28. Satu Petunjuk Lagi

1520 Words
Javon marah besar ketika Rowena kembali dengan tangan kosong dan dalam keadaan terluka parah. Ia sungguh tidak terima karena petarung terbaik yang telah ia ciptakan mengalami kekalahan dalam melawan Zora. Padahal, yang Javon harapkan hanya lah sebuah kemenangan yang sempurna. Saat itu, Javon sungguh tidak peduli dengan luka di tubuh Rowena yang belum pulih, maupun dengan hubungan rumit yang terjalin di antara mereka. Yang jelas, menurutnya Rowena telah gagal dalam misi yang ia berikan, sehingga sama seperti yang lain, ia harus dihukum. Tidak ada belas kasih apapun untuk itu. Di hari kembalinya Rowena, jeritan keras terdengar di sepenjuru ruangan bawah tanah markas Javon dan pasukannya. Teriakan itu merupakan teriakan dari Rowena akibat rasa sakit yang ditimbulkan oleh Javon untuknya setelah pria itu membanting tubuh ramping wanita itu dengan keras ke lantai, lalu menginjak luka yang ditimbulkan oleh Zora di dadanya. Di mata Javon saat itu, sudah tidak ada lagi tatapan memuja, maupun tatapan menginginkan Rowena seperti yang sudah-sudah. Pria itu sungguh profesional dalam memisahkan yang mana hubungan pribadi dan hubungan antara atasan dan bawahan ketika bekerja. Ia mampu menyiksa Rowena dengan mudah karena saat itu hanya menganggap Rowena sebagai salah satu bawahan yang bekerja dengannya, yang diharapkan harus mendapat hasil sempurna dalam pekerjaannya. Javon seolah lupa jika wanita itu adalah wanita yang sama dengan yang biasa dia tiduri dan dicumbu setiap jengkal tubuhnya nyaris setiap malam. Sekaligus juga, wanita yang bisa dibilang pemilik hatinya selama sekian puluh tahun ini. Teriakan Rowena kian kencang dan menggema di sepenjuru ruangan ketika Javon memperdalam injakannya di luka wanita itu. Menyebabkan luka di dadanya pun semakin parah, di saat belum sempat untuk sembuh dengan sendirinya. "Kamu tau kan, kalau aku paling benci dengan orang yang tidak bisa menepati omongannya sendiri?" Javon begitu tenang mengatakan itu pada Rowena yang masih berada di bawah kakinya. Pria itu berdecak kecewa. "Kamu tidak menpati omonganmu sendiri. Kamu gagal membawa Zora ke sini, di saat kamu bilang akan menyeretnya dengan tanganmu dan membawanya ke hadapanku. Tapi, hal itu tidak terjadi sama sekali. Yang terjadi justru kamu pulang dalam keadaan menyedihkan. Semua rasa sakit di tubuhnya membuat Rowena tidak bisa melakukan apa-apa selain diam dan memandang Javon nanar. Jelas saja ia merasa terluka. Javon pun melepaskan Rowena dari injakannya, lantas ia berjongkok di sebelah wanita itu dan membelai surai-surai hitamnya yang kini sudah kotor dan berantakan oleh debu. Belaian itu hanya bertahan sesaat, sebab tidak lama kemudian Rowena meringis kesakitan karena Javon yang mencengkeram dan menarik kencang helaian rambut Rowena dalam genggamannya. Benar-benar lelaki k*****t. "Aku kecewa padamu, Cassie," ujar Javon dengan nada sedih. "Kamu gagal, dan aku tidak suka itu. Aku paling benci dengan yang namanya kegagalan." Airmata mengalir dari pelupuk mata Rowena, campuran antara marah dan kesal. Javon sama sekali tidak peduli dengan kondisinya, atau bagaimana cara Rowena susah payah kembali ke markas mereka karena luka parah yang dialaminya. Rowena bahkan nyaris terseok-seok kembali ke sini, dan hampir mati. Namun, jika Rowena menjelaskannya, Javon tidak akan menganggap penjelasan itu perlu. Yang dilihat oleh Javon hanya lah dua hal, yaitu berhasil atau gagal. Hanya itu. Jika berhasil, maka Javon pasti akan langsung mencium Rowena dan menghabiskan waktu bersamanya semalaman. b******u, bersenang-senang, hingga matahari terbit, atau bahkan hingga matahari tenggelam lagi. Namun, di saat Rowena gagal, Javon langsung menyiksanya seolah ia adalah sampah tidak berguna, sebagai hukumannya. Jangan harapkan adanya perlakuan manis, bahkan tatapan yang ditujukan Javon padanya tidak menunjukkan belas kasih sama sekali. Seorang Javon Arden memang bisa sekejam itu, termasuk pada seseorang yang katanya dia cintai. "Padahal, kamu yang katanya terkuat, tapi sepertinya pujian itu terlalu berlebihan untukmu hm?" Oh, Rowena sungguh tidak terima dibilang begitu. Amarah berkumpul di dadanya sekarang. "Aku kalah...karena ada yang membantu perempuan itu!" Protesnya. "Siapa? Manusia yang katanya selalu bersama Zora sejak ia kabur itu? Manusia biasa?" Rowena diam, merasa tidak perlu menjelaskan terlalu banyak karena Javon sudah berhasil menebaknya sendiri. Javon pun tertawa. "Itu malah lebih konyol lagi," ejeknya. "Bisa-bisanya kamu kalah hanya karena Zora dibantu oleh manusia?" "Kamu tidak tau apa yang terjadi. Mereka telah menjebakku dengan licik!" "Aku tidak perlu tau apapun untuk menganggapmu lemah dan gagal, Cassie. Yang kulihat hanya hasil." Rowena memilih melengos dan menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan segala sumpah serapah yang ingin diteriakkannya di depan wajah sang raja. Javon kembali membelai wajah Rowena lembut. "Cassie, jika semua rencanaku pada bulan merah gagal, aku akan menyalahkanmu. Dan kamu tau apa artinya itu, kan?" Mati. Artinya hanya mati. Rowena tahu itu. Javon memang tidak pernah benar-benar peduli padanya dan selama ini hanya memanfaatkannya untuk kesenangan pria itu saja. Meski terkadang ada kata cinta yang ia selipkan untuknya, tapi Rowena selalu bertanya-tanya, apa meman Javon mencintainya? Karena pria mana yang bisa sekejam ini pada wanita yang katanya ia cintai? Rasa-rasanya tidak ada. Hanya Javon seorang yang seperti ini. Tidak waras! "Dan sesuai perkataanku kemarin, kamu harus dihukum karena kamu telah mengecewakanku hari ini." Rowena membelalak mendengarnya. "Kamu sudah menyiksaku! Hukuman apa lagi yang masih ingin kamu berikan?" Javon menyeringai senang. "Ada banyak hukuman yang bisa kupikirkan untuk kuberikan padamu, Sayang." "Aku tidak mau!" "Kamu tidak punya pilihan untuk itu." Rowena memandang Javon marah, lalu ia menarik sesuatu dari saku celananya, yaitu sebuah sol bagian dalam dari sepatu. Javon terlihat bingung melihat benda yang disodorkan oleh Rowena. Menurutnya benda itu menjijikkan karena bekas pakai kaki orang lain, namun ia tetap mengambilnya dari tangan Rowena. "Ini apa?" Tanya Javon dengan sebelah alis terangkat. Rowena menarik salah satu sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyum miring, lantas menjawab, "Petunjuk besar kalau kamu ingin menemukan Zora dan manusia yang katamu tidak berguna itu." *** Javon bisa sedikit memaafkan Rowena dari kegagalan yang dilakukannya karena sebuah petunjuk yang dia berikan. Rowena bilang, sol bagian dalam sepatu itu diambilnya dari sepatu manusia yang ada bersama Zora. Dan Rowena memang benar, benda menjijikkan itu bisa digunakan sebagai petunjuk bagi Javon untuk menemukan calon pengantinnya yang sudah kabur selama beberapa minggu. Akhirnya, hukuman yang dijatuhkan Javon pada Rowena hanya lah penjara rumah. Selama beberapa hari, Javon tidak memperbolehkan Rowena pergi kemana pun, termasuk ikut bersamanya dalam ekspedisi pencarian Zora. Hukuman Rowena itu mungkin terdengar ringan dan bukan apa-apa, tapi Javon tahu pasti jika Rowena sangat membenci hukuman tersebut, sebab ia jadi tidak diperbolehkan Javon untuk ikut dalam ekspedisinya. Hal itu tentu akan sangat menyiksanya. Dan dalam ekspedisi kali ini, Javon sudah tidak mau lagi memerintah para anak buahnya yang tidak becus itu, sehingga ia memutuskan untuk turun tangan sendiri. Ia akan memimpin ekspedisi ini. Setiap vampire memiliki kemampuan spesial mereka masing-masing, salah satunya adalah kekuatan penciuman yang tajam. Walaupun Javon tidak memiliki kemampuan tersebut, namun salah satu anak buahnya memiliki itu, sehingga benda yang diberikan oleh Rowena akan sangat bermanfaat dalam pencarian mereka. Rowena bilang, lokasi terakhir dirinya bertemu dengan Zora adalah di tengah hutan yang ada di gunung Sumbing. Maka, bersama dengan empat orang pasukan pilihanya, Javon pergi ke sana sebagai langkah awal pencariannya terhadap Zora. Dengan kemampuan serta kekayaan yang dia miliki, tidak butuh waktu lama bagi Javon untuk sampai di sana. Yang dia butuhkan hanya dua hal, yaitu helikopter dan kemampuan hebatnya untuk berteleportasi. Hidup ini memang tidak adil, kan? Javon punya harta dan juga power yang membuatnya bisa melakukan banyak hal dengan mudah. Tanpa perlu waktu seharian, Javon sudah sampai di lokasi yang disebutkan oleh Rowena, dan memerintahkan para anak buahnya yang memiliki kemampuan penciuman tajam untuk menyisir hutan belantara di gunung itu dan mencari keberadaan pemilik dari sol sepatu tersebut. "Aku tidak mau kita kembali menghadapi kegagalan hari ini. Zora harus ketemu. Dan siapapun yang menghalangi pencarian kita terhadapnya, bisa kalian bunuh." Javon pun ikut berpencar bersama anak buahnya yang lain untuk menyisir hutan yang luas. Di satu jam pertama pencariannya, mereka tidak menemukan apa-apa. Bau yang ada di sol sepatu itu tidak tercium dimana-mana di hutan tersebut. Entah karena memang Zora dan manusia itu sudah berpindah ke tempat lain, atau karena mereka berada di suatu tempat yang tersembunyi. Untuk kemungkinan yang kedua, Javon sendiri tidak yakin. Rowena sendiri bilang jika ia telah membuat manusia yang bersama Zora itu terluka parah, sehingga tidak mungkin Zora bisa membawa manusia itu pergi terlalu jauh dari sana. Pada jam kedua pencariannya, Javon mulai menemui titik terang. Saat itu, dirinya sedang bersama Gideon, salah satu anak buahnya, ketika mereka berpapasan dengan seorang pria tua di jalur pendakian turun gunung Sumbing. Gideo langsung memberikan isyarat pada Javon ketika melihat pria tua aneh itu. "Samar, saya bisa mencium bau di sol sepatu itu pada pria tua ini," bisik Gideon pada Javon. "Bukan dia orangnya, tapi saya rasa mereka belum lama berinteraksi." Javon menyeringai. Senang karena akhirnya, satu petunjuk kembali didapat. Semula, Javon sama sekali tidak memiliki niat untuk menyakiti pria tua itu. Ia pikir, pria tersebut hanya lah warga sekitar yang tidak sengaja pernah berpapasan dengan Zora serta manusianya. Sehingga yang ingin dilakukan oleh Javon hanya lah mendekati pria tua itu dan membaca pikirannya. Namun, rencana Javon itu tidak terlaksana dengan baik. Javon tidak bisa membaca pikiran pria itu sama sekali, karena nyatanya pria itu bukan lah orang biasa. "Sebaiknya kau pergi dari sini, Javon Arden. Hentikan semua rencanamu, karena semuanya hanya akan membuatmu terbunuh." Yang pertama kali dilakukan Javon setelah mendengar penuturan pria tua itu, adalah menyerangnya.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD