20. Rowena

2284 Words
Semua yang terjadi begitu cepat hingga rasanya sulit bagi Dery untuk bernapas. Mulai dari dirinya yang hampir tidur, terlonjak karena mendengar suara teleportasi, lalu mendapati Zora yang langsung loncat ke arahnya dan membawanya kembali beleportasi. Yang terakhir diingat Dery sebelum dirinya ditarik pergi dari kamar di penginapan itu adalah sekelebat tiga pasang mata merah yang tentu saja merupakan mata dari para vampire mudblood. Pasukannya Javon. Sungguh, Dery benar-benar berharap jika semua yang terjadi hanya sebatas dalam mimpinya saja. Ia benar-benar berharap seperti itu dan hampir percaya jika itu semua hanya mimpi yang didapatnya setelah kelelahan melalui hari yang panjang. Namun, Dery tersadar jika semua yang terjadi bukan lah mimpi semata ketika dirinya dan Zora sudah berpindah tempat. Ketika sepasang kakinya yang telanjang menyentuh tanah lembab berlapis dedaunan kering, Dery nyaris terjerembab karena hilang keseimbangan. Beruntungnya, dengan cepat Zora menangkap Dery hingga ia masih bisa berdiri dengan benar. Dery terbatuk dan megap-megap menghirup udara sebanyak yang dia bisa. Napasnya benar-benar jadi terengah sekarang, karena melewati semua yang terjadi dengan begitu cepat. Butuh waktu beberapa detik hingga Dery tersadar bahwa sekarang dirinya dan Zora ada di tengah hutan yang sangat gelap, entah dimana. Dery langsung didera panik saat kesadaran mulai memenuhinya. "ITU TADI APA ZOR?! KENAPA KITA TIBA-TIBA PERGI?! KITA DIKEJAR SAMA ANAK BUAH JAVON?! APA KITA BAKAL MATI SEKARANG?!" TERUS KENAPA GUE GAK PAKE SEPATU?! SEPATU GUE MANA, ZOR??? ITU SEPATU MAHAALLLL ANYIIIING! MASA KETINGGALAN?! ITU SEPATU GUE YANG PALING MAHALLLL PALING BAGUSSS!!!" Seharusnya, Dery tidak perlu memedulikan perihal sepatunya. Satu-satunya yang perlu dipikirkan sekarang hanya lah keselamatan mereka. Tapi, Dery terlalu panik, terlalu banyak yang muncul di pikirannya dalam satu waktu, sehingga dirinya kacau sendiri dan menyebut tentang sepatu yang memang paling mahal dan paling bagus yang pernah dia miliki seumur hidup.  Rasanya Dery sungguh stress, terlebih lagi karena bayangan tiga pasang mata merah itu masih terekam jelas di benaknya, walau ia hanya melihat sekelebat saja. "ZOOORRRR, GIMANAAAAA?!" Dery semakin stress karena Zora yang hanya diam. Perempuan itu hanya berdiri di tempatnya bagai sebuah patung. Jika dilihat dari raut wajahnya, Dery bisa menebak kalau Zora juga sama terkejutnya dengan Dery atas apa yang terjadi pada mereka barusan. Ketika Dery mengguncang-guncang tubuh Zora, baru lah perempuan itu tersadar dari lamunannya dan memandang Dery dengan sepasang matanya yang sudah membulat sempurna karena rasa takut. "Kita dalam bahaya, Dery." "YA, LO PIKIR GUE NGGAK TAU APA?!" Sahut Dery kesal. "GUE TAU KITA DALAM BAHAYA! TERUS SEKARANG KITA HARUS GIMANA?! KITA PASTI DIKEJAR, KAN?!" Zora mengangguk. Dery berdecak kesal. "ANJENGGGGG!" Dilepaskannya tubuh Zora, lalu ia mengacak-acak rambutnya sendiri karena merasa menghadapi jalan buntu sekarang. Dilihatnya sekeliling hutan tempat mereka berada sekarang. Kondisinya sangat gelap dan tidak terlihat apa-apa kecuali kuyang yang baru saja lewat, genderuwo yang tersembunyi di balik semak-semak, serta para kuntilanak dan sundel bolong yang bertengger di pepohonan. Salah satu kuntilanak yang ada di pohon tidak jauh dari mereka berdiri pun tertawa keras sambil melihat ke arah Dery. Dery yang kesal pun menunjuk ke arahnya. "LO DIEM YA ANJENG!" Padahal itu kuntilanak, bukan anjing. Tapi, bentakan Dery itu sukses membuat sang kunti terdiam karena takut. Bagi para hantu, aura Dery yang sedang marah memang terlihat menyeramkan hingga mampu membuat mereka tidak bisa berkutik. "Sebentar lagi mereka akan tiba di sini." Dery hanya bisa melotot pada Zora karena terlalu kesal mendengar apa yang baru saja dikatakan olenya. Namanya juga sedang dikejar, tentu Dery tahu kalau sebentar lagi para vampire itu akan menyusul mereka ke sini. "Karena mereka mau nyusul kita, makanya kita harus pergi! Lo malah diem aja macam orang bego! Gue nggak mau mati ya, Zor," ujar Dery ketus. Dery tidak bisa lagi menahan emosinya sendiri karena memang dia marah, kesal, sekaligus panik karena apa yang akan terjadi nanti menentukan hidup dan matinya. "Sebaiknya lo pikirin sekarang, dimana tempat yang aman buat kita teleportasi." Zora menggelengkan kepala. "Tidak bisa, Dery. Kita tidak bisa berteleportasi lagi di saat mereka masih mengejar, karena percuma. Nantinya, mereka juga pasti tau kemana kita pergi." "JADI HARUS GIMANA?!" "Saya harus melawan mereka." "Gila ya?! Jumlah mereka lebih dari satu!" "Tapi mereka vampire mudblood, sementara saya vampire pureblood." Setelah mengatakan itu, Zora meraih kedua tangan Dery dan menggenggamnya erat. "Saya bisa melawan mereka sendirian, tapi saya butuh energi lebih dari kamu." Dery balas menggenggam erat tangan Zora, membiarkan sebagian energi yang ada pada tubuhnya diserap oleh perempuan itu. "Ambil sebanyak yang lo mau," ujarnya. "Tapi, tolong jamin gue masih hidup sampai besok." Permintaan Dery itu dijawab oleh Zora dengan anggukan kepala. Zora berjanji, dia akan melindungi Dery dan menjaganya tetap hidup, apapun yang terjadi. *** Ketika sudah mengiyakan permintaan Javon untuk menemukan Zora, Rowena berjanji pada dirinya sendiri akan menyeret pulang perempuan itu kembali pada Javon, bagaimana pun caranya. Meski Rowena tahu bahwa Zora adalah seorang vampire pureblood, tapi ia tidak merasa takut sama sekali. Darah mungkin berbeda. Kasta Zora mungkin jauh berada di atas kasta Rowena. Tapi, Rowena sudah hidup sebagai vampire lebih lama dari Zora, dan ia memiliki kekuatan di atas rata-rata vampire mudblood lainnya. Oh, bahkan dia merupakan pengikut Javon yang terkuat. Kepercayaan Javon. Favorit Javon. Yang paling lama bertahan di sisinya. Untuk mempertahankan posisi tersebut, maka ia bersedia menggantikan tugas para vampire-vampire yang telah gagal sebelumnya, dan ia yakin jika kali ini dirinya tidak akan gagal. Zora akan kembali, menikah dengan Javon, melahirkan anaknya, lalu mati di tangan Rowena sendiri. Tidak sulit bagi Rowena untuk menemukan keberadaan Zora. Jam terbangnya sudah lebih lama dari semua anggota pengikut Javon yang lain sehingga mengendus keberadaan calon pengantin rajanya bukan jadi perkara yang sulit. Kurang dari sehari, Rowena sudah berhasil menemukan keberadaan Zora lewat seorang vampire yang melihat Zora diawasi oleh pack werewolf yang dipimpin oleh Ares di terminal Pasar Minggu. Saat itu Rowena tidak bisa langsung menyerang karena ia tidak mau berurusan dengan para manusia serigala. Ia juga tidak bisa menyerang Zora di saat masih ada banyak manusia di sekitar mereka. Karena itu, Rowena dan dua orang vampire lain yang bertugas membantunya dalam misi ini mengikuti bus yang dinaiki oleh Zora dan manusia yang bersamanya secara diam-diam, seperti bayangan, hingga Zora tidak sadar akan keberadaannya. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk menyerang, persisnya ketika tidak ada orang lain yang melihat. Rowena tertawa ketika Zora langsung berteleportasi membawa manusia itu bersamanya, tepat setelah ia sadar jika Rowena dan dua vampire lain datang untuk menangkapnya. Tindakan yang menurut Rowena percuma saja. Sebab bagi seorang vampire dengan kemampuan di atas rata-rata sepertinya, mudah baginya untuk mengikuti kemana vampire yang ada di sekitarnya berteleportasi. Bersama dengan dua rekannya, Rowena menyusul Zora. Tapi sebelumnya, ia terlebih dahulu mengelilingi kamar yang sebelumnya ditempati Zora bersama manusia itu. Rowena tertawa geli karena merasa Zora sangat lah konyol. Apa gunanya ia berteman dengan manusia dan tidak menjadikan manusia itu sebagai makanan? Padahal, pada pertemuan singkat mereka tadi, sekilas Rowena dapat mencium aroma harum dari darah manusia itu. Darahnya pasti manis, sehingg Rowena terpikir untuk menjadikannya sebagai mangsa setelah ia menangkap Zora nanti. Sebelum menyusul Zora, Rowena memungut sepasang sepatu yang tergeletak di samping tempat tidur. Ia mengambil sepatu tersebut yang jelas sekali terlupakan, dan berniat untuk menjadikannya sebagai oleh-oleh bagi Zora dan pacar manusianya. POP! POP! POP! Rowena bersama dua rekannya bertransformasi ke sebuah hutan yang gelap. Sosok Zora tidak terlihat di tengah kegelapan hutan tersebut. Yang terdengar pun hanya sura jangkrik dan katak bersahut-sahutan di tengah hutan itu. Namun, Rowena bisa menebak dan merasakan kalau Zora masih di sana. Bersembunyi di suatu titik di hutan tersebut, entah dimana. Mungkin di balik sebuah pohon, di antara semak-semak, atau mungkin juga ia memanjat pohon agar bisa mengawasi Rowena dari atas ketika datang. Rowena melemparkan sepatu yang tadi dibawanya ke atas tanah. Lalu, ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari aroma manis dari darah manusia itu yang diingatnya. Tidak butuh waktu lama bagi Rowena untuk menangkap aroma tersebut. Sebuah seringai tercetak di bibirnya begitu ia sadar bahwa manusia itu bersembunyi di balik sebuah pohon besar, tidak jauh dari posisinya berdiri. "Zora, aku tau dimana peliharaan manusiamu bersembunyi. Kalau tidak mau aku menangkap dan langsung menyantapnya di depan matamu, lebih baik kamu yang muncul sekarang." Masih suara jangkrik dan katak yang terdengar. Belum ada tanda-tanda Zora akan memunculkan diri untuk berhadapan dengan Rowena. "Kamu tau kalau aku tidak pernah suka main-main kan, Zora? Aku serius dengan perkataanku dan tentu saja aku dengan senang hati mau memakan manusia itu. Aku rasa, darahnya manis, dan aku akan sangat suka. Jadi, aku akan menghitung sampai tiga. Kalau kamu tidak muncul juga, aku benar-benar akan menangkap manusia itu." Rowena melangkah perlahan menuju pohon yang dia yakini dijadikan sebagai tempat persembunyian manusia itu. "Satu...dua...ti-" Hitungan Rowena belum selesai ketika tiba-tiba saja Zora menyerangnya. Rowena tidak sadar Zora muncul darimana, tapi perempuan itu langsung menyerang Rowena dengan menduduki lehernya dan memberi Rowena pukulan keras di kepala. Rowena sempat terhuyung sebentar karena serangan tiba-tiba yang didapatnya, tapi tidak sulit baginya untuk menarik kedua kaki Zora dan membantingnya ke tanah dengan sangat keras. Zora pun tersungkur dan dirinya langsung dikelilingi oleh Rowena dan dua vampire lain. Zora langsung bangkit. Bantingan Rowena tidak memberikan efek apa-apa untuknya. Dengan mudahnya ia menarik salah satu vampire yang menjadi rekan Rowena, memuntir tangannya ke belakang hingga terdengar suara tulang patah, lalu ia menjadikan vampire perempuan itu sebagai tameng dari serangan-serangan yang ditujukan padanya. Gerakan Zora begitu cepat dan tangkas sehingga tidak mudah baginya untuk dilumpuhkan, meski dirinya hanya sendirian. Zora mematahkan leher vampire yang sebelumnya ia jadikan sebagai tameng, kemudian dirinya melesat naik ke atas pohon. "Seharusnya kamu membawa lawan yang lebih kuat, Cassandra Rowena." Rowena berdecih. "Jangan meremehkanku." Zora tersenyum. "Tapi kenyataannya, kamu memang pantas untuk diremehkan. Aku bisa mengalahkanmu dan anak buahmu dengan mudah. Javon pasti akan kecewa." "Oh, sebaiknya jangan sombong dulu. Dan jangan jadi pengecut dengan naik ke atas pohon." "Kamu yang sebaiknya jangan jadi pengecut dan lawan aku sendirian." "Kalau begitu, bagaimana kalau kamu turun dulu?" Menuruti permintaan Rowena, Zora turun dari pohon dan langsung mengarahkan tendangan pada satu rekan Rowena yang tersisa hingga berhasil membuatnya tersungkur. Lalu, tendangan Zora diarahkannya kepada Rowena. Namun, Rowena berhasil menangkisnya. Ia menangkap kaki Zora, menariknya kuat hingga ia berhasil menjatuhkannya ke tanah, lalu mengunci tubuhnya. Rowena memberi pukulan bertubi-tubi di d**a Zora serta wajahnya, hingga Zora kewalahan, sementara kedua tangannya yang ditahan tidak bisa bergerak untuk melawan. "Asal kamu tau, Zora, kasta tidak akan menentukan siapa yang lebih kuat dari siapa," ujar Rowena. Zora meludahkan darah ke wajah Rowena. "Tapi tetap saja, mau sekuat apapun kamu sekarang, tidak akan pernah bisa menjadikanmu sebagai vampire pureblood." Rowena menggertakan gigi kesal karena tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Zora itu. Satu pukulan keras kembali dilayangkannya pada wajah Zora, lagi, dan lagi, secara bergantian antara sisi kiri dan kanan hingga Zora tidak bisa berkutik. Lalu, Rowena menginstruksikan anak buahnya yang baru saja pulih dari tendangan Zora tadi untuk memegangi Zora. Rowena mengangkat Zora dengan cara menjambak rambutnya kencang dan menyuruh sang anak buah untuk mengikat vampire pureblood itu. Dia akan segera menyeretnya pulang kembali pada Javon. Semudah itu, Rowena bisa menangkap Zora, dan lagi-lagi membuktikan pada sang raja bahwa dirinya lah yang terkuat dan paling bisa diandalkan jika dibandingkan dengan yang lain. Hanya saja, Rowena terlalu cepat puas. Sebelum dirinya dan anak buahnya bisa mengikat Zora, sebuah kait tajam yang biasa digunakan sebagai untuk panjat tebing pada pendakian gunung, menghantam keras kepala Rowena hingga salah satu sisi dahinya terluka dan membuat Rowena lengah. Kesempatan itu digunakan oleh Zora untuk kembali melawan. Dengan cepat ia memuntir leher anak buah Rowena, mematahkannya, dan membuatnya tumbang seketika. Lalu, Zora bangkit untuk menyerang Rowena. Ia balas menarik rambut panjang perempuan itu dengan kencang, seperti yang dia lakukan pada Zora sebelumnya, lalu mencengkeram kuat leher Rowena, mencekiknya hingga tubuh Rowena terangkat dari tanah. Dery muncul dari persembunyiannya di balik pohon. Dia lah pelaku yang telah melemparkan kait tajam pada Rowena tadi hingga berhasil membuatnya lengah dan membalikkan keadaan. "HAHAHA MAMPUS LO! DASAR CANTIK-CANTIK PSYCHO!" Rowena meronta-ronta karena cekikan kencang Zora. Ia tidak bisa berkutik lagi, tidak bisa melawan, tapi juga tidak mau menyerah atas hidupnya. "Aku tau Javon akan gila kalau tau kamu mati," ujar Zora dingin. "Aku tidak sekejam itu untuk membuatmu mati. Mungkin, sekarat saja cukup untukmu karena masih kamu harus menyampaikan kepada Javon bahwa aku akan menghentikannya. Tidak peduli bagaimana caranya." Zora meraih kait tajam yang tadi dilemparkan oleh Rowena pada Dery, lantas menghunuskan kait tersebut ke d**a bagian kiri Rowena. Jerit kesakitan Rowena terdengar menggema di hutan. Sesuai perkataan Zora, ia tidak berniat untuk membunuh Rowena, tetapi hanya ingin membuat perempuan itu sekarat dengan cara melukai jantungnya. Tidak akan sampai membuat Rowena mati, tapi rasa sakitnya sukses membuat Rowena berpikir jika mati mungkin akan terasa lebih baik. Zora membiarkan kait itu menggantung di d**a Rowena, agar luka tersebut tidak bisa pulih dengan cepat. Lalu, Zora mendorong tubuh Rowena hingga jatuh menghantam tanah dengan keras. Zora tersenyum puas melihat Rowena yang sudah terkapar, sementara Rowena memandangnya dengan tatapan yang sarat akan dendam dan sakit hati. POP! Suara itu mengiringi hilangnya Rowena. Setelahnya, Zora menoleh pada Dery yang masih berdiri tidak jauh dari pohon tempatnya bersembunyi tadi dan tersenyum pada laki-laki itu. Dery juga nyengir lebar ke arah Zora sambil melambaikan tangan. Mereka senang karena telah berhasil melumpuhkan lawan mereka malam ini. POP! Baik Zora maupun Dery sama sekali tidak menyangka jika Rowena akan berteleportasi kembali. Dan kali ini, ia muncul persis di sebelah Dery. Ada seringaian yang ditujukannya pada Zora sebelum ia memukul Dery dan membuat laki-laki itu tersungkur ke tanah, lalu dengan sisa tenaganya, ia melempar tubuh Dery cukup jauh, hingga tubuhnya menghantam pohon dengan keras. Semuanya dilakukan Rowena dengan sangat cepat, hingga tidak menyisakan kesempatan bagi Zora untuk menyelamatkan laki-laki itu. POP! Setelahnya, Rowena menghilang. "DERYYYYYY!" Dan kemudian, teriakan Zora menggema di hutan itu, bersahut-sahutan dengan suara penghuni hutan yang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD