18. Rest Area

1545 Words
Seumur hidup Dery, momen menunggu bus tadi adalah momen menunggu bus paling menegangkan yang pernah dia rasakan. Sebab sebelum-sebelumnya, mana pernah Dery harus merasa tegang menunggu bus karena dirinya diawasi lekat-lekat oleh kumpulan manusia serigala berbadan kekar. Mengikuti perintah ketuanya, lima orang manusia serigala itu benar-benar mengawasi Dery dan Zora dan tidak membiarkan mereka lepas dari pengawasan sama sekali hingga bus mereka tiba. Dery sampai takut untuk bergerak karena khawatir dirinya dianggap salah oleh para manusia serigala berpenampilan preman itu, dan berakhir disakiti oleh mereka. Jadi, selama menunggu bus, ia benar-benar duduk patuh macam anak SD yang lagi disetrap oleh guru. Bahkan ia nyaris kencing di celana karena terlalu takut untuk izin ke toilet. Untungnya, tidak lama sebelum busnya datang, Dery diperbolehkan untuk ke toilet (ditemani oleh si manusia berbadan biaragawan). Ngeri sih, tapi lega juga karena panggilan alamnya terpenuhi. Zora pun juga tidak berani banyak bergerak karena diawasi oleh para manusia serigala. Dery menduga kalau Zora juga takut salah langkah. Walau dirinya adalah vampire darah murni yang katanya sangat kuat, tapi kalau harus melawan tujuh manusia serigala kekar sekaligus, pasti ia akan tetap kewalahan juga. Walau hampir tidak bicara dan begerak sejak mereka menunggu diawasi oleh para manusia serigala itu, namun Dery menajamkan telinganya dan mendengar percakapan yang terjadi di antara mereka. Lewat obrolan-obrolan mereka, Dery jadi tahu kalau si alfa yang sudah pergi bernama Ares, dan satu-satunya serigala perempuan di sana bernama Sashi. Si manusia serigala biaragawan namanya Lukman, sementara empat lainnya adalah Jaka, Marco, Ryan, dan Nando. Mengetahui nama mereka juga sebenarnya tidak penting sih, tapi Dery tidak sengaja mendengar saja. Saat bus mereka tiba, Dery baru bisa bernapas lega. Cepat-cepat ia masuk ke dalam bus bersama Zora, bahkan mereka jadi yang pertama tiba di dalam bus. Dery pun memilih kursi di bagian tengah dan ia duduk di samping jendela, sementara Zora di sebelahnya. Lewat jendela, Dery masih bisa melihat para manusia serigala itu mengawasinya lekat-lekat. Mereka benar-benar tidak mau berhenti mengawasi hingga Dery dan Zora lepas dari pandangan dan sepenuhnya pergi dari tempat itu. "Setelah ini, gue nggak akan pernah mau berurusan lagi sama yang namanya manusia serigala. Serem anying." Dery mengeluh dalam bisikan ketika dirinya dan Zora sudah duduk di dalam bus dan tinggal menunggu busnya penuh, lalu mereka berangkat. Tatapannya tertuju pada para manusia serigala yang masih bersiaga di samping bus mereka. Masih mengawasi. Makanya Dery bisik-bisik karena keluhannya takut ketahuan. "Dengan otot-otot mereka yang nonjol begitu, mudah aja nggak sih bagi mereka untuk matahin leher gue?" Zora mengangguk. "Mudah sekali," jawabnya jujur. Dery sebal sedikit sih, soalnya ini vampire satu nggak ada peka-pekanya kalau Dery tuh ketakutan. Dery pun mendengus keras. Sementara Zora lanjut bicara lagi. "Tapi, lebih baik kamu bertemu dengan mereka sih, daripada kamu bertemu vampire yang jahat. Para manusia serigala itu masih bisa diajak kompromi, sementara bangsa vampire...tidak begitu." "Kalau bisa sih, gue nggak mau ketemu dua-duanya." "Iya, lebih baik memang tidak." "Hadehhh, gara-gara lo hidup gue jadi aneh banget." "Maaf..." Dery mendengus lagi. Diliriknya Zora yang kepalanya masih ditutupi kupluk hoodie dan wajahnya pun ditutupi oleh masker. Lalu, tiba-tiba saja ia teringat dengan kata-kata Ares, sang alfa dari kelompok manusia serigala tadi. Sebaiknya kamu hati-hati, Dery. Dery tidak tahu maksud Ares menyuruhnya hati-hati tuh apa. Tapi, ia jadi takut kalau peringatannya itu berhubungan dengan Zora. "Zora." Zora menoleh pada Dery ketika namanya dipanggil. Dengan posisi duduk bersebelahan dan begitu dekat seperti sekarang, Dery bisa melihat betapa cantiknya sepasang mata Zora yang kini terlihat jernih di bawah pantulan sinar matahari yang terik. Satu pertanyaan yang baru saja mengganggu pikirannya pun Dery utarakan, "Lo emang betulan baik, kan? Lo nggak akan mengkhianati kepercayaan gue, kan?" Dan pertanyaan Dery itu berhasil membuat Zora tertegun. *** Dery ingat, ketika dulu dirinya tersesat dalam ekspedisi pendakian gunung Sumbing, ia pergi melalui jalur Cepit Parakan. Namun, ketika dirinya bangun dan diantarkan pulang oleh Mbah Sugeng, mereka turun lewat jalur Mangli Kaliangkrik. Walau dirinya tidak begitu ingat dimana letak pondok Mbah Sugeng, tapi ia tahu jika pondok tersebut berada di jalur Mangli Kaliangkrik, sehingga jalur itu lah yang akan dipilihnya untuk pendakian bersama Zora kali ini. Setidaknya butuh waktu paling cepat tujuh jam dari Jakarta ke Magelang. Tapi, berhubung mereka naik bus, dan biasanya bus kerap berhenti di rest area, tentu saja perjalanan yang ditempuh bisa lebih lama dari itu. Karena mereka akan sampai di sana malam hari, pendakian pun baru bisa dilakukan besok. Dery sudah berencana untuk mengajak Zora berteleportasi saja ketika mereka sudah sampai di Desa Kalegen nanti, supaya tidak perlu naik ojek lagi menuju Desa Mangli. Biar hemat ongkos hehe. Tapi, itu kalau Zora bisa sih. Dery belum terlalu paham bagaimana cara kerja teleportasi, tapi sepertinya Zora harus tahu dulu tempatnya agar bisa melakukan itu. Nah, masalahnya Zora kan belum pernah ke sana. Karena terlalu lelah akibat merasa tegang di bawa pengawasan para manusia serigala preman di terminal tadi, Dery pun memilih tidur dari bus mulai berangkat. Saat dia terbangun, langit sudah gelap, dan ternyata Dery tertidur di pundak Zora. Menyadari itu membuat Dery buru-buru menegakkan kepala. Pantas saja tidurnya nyaman...ternyata Zora yang jadi bantalnya. Jujur aja, Dery agak malu sih. Tapi, Zora sendiri tidak protes apa-apa. Bus berhenti di rest area karena banyak yang hendak menjalankan ibadah Maghrib sekaligus Isya. Karena waktu istirahat mereka di rest area tersebut cukup lama, akhirnya Dery pun memilih untuk membeli makanan. Perutnya sendiri sudah bergemuruh lapar karena minta diisi. Ia memesan sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi dan ayam goreng, serta segelas kopi s**u (supaya nggak ngantuk lagi). Saat Dery makan, Zora hanya duduk di depannya, diam saja. Tidak makan, tidak juga minum. Padahal, Dery sudah menawari apakah Zora hendak membeli sesuatu, tapi perempuan itu hanya menjawabnya dengan gelengan kepala. "Lo beneran nggak mau makan?" Tanya Dery sekali lagi. Dery jadi merasa tidak enak sendiri karena hanya dirinya yang makan, sementara Zora hanya menonton. Ia takut dikira oleh orang-orang yang melihat sebagai pacar yang pelit. Soalnya kan, Dery dan Zora ini terlihat macam pasangan yang lagi mau mudik. Nah, kalau Dery saja yang makan, sementara Zora tidak, pasti beberapa orang akan menganggapnya pelit atau memikirkan dirinya sendiri dibanding pasangannya. Yah, walau seharusnya Dery tidak peduli soal itu sih. Mereka kan bukan pasangan. Dari jenis saja mereka sudah berbeda. "Saya tidak makan makanan manusia, Dery." Zora menjawab pertanyaan Dery tadi. Dery malah penasaran. Karena sebelumnya belum sempat menanyakan perihal ini, akhirnya ia bertanya, "Lo tuh emang nggak bisa makannya atau nggak mau aja?" "Tidak mau," jawab Zora. "Saya tidak suka, dan lagipula saya tidak butuh." "Tapi, kalau lo makan bisa-bisa aja berarti." Kepala Zora terangguk. "Makan nasi goreng bisa dong?" "Iya." "Kan ada bawang putihnya, apa lo nggak bakal keracunan?" Zora tertawa kecil. Walau wajahnya masih tertutup masker, tapi dari matanya yang melengkung ketika tertawa saja cantiknya sudah kelihatan. "Kamu pasti berpikir kalau kelemahan vampire adalah bawang putih ya?' Dery mengangguk membenarkan. "Di film-film suka gitu soalnya." "Kami sama sekali tidak masalah dengan bawang putih. Hanya saja, kebanyakan dari kami tidak suka dengan baunya. Tidak suka ya, bukan berarti kami takut, atau bisa mati karena bawang putih." Dery manggut-manggut paham. Agak disayangkan sih jika ternyata vampire tidak betulan alergi dengan bawang putih. Padahal, kalau memang mereka alergi dan bisa mati karena bawang putih, Dery mau membuat senjata dari bawang putih yang bisa digunakannya untuk melindungi diri dari bangsa mereka. Termasuk pada Zora sekalipun, jika suatu saat nanti Zora berubah pikiran dan justru jadi jahat padanya (tapi amit-amit lah jangan sampe). "Terus, minum juga lo nggak suka? Apa nggak seret itu tenggorokan karena nggak minum-minum?" Zora menggelengkan kepala. Lalu, ia menyentuh tangan kiri Dery yang bebas tidak memegang sendok, sementara tatapannya lurus memandang Dery. "Yang saya butuhkan cuma ini, Dery. Dengan energi ini saja, saya bisa merasa kenyang, tidak akan lapar ataupun haus sama sekali." Dery menarik tangannya dari sentuhan Zora. Soalnya...anjeng lah baper dikit gue. Gimana ya, ditatap begitu sama cewek cantik, sebagai laki-laki normal tentu saja Dery agak bergetar. Dery pun tidak bicara lagi hingga makanan di piringnya habis. Zora juga dia diam saja, membiarkan Dery makan dengan tenang. Perempuan itu memang cenderung pendiam dan biasanya tidak akan bicara duluan kalau bukan Dery yang memulai. Selama beberapa minggu ini bersama, Dery jadi sadar dengan sifat pendiam Zora itu. Beda banget lah dari Dery yang hobinya bacot. Selesai makan, Dery merokok dulu. Bagi seorang perokok macam Dery, memang tidak afdol rasanya jika habis makan tidak ditutup dengan merokok. Lagipula, para penumpang lain juga sepertinya masih sibuk makan dan beribadah, sehingga ia masih punya waktu beberapa menit lagi untuk bersantai sebelum busnya kembali melanjutkan perjalanan. Namun, waktu santai Dery tidak bertahan lama. Belum juga rokoknya habis setengah, tiba-tiba saja Zora duduk menegang karena dalam posisi siaga, persis seperti di terminal tadi siang saat Lukman lewat. Dery jadi ikut-ikutan siaga dan melirik ke sekitar rest area. Namun, ia tidak melihat makhluk lain kecuali para hantu dan manusia. "Kenapa, Zor?" Tanya Dery yang mulai panik karena tiba-tiba saja Zora bangkit dari duduknya. "Lo liat apa?" Zora menggelengkan kepala. "Nggak ada apa-apa," ujarnya. "Tapi, saya merasakan ada yang baru saja berteleportasi di sekitar sini." Oh, tentu saja Dery langsung ikut berdiri, lalu mematikan dan membuang rokoknya. Zora meraih tangan Dery, menggenggamnya, lalu menarik laki-laki itu untuk kembali ke dalam bus. "Sebaiknya kita bersembunyi di dalam bus," ujar Zora. Seketika saja, perasaan Dery jadi tidak enak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD