22. Mbah Sugeng

1769 Words
Sejenak Zora bimbang harus bagaimana. Apakah ia harus melakukan sesuatu untuk membantu Dery, atau bersiaga di depan tenda untuk menghadapi siapa pun itu yang hendak menghampiri mereka. Tapi, pada akhirnya Zora memilih menghampiri Dery yang sedang mengalami kesulitan bernapas karena takut terjadi sesuatu yang bisa membahayakan hidup laki-laki itu. Kedua mata Dery masih terpejam di saat ia sudah terengah dengan napas yang terlampau cepat. Zora sebenarnya tidak tahu harus melakukan apa. Namun, mengikuti instingnya, ia memutuskan untuk melonggarkan pakaian yang melekat di tubuh Dery. Mulai dari melepas risleting jaket hingga melonggarkan gesper celananya. Berharap dengan begitu, Dery bisa bernapas lebih baik. "Dery...Dery..." Zora memanggil Dery dengan khawatir. Ia menepuk-nepuk pelan pipi Dery dengan harapan agar Dery sadar. Tapi, dery tak kunjung sadar, sementara napasnya terlihat semakin sesak. Di luar, suara langkah kaki itu kian terasa mendekat. Sekilas Zora melirik Blacky yang masih berjaga di depan tenda. Sama seperti Zora, makhluk itu sepertinya sadar bahwa ada yang akan datang menghampiri mereka. Entah apa yang bisa dilakukan oleh Blacky, Zora tidak tahu. Namun, Zora yakin jika sebisa mungkin Blacky pasti akan melindungi Dery. Kembali ke Dery, Zora sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi setelah melonggarkan pakaian laki-laki itu ternyata tidak membuahkan hasil sama sekali. Dery masih sesak napas. Zora yan tidak terlalu paham dengan kondisi medis manusia pun terdiam sesaat memandangi Dery, sementara pikirannya jadi kacau. Dery kian sesak napas, langkah kaki di depan semakin mendekat. Ada banyak keputusan yang sedang dipertimbangkan Zora dalam kepalanya sekarang. Salah satunya adalah keputusan untuk berteleportasi membawa Dery ke pusat bantuan medis terdekat. Ia yakin jika kondisi Dery sekarang disebabkan oleh insiden Rowena tadi. Namun, jika yang sedang berjalan ke arah mereka sekarang adalah utusan Javon yang lain, berteleportasi hanya akan membuatnya terus dikejar. Dan Dery juga bisa dalam bahaya. Zora sungguh bimbang. Keputusannya jadi serba salah karena kedua kemungkinan akan berakhir membahayakan Dery. Jika pergi mereka terancam akan bertemu vampire lain, sementara jika tetap tinggal di sini, Dery bisa saja mati. Sempat terbersit di pikiran Zora untuk mengubah Dery menjadi vampire jika memang kondisi laki-laki itu sekarat. Dengan begitu, Dery tidak akan mati, walau ia bukan manusia lagi. Namun, Zora segera mengenyahkan pikiran tersebut, sebab ia tahu jika Dery tidak akan suka dengan gagasan tersebut. Zora terkesiap ketika tiba-tiba saja Dery meraih tangannya dan mencengkeramnya kuat. Kedua matanya melotot memandang Zora, terlihat jelas menahan sakit. Saat itu Zora pun sadar jika mau tidak mau, ia harus mengambil resiko dengan membawa Dery ke rumah sakit. Tangan Zora sudah menggenggam erat tangan Dery, siap untuk membawanya berteleportasi ke rumah sakit, agar Dery bisa segera ditangani. Namun, belum sempat melakukan itu, sebuah suara menghentikannya. "Berhenti. Jangan bawa dia kemana-mana." Zora terlonjak kaget mendengarnya. Begitu menoleh ke belakang, dilihatnya sudah ada seorang pria tua yang berdiri di depan pintu tenda yang terbuka. Pria itu bukan vampire, melainkan manusia. Zora bisa merasakannya dengan jelas. Tapi, bukan berarti ia bisa lepas dari sikap siaganya setelah pria tersebut muncul secara tiba-tiba. Padahal, sebelumnya Zora rasa langkah kaki pria itu masih jauh. Bagaimana ia bisa tiba-tiba sampai di depan tenda mereka? Tangan Zora masih menggenggam tangan Dery erat. Kini ia membelakangi Dery, siap melindunginya jika pria berpakaian serba hitam itu tiba-tiba memiliki niat untuk menyerang mereka. "Kamu siapa? Apa maumu?" Pria tua itu tidak menjawab pertanyaan Zora. Ia bahkan tidak memandang pada Zora sama sekali karena tatapannya tertuju pada Dery sekarang. Hal itu hanya semakin membuat Zora waspada. Tatapannya lekat pada pria tua yang setiap tubuhnya sudah dihiasi keriput, serta rambut dan janggutnya pun telah memutih. Menandakan betapa tuanya pria itu sekarang. Mungkin, usianya sudah lebih dari delapan puluh tahun. "Jangan mendekat!" Zora spontan berseru ketika pria itu melangkah masuk ke dalam mereka. Zora yang sudah sejak tadi bersiaga pun siap untuk menyerang, namun anehnya, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Hal itu pun membuatnya panik. Ia juga hendak berteleportasi membawa Dery, tapi juga tidak bisa melakukan itu. Semua kekuatan Zora seolah membeku, tak bisa digunakan, karena kehadiran pria tua ini. Yang bisa dilakukan Zora hanya lah melihat ketika pria tua tersebut berjalan mendekat ke arah Dery, diikuti oleh Blacky di belakangnya. Blacky sepertinya tidak menganggap pria ini sebagai ancaman. Makhluk itu justru nampak tenang dan mengikuti si pria tua seolah pria tersebut adalah tuannya. Zora masih berusaha keras untuk menggerakkan tubuhnya, namun tetap tidak bisa, mau sekuat apapun ia sudah mencoba untuk melawan. Ia hanya bisa melihat ketika pria itu duduk di sebelah Dery yang masih dalam kondisi berbaring dan sesak napas. Lalu, pria itu meletakkan satu tangannya di d**a Dery. Beliau memejamkan mata, kemudian merapalkan sesutau yang entah apa. Keinginan Zora untuk melawan pun semakin kuat karena takut Dery disakiti oleh pria asing itu. Namun, ketika melihat Dery perlahan mulai tenang dan akhirnya kembali terlelap, Zora juga ikut tenang. Setelahnya, tubuh Zora bisa kembali digerakkan. Genggaman tangannya dan Dery pun melonggar. Pria tua itu baru menoleh pada Zora setelah dirinya selesai membuat Dery berhenti sesak napas dan kesakitan. Zora sudah jauh lebih tenang, meski ia masih waspada. "Siapa kamu?" Sekali lagi, pertanyaan itu kembali diajukan olehnya. Dan kali ini, pria itu menjawab, "Orang yang kalian cari." Zora pun sadar jika sekarang dirinya sudah berhadapan dengan yang namanya Mbah Sugeng. Ternyata yang dikatakan oleh Dery memang benar, mereka tidak perlu benar-benar mencari Mbah Sugeng, karena beliau akan datang dengan sendirinya di saat hadirnya dibutuhkan. *** Ternyata, hutan tempat Zora berteleportasi semalam adalah hutan yang terletak di kaki gunung Sumbing. Ia tidak tahu jika sudah berteleportasi ke sana, sebab yang diinginkannya semalam hanya lah pergi sejauh mungkin dari Rowena dan antek-anteknya. Semalam kondisinya begitu gelap sehingga mereka tidak bisa melihat apa-apa dan tidak bisa menebak sama sekali ada dimana. Dery sendiri pernah bilang kalau Mbah Sugeng bisa tahu apa saja yang terjadi di Gunung Sumbing. Mungkin, pertarungan antara Zora dan Rowena semalam pun ikut dirasakannya, walau Mbah Sugeng memutuskan untuk tidak ikut campur. Setelah sesak napas Dery disembuhkan oleh Mbah Sugeng semalam, Dery belum juga sadar dan masih terlelap hingga sekarang, matahari mulai menampakkan sinarnya. Selama itu, Zora terus berada di sisi Dery, menemaninya dan memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi lagi padanya. "Besok pagi, bawa Dery ke pondokku, mau dia sudah bangun atau belum. Kamu hanya perlu berjalan ke arah utara hingga bertemu pondokku. Kamu bisa melakukannya, kan?" Itu yang dikatakan oleh Mbah Sugeng semalam, usai dirinya menjawab pertanyaan Zora. Meski ada banyak hal yang ingin ditanyakan oleh Zora pada pria tua yang merupakan tujuannya sampai di tempat ini, ia menahan semua pertanyaan tersebut, dan akhirnya hanya menganggukkan kepala untuk menjawab Mbah Sugeng. Setelahnya, Mbah Sugeng beranjak pergi begitu saja. Beliau bahkan tidak menjawab sama sekali ketika Zora bertanya. Secepat dirinya muncul, secepat itu pula lah Mbah Sugeng pergi. Zora sempat merasa heran, tapi ia memutuskan untuk membiarkan saja dan menuruti perintah Mbah Sugeng keesokan paginya. Ketika matahari sudah mulai naik dan memberikan cahaya yang menerangi hutan itu, Zora selesai membereskan barang-barang Dery, termasuk melipat tenda. Sementara Dery belum juga bangun. Ia terlihat seperti tertidur biasa, namun sudah beberapa kali Zora mencoba untuk membangunkannya, laki-laki itu tak kunjung bangun juga. Mengingat perkataan Mbah Sugeng, Zora pun memilih untuk menggendong Dery di punggungnya dan membawa laki-laki itu menuju pondok Mbah Sugeng yang katanya berada di Utara. Dengan kekuatannya sebagai vampire, tidak sulit bagi Zora untuk menggendong Dery, sekaligus membawakan barang-barangnya. Meskipun Dery adalah laki-laki dan tubuhnya jauh lebih besar dari Zora, tapi Zora sama sekali tidak merasa keberatan. Bahkan, ketika jalan yang harus dilaluinya menanjak sekali pun. Suara katak dan jangkrik semalam kini sudah digantikan oleh cicit burung yang bersahut-sahutan. Zora juga sudah bisa melihat keadaan sekitarnya dengan lebih jelas dan ia membuktikan sendiri bahwa kini mereka sedang berada di kaki gunung. Walaupun matahari sudah terbit, tapi Zora masih bisa melihat makhluk-makhluk lain yang bagi orang awam tak kasat mata. Di hutan ini mereka ada banyak. Semalam Zora terlalu fokus pada Rowena dan Dery sehingga ia tidak sadar jika makhluk penunggu hutan ini ada sebanyak itu, dan entah ini hanya perasaannya saja atau memang mereka semua memandang ke arah Dery yang ada di punggungnya seolah Dery adalah mangsa yang membuat mereka kelaparan. Zora tidak mengerti arti dari tatapan makhluk itu. Namun, Blacky berjalan di belakangnya, melindungi Dery hingga tidak ada satu pun dari makhluk halus tersebut yang berani datang mendekat apalagi mengganggu mereka. Setelah hampir satu jam lamanya menempuh perjalanan, akhirnya pondok Mbah Sugeng mulai terlihat. Lokasi pondok itu benar-benar berada di tengah hutan. Ukurannya hanya sepetak dan jauh dari kata besar. Namun, Zora bisa melihat semacam energi berbentuk kubah yang menyelubungi pondok tersebut. Melindungninya dari makhluk-makhluk yang ada di hutan ini. Mbah Sugeng duduk di sebuah bale bambu yang ada di teras pondok itu ketika mereka sampai. Melihat Zora datang, beliau langsung berdiri dan tanpa kata, memberi gestur pada Zora untuk masuk ke dalam pondok dan membaringkan Dery pada tikar yang ada di dalam sana. Zora pun menurut, membaringkan Dery di tikar tersebut dengan sangat hati-hati. Dery sendiri masih belum bangun. Sejenak Zora memandanginya, sebelum ia berdiri untuk menghampiri Mbah Sugeng yang masih berada di teras pondok, duduk di bale bambunya. Tanpa basa-basi, Zora langsung bertanya, "Kenapa dia belum bangun?" Mbah Sugeng tersenyum. Dan ini jadi kali pertamanya tersenyum pada Zora. "Dia sakit," jawab Mbah Sugeng. "Dan kehabisan energi." "Kapan dia akan bangun?" Mbah Sugeng menggelengkan kepala. Hal itu justru membuat Zora jadi kesal. "Apa kamu tidak bisa melakukan sesuatu untuk membuatnya bangun? Kenapa malah diam saja? Kupikir kamu akan langsung mengobatinya setelah aku membawanya ke sini." "Bukannya tujuan utamamu kemari bukan itu, Zora Jyostika?" Zora tidak bisa menahan keterkejutannya mendengar perkataan Mbah Sugeng. Seingatnya, ia sama sekali belum menyebutkan namanya pada pria tua ini. Lantas, bagaimana ia bisa mengetahui namanya. "Kamu bisa baca pikiran?" Mbah Sugeng terkekeh. "Bukankah itu keahlianmu?" "Tapi, aku tidak bisa membaca pikiranmu." "Karena tidak semua pikiran orang bisa kau baca, kan?" Zora tertegun. Pertemuannya dan Mbah Sugeng baru berlangsung dengan begitu singkat. Namun, pria tua ini sudah mengetahui beberapa hal tentangnya. Mungkin juga lebih banyak lagi dan belum di sebutkannya satu per satu saja. Zora jadi merasa ngeri, sekaligus juga bersemangat. Apa yang bisa diketahui oleh Mbah Sugeng dengan sendirinya membuktikan sesakti apa pria ini. Jika begitu, mungkin saja Dery benar, Mbah Sugeng bisa membantu mencari cara untuk mengalahkan Javon. "Kalau kamu tau tujuan utamaku ada di sini sekarang, berarti kamu bisa membantuku?" Zora sungguh berharap jika Mbah Sugeng akan menjawab pertanyaannya itu dengan mudah. Tentu saja akau akan membantumu, tentu saja aku tau bagaimana caranya mengalahkan Javon, tentu saja aku akan ikut menghentikan Javon, atau semacamnya. Namun sayang, Zora terlalu banyak berharap. Yang didapatnya justru sebuah gelengan kepala dari Mbah Sugeng. "Entahlah," jawabnya tidak pasti. "Alam belum memberiku jawaban atas pertanyaanmu itu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD