya terus bergerilya di leher mulus tanpa noda, meninggalkan jejak basah di sana. Cinta terengah. Andre sangat suka memberikan kejutan padanya. Seolah ciuman tadi belum cukup, seolah indra pengecapnya tak puas menguasai mulutnya beberapa saat yang lalu, sekarang dia merasakan benda lunak dan kasar itu menari di lehernya. Rasanya geli, dan ada satu rasa lagi yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Yang pasti, tubuhnya terasa seperti disengat listrik, asam lambungnya seakan meningkat drastis, membuatnya mual, padahal dia tidak memiliki riwayat penyakit tukak lambung. Cinta menjambak rambut Andre tanpa sadar, meremasnya lembut menyalurkan rasa tak biasa yang baru pertama kali dirasakannya. Tubuh memanas, perutnya terasa geli seakan ribuan ekor kupu-kupu beterbangan di perutnya. Cinta bahkan membalas ciuman Andre ketika bibir pemuda itu kembali meraup bibirnya. Desahan tertahan mengalun lembut dari mulutnya yang tertutup. Cinta mengalungkan kedua lengannya di leher Andre sambil sesekali meremas rambut hitamnya. Sensasi yang dirasakannya berbeda dengan saat Andra menciumnya. Dia tak merasakan mabuk seperti sekarang. Kepalanya terasa pusing, pandangannya berkunang-kunang. Cinta membuka mulut, membiarkan indra pengecap Andre menginvasi mulutnya. Rasanya dia tak ingin berhenti. Sudahkah dia mengatakan bahwa Andre seorang pencium yang handal? Ciumannya dapat membuatnya melupakan rasa khawatir terhadap Andra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD