Sedari tadi, Rahma terus mengusap perutnya. Sepanjang jalan dari rumah bidan yang memeriksanya, ia terus tersenyum. Senyumannya merekah seperti bunga yang sedang mekar. Nenek Saj yang berjalan di sampingnya melihat dirinya dan ikut tersenyum. “Wah, Dedek nanti mau apa? Mamah beliin, ya? Mamah akan kerja keras untuk dedek biar kalau keluar dedek punya banyak mainan,” kata Rahma. Tiba-tiba saja, SUV putih melesat cukup cepat Rahma sempat melihat mobil itu. Lelaki itu adalah papahmu, Dek, batin Rahma. “Gak papa, Dek, nanti kita bisa lihat papah lagi,” gumam Rahma ke perutnya. Nenek Saj iba melihat Rahma. Ia ingin tahu siapa yang menghamilinya hingga seperti ini. Namun, Rahma terus tersenyum tidak ada guratan sedih di dalam dirinya. “Nenek boleh bertanya?” Rahma menengok ke nenek dan m