2018
"Postur, gerakan dan suaranya.
Kenapa terasa begitu familiar?
Seakan aku telah mengenalnya sejak lama.
Apa aku salah sangka?"
CEISYA Z. REYES
⠀
Ballroom ZALCorp Convention Center — ZALCorp Building
⠀
Suasana ruang pertemuan Ballroom ZALcorp Convention Center tampak begitu ramai dengan celoteh para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menyelenggarakan study tour. Motorized Screen Projector^ berukuran 400 cm x 600 cm membentang di depan ruangan bertemperatur cukup dingin itu.
Setelah moderator membuka acara seminar, Selvina selaku sekretaris CEO ZALCorp, maju ke podium. Mengucapkan prakata dan sambutan serta terima kasih pada semua mahasiswa yang menghadiri study tour ini. Kemudian memberi penjelasan lebih lanjut tentang jadwal kegiatan seminar nantinya.
Berikutnya, giliran sang CEO ZALCorp yang tampil. Atmosfer di dalam ruangan berubah hening seketika begitu ia melangkah maju ke podium. Ayunan kaki yang tenang dan tegap, mampu membuat napas semua orang tertahan. Belum lagi ekspresi serius dari wajah tampannya. Rasanya tulang belulang seolah meleyot lunglai. Mungkin ini yang dinamakan aura atau karisma dari seorang pemimpin.
⠀
"Hallo rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi semuanya. Selamat datang di ZALCorp. Perkenalkan, saya Zekrion Laith selaku Chief Executive Officer (CEO)^^ di perusahaan ini."
Rion menatap tenang para mahasiswa di hadapannya.
"Mungkin di antara rekan mahasiswa semua, sudah ada yang pernah mendengar tentang perusahaan kami. Namun jika ada juga yang belum tahu, maka ada baiknya kalau saya menjelaskan kembali tentang profil, visi dan misi perusahaan kami."
Rion menyunggingkan senyum langkanya. Ia melihat senyum balasan penuh semangat dari para mahasiswa yang tampak terpukau menatapnya. Dan gadis itu juga berada di sana, Putri Adam Reyes, dengusnya sinis.
Kali ini, Rion harus bisa fokus dan menetralkan air muka serta perhatiannya secara umum. Bukan seperti tadi, mencari wujud Ceisya di keramaian, kemudian memelototi gadis itu dengan sengit. Apa Ceisya merasakan hal itu?
Sungguh, Rion sama sekali tidak menyadari kalau ia melakukan hal tadi. Kalau saja Andre tidak memberi kode teguran padanya, mungkin saja Rion sudah melahap Ceisya saat itu juga. Dan semua orang bisa langsung curiga padanya jika terjadi sesuatu nantinya.
Dengan bantuan bagan di layar monitor, Rion mulai menjelaskan profil dan sejarah berdirinya ZALCorp mulai dari founder dan owner.
ZALCorp berawal dari perusahan teknologi pembuat software atau perangkat lunak untuk Personal Computer. Tetapi setelah berada di bawah penanganan Rion, ia mengubah konsep visi dan misi perusahaan lebih bertujuan membangun tim software berkelas dunia dan menghasilkan aplikasi yang lebih canggih dan bermanfaat. Bukan sekadar untuk komputer dan laptop, tetapi juga merambah pada aplikasi mobile handphone atau smartphone.
⠀
"Khusus aplikasi ponsel, kami membuat mobile app yang memiliki tampilan menarik dengan solusi cloud cerdas. Kami memiliki keahlian dalam geofencing, pengenalan interface canggih, bluetooth beacon, identifikasi dan analisis yang canggih terhadap kebutuhan pasar dan konsumen.
Jika kalian lihat lantai demi lantai perkantoran ini, mungkin kalian akan heran karena tidak semua karyawan memakai seragam. Seragam hanya untuk Resepsionis, Customer Service (CS), Cleaning Service maupun divisi tertentu yang nantinya berhadapan langsung dengan kalangan umum. Sedangkan tim penggerak utama perusahaan ini lebih bebas menggunakan outfit apa saja asalkan sopan dan terlihat profesional.
Ruang kerja di gedung ini juga berbeda, tidak seperti pada kantor-kantor kebanyakan. Kami tidak punya sekat di antara kami," cetusnya sedikit bercanda, disenyumi yang lain.
"Ya, hal itu karena yang kami butuhkan adalah tenaga kerja yang sesuai misi kami. Khususnya anak muda Indonesia terbaik sebagai designers, quality analysts, architects, software engineers yang cakap dan imajinatif dengan ide-ide segar. Kami sangat menghargai skill atau kepandaian dibanding penampilan yang wah.
Makanya kami juga membangun suasana kerja yang nyaman, fun, ceria, tidak membosankan. Jika ingin lebih serius dan tenang, juga terdapat ruangan lain yang bisa membuat lebih fokus dalam bekerja. Karena bekerja dalam situasi penuh tekanan akan membuahkan hasil yang tidak maksimal. Sementara kami juga memiliki target besar yang mesti dicapai.
Nah, berhubung untuk pengembangan ZALCorp di tahun-tahun mendatang, kami sengaja memilih kampus kalian untuk program study tour kali ini. Khusus mengundang rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi jurusan Seni Rupa dan Desain. Kami harap, di sini nantinya kami bisa melihat rekan yang punya skill potensial yang kami butuhkan atau siapa tahu ada yang berminat untuk bergabung dengan tim kami di masa mendatang.
Well, saya rasa cukup sekian dari saya, penjelasan lainnya serta pengenalan tim berkualitas kami akan disambung oleh Nona Selvina dan rekan kami lainnya."
Rion menyerahkan kendali seminar pada moderator, sekretaris serta asisten ke duanya.
⠀
Huff.
Akhirnya selesai juga bagiannya di pertemuan ini, batin Rion lega setelah duduk kembali di bangkunya. Tadi ia sengaja lebih memfokuskan profil perusahaan dibandingkan dirinya sendiri. Ia hanya memperkenalkan namanya dan jabatannya di perusahaan. Ia tahu para mahasiswa itu masih penasaran terhadapnya, namun Rion memilih tidak membuka sesi pertanyaan di atas podium tadi. Lebih aman jika pertanyaan dibuka setelah berada ditangan Selvina dan Jeremy.
Rion memperhatikan Jeremy dan beberapa rekannya yang menayangkan presentasi sesuai briefing yang telah mereka tentukan sebelumnya. Menayangkan slide-slide gambaran perusahaan, gedung dan fungsi ruangan, jenis pekerjaan setiap divisi atau tim. Lalu mengadakan kuis berhadiah di setiap perpindahan sesi.
Netra cokelat Rion kembali menjelajah mencari sosok Ceisya. Gadis itu ternyata berada di deretan ke dua, bangku dari depan. Persis di bagian tengah yang mengarah ke podium.
Saat ini, gadis itu tampak bersemangat mengacungkan tangan untuk menjawab kuis yang di ajukan Opie selaku tim grafis. Lalu bertepuk tangan riang ketika berhasil menjawab pertanyaan dan menerima hadiah yang diantar langsung ke bangkunya. Senyum Ceisya sungguh persis seperti gadis kecil lugu yang pernah Rion temui di ayunan. Rion ikut tersenyum menatapnya. Jantungnya seakan berdesir lembut. Dan ....
⠀
DEG!
⠀
Gadis itu tiba-tiba menatapnya. Persis di matanya!
Rion menahan napas.
Kenapa matanya tidak bisa beralih dari gadis itu?
Kenapa Ceisya tidak menghindari tatapannya?
Apa gadis itu bermaksud menantangnya?
Kalau begitu Rion tidak akan kalah. Ia akan membuat Ceisya menunduk lebih dulu!
⠀
"Ehem ... ehem."
⠀
Rion tersentak mendengar batuk yang seakan dibuat-buat itu. Ia melirik jengkel ke arah Andrean. Gara-gara pria itu, kontak matanya jadi terputus dengan Ceisya.
Andrean langsung menulis sesuatu di tablet-nya. Menggeser benda itu ke arah Rion.
⠀
Semua orang di meja ini, sedang menatap Anda dan ke mana arah yang menarik perhatian Anda, Pak. Mohon panca indranya dikondisikan ke mode normal(^ω^).
⠀
"Haiiss ...!" Rion mendesis membaca pesan di tab. Ia menyipitkan mata ke arah Andrean yang lalu mengejabkan mata seakan tak merasa bersalah. Pria ini jelas-jelas sedang menggodanya.
Rion melirik ke meja di sekitarnya. Ternyata benar. Rekannya yang lain dengan cepat kembali fokus menatap podium.
Sialan! Sejak kapan mereka semua memperhatikannya? Apa mereka tahu siapa yang dia lihat? Ck!
⠀
"Saran saya, berhubung sekarang sudah pukul 15:00 p.m. dan Anda punya janji dengan Mr. Daimon Davies, sebaiknya kita berangkat menuju DY Cafè & Florist. Paling tidak, Anda tidak perlu terlalu malu karena telah terciduk memperhatikan mahasiswi tercantik di kampus ini," bisik Andrean.
"Diam kamu!" geram Rion garang.
Andrean hanya terkekeh kecil. Buatnya ada kalanya ia menghargai Rion sebagai atasan, namun ada saatnya pula ia menganggap Rion seperti adik sendiri. Menggoda dan mencandainya. Kadang juga menegurnya kalau Rion berbuat keterlaluan.
Rion dulu adalah rekan yang berada di bawah bimbingan Andrean di perusahaan konstruksi tempatnya bekerja. Karena hal dan misi yang sama, Rion menarik Andrean menjadi asisten pribadinya. Dan ia betah menjadi bawahan pria super perfeksionis itu.
⠀
"Ayo!" tukas Rion beranjak dari sana. Wajahnya tampak cemberut, seakan mainannya baru saja direbut dari tangannya.
Andrean menggelengkan kepala. Seandainya ada yang tahu sifat asli Rion itu seperti apa, pastinya tidak akan ada yang takut padanya. Andrean beranjak pamit pada rekan lainnya, kemudian mengikuti Rion. Bos nya sekarang dalam mode 'merajuk'.
⠀
***
⠀
Ada apa ini?
Kenapa CEO ZALCorp memperhatikannya dengan cara seperti itu? Ceisya sudah merasakan tatapan itu sejak tadi. Hanya saja ia membuang kecurigaannya karena menganggap tidak mungkin pria itu melotot padanya.
Ceisya melirik teman yang duduk di samping kiri, kanan, depan dan belakangnya. Mereka semua terlihat fokus menatap podium. Begitu tertarik, entah pada profile dan visi misi ZALCorp atau malah pada aura dominan sang CEO sendiri. Sejujurnya Ceisya juga sangat tertarik untuk bekerja di perusahaan ini. Mungkin ia bisa menjadi tim grafis interior mereka.
Ia kembali fokus dan bersemangat menjawab kuis. Tersenyum bahagia saat menerima hadiah bingkisan yang disodorkan penyelenggara seminar. Ia tidak peduli besar kecilnya hadiah itu. Ia hanya merasa senang sudah mendapat penghargaan ini.
Ia menarik napas lega mengikuti sesi berikutnya. Tetapi, kembali Ceisya merasa seakan dipanah dari jarak jauh.
Ini tidak mungkin sekadar prasangkanya saja, 'kan?
Kalau begitu Ceisya akan mengujinya.
Ia mengarahkan wajahnya ke bangku di samping podium. Tempat deretan eksekutif ZALCorp duduk. Benar saja. Ia yakin, ia tidak sedang GR mengira CEO ZALCorp memelototinya.
Pria itu benar-benar tidak mengalihkan pandangan bahkan ketika ketahuan sedang menatap Ceisya! Sang CEO justru seakan berusaha membuat Ceisya duluan yang menunduk atau mengalihkan pandangan darinya.
Hmm ... Ceisya tidak akan kalah. Mereka bisa saling tatap-tatapan sampai malam juga tak apa. Kalau saja Ceisya bisa menegur pria itu. Bukankah tidak sopan memandang seseorang dengan seintens itu di acara formal seperti ini, padahal mereka tidak saling kenal.
Dan akhirnya, pria itu memutus tatapan mereka sambil melirik sinis seseorang yang duduk di sebelahnya. Sosok yang katanya Personal Assistant sang CEO. Raut wajah sang CEO tampak sangat terganggu saat membaca sesuatu di mejanya.
Jantung Ceisya mendesir risau ketika pria itu kembali menatapnya tajam sebelum beranjak dari kursi kebesarannya. Asistennya juga berpamitan dengan rekannya yang lain dan sekilas melirik ke arah Ceisya. Lalu dengan cepat mengikuti atasannya, keluar dari ruangan seminar.
Kenapa pria itu terlihat marah saat menatapnya terakhir kali? hati Ceisya berkata-kata. Tidak mungkin ada hubungannya dengan dirinya, 'kan?
⠀
"Bebz, ini perasaan gue doang, atau bener CEO ZALCorp meratiin loe mulu dari tadi?" bisik Lica di telinga Ceisya.
"Gue juga lihat. Loe pernah kenal sama CEO itu, Ceis?" tanya Aqila yang duduk di sisi Ceisya yang lain. Berbisik sama pelannya.
Ceisya menggeleng. "Nggak tahu. Rasanya nggak pernah kenal."
"Rekan bisnis bokap loe, barang kali?" tanya Qila lagi.
"Rasa-rasanya nggak. Partner kerja bokap gue paling yang umurnya di atas empat puluh atau empat puluh lima tahun ke atas."
Mereka menggumam.
"Jangan-jangan dia naksir loe, Bebz. Kalau iya, gue setuju. Good looking, jenius, pekerja keras, tajir lagi," cetus Lica dengan mata berbinar-binar.
"Loe lupa ya, sama yang dibilang Harzel kemarin tentang CEO ZALCorp. Arogan, sinis, dingin, garang. Nggak mungkin dia naksir gue. Tambah lagi jarak umur gue sama dia itu hampir empat belas tahun."
"Koreksi. Bulan depan umur loe dua puluh tahun. Jadi jarak umur loe sama dia tiga belas tahun. Dan Cinta tidak memandang umur. Pokoknya gue setuju."
Aqila dan Ceisya terkikik memutar mata menatap Lica. Gadis yang hidupnya dipenuhi cinta.
Mana mungkin sang CEO menyukainya. Kenal pun tidak. Walaupun ... Ceisya seakan familiar dengan sosok, perawakan, gerakan dan suaranya. Tapi di mana mereka pernah bersua?
Huff... sudahlah. Biarkan saja pria aneh itu. Lagi pula dia sudah pergi dari tempat ini. Mungkin setelah seminar ini berakhir, semua tatapan aneh tadi bakal tinggal kenangan.
Ceisya kembali fokus menatap podium. Merasa tertinggal informasi yang disampaikan selama mereka berbisik-bisik tadi.
Namun matanya kerap kali menatap ke bangku kosong yang tadinya diduduki sang CEO arogan. Merasa seakan ... ada yang ... tidak lengkap.