Seharusnya Sarah mengenakan pakaian tebal malam ini, tetapi untuk menghargai Erick dengan kuat Sarah melawan hawa dingin yang menyeruak kulit. Berulang kali Sarah mengusap lengannya untuk menetralisir kedinginan. Erick hanya melirik sekilas kekasihnya itu, lalu berucap. "Kenapa kamu harus pakai seperti itu sih?"
Sarah berdecak, ingin mencubit perut Erick namun pria itu sedang berkendara. "Ini untukmu, tidak bisa menghargai sedikit saja?" sahut Sarah ketus
"Aku menghargai, tapi jangan membuat dirimu kesusahan. Dan jangan lupakan bahwa aku selalu menyukai apapun penampilanmu."
Sarah memanyunkan bibir. "Kalau tau seperti itu, aku pakai daster saja tadi."
Kini giliran Erick yang berdecak, tangan kirinya meraih tangan Sarah lalu menciumnya berulang kali. "Bukan seperti itu sayang, aku selalu menghargai apapun yang kamu lakukan buat aku. Tetapi aku tidak ingin kamu kesusahan karenaku."
"Iya, besok-besok aku ingin berpenampilan biasa saja." Erick tersenyum.
"Kita makan malam dimana?" Lirik Erick sekilas, tangannya fokus memegang kemudi
"Di restoran dekat sana aja." jari telunjuk Sarah mengarah ke samping kanan
"Yakin?" Erick menoleh sebentar, Sarah mengangguk dengan yakin. Lalu mobil milik Erick berbelok kearah yang Sarah tunjukkan.
Sarah sengaja memilih resto bergaya barat dan berbintang lima malam ini ia akan menjadikan malam yang sangat indah, Erick harus dengan romantis meminta maaf padanya bukan malah justru menyek-menyek seperti anak remaja. Wanita itu tersenyum sendiri membayangkan betapa lucunya Erick jika bertingkah seperti anak remaja.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"
"Tidak apa-apa." Sahut Sarah
"Aku tau, kau membayangkan tubuhku yang sexy bukan?..aww." lagi-lagi Sarah melayangkan cubitan, kali ini di lengan Erick
"Jangan terlalu GR, aku hanya membayangkan jika kamu bergaya seperti anak remaja seperti apa ya?" Sarah cekikikan, pria disampingnya melotot
"Yang benar saja?, Aku memang mencintaimu Sarah tetapi aku tidak ingin konyol karena cinta."
Wanita itu cemberut, bibir yang di olesi lipstik berwarna merah muda itu mengundang gairah Erick yang menoleh sekilas. Erick tersenyum, lalu mengelus puncak kepala Sarah dengan gemas. Sarah selalu menjadi penyemangat dalam hidupnya
"Jangan ngambek seperti itu, ingat Sarah kamu sudah dewasa."
"Baiklah-baiklah.." Pasrah wanita itu. Untuk berikutnya mereka terdiam, hingga mobil milik Erick terparkir manis di pelataran restauran tersebut. Terlebih dulu Erick keluar dari dalam mobil, lalu membukakan pintu untuk Sarah
"Terima kasih." Erick tersenyum menanggapi lalu menggandeng tangan Sarah. Mereka berjalan beriringan menikmati malam yang begitu syahdu pemandangan lampu yang temeram dari dalam resto membuat mereka merasa tenang. Belum lagi alunan musik yang lembut meraba gendang telinga, suasana memang nampak ramai namun entah mengapa terasa begitu hangat.
Sarah suka tempat ini, desainnya yang bagus serta menu-menu yang memanjakan lidah membuat ia memasukan restauran terfavorit dalam hidupnya.
"Wah.." Erick bahkan sempat kagum, kala melihat dinding-dinding yang bergaya unik, lantai keramik yang terbuat dari kaca serta atap yang di hiasi tumbuhan menjalar.
"Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu tempat ini Sarah." Lelaki itu menoleh, menyampaikan protesnya
"Maaf, aku pikir ini adalah waktu yang tepat."
"Bersamamu merupakan waktu yang selalu tepat Sarah." Sarah hanya tersenyum menanggapi, lalu memilih duduk di kursi empuk di depannya Erick sudah menyiapkan diri.
"Makanan dan minuman apa yang paling enak disini?" buku menu itu di bukannya
"Baca dulu, belum tentu menurutku enak tetapi menurutmu biasa saja. Jangan lupakan bahwa selera makan kita berbeda, tetapi aku tahu disini ada makanan yang bisa kamu makan."
"Baiklah." Pria itu membaca beberapa menit menu-menu yang tertera, Sarah masih asik memperhatikan sekitar. Matanya membulat seketika kala melihat Heru yang tengah duduk berjarak jauh darinya.
"Sayang." Bisik Sarah, kepala Erick mendongak
"Ada apa?" katanya penasaran
"Disana ada Heru!" Seru Sarah pelan, lelaki itu mengikuti arah jari Sarah lalu kembali menoleh kearah wanitanya.
"Masih ingin makan disini?"
Sarah menghela napas berat, "dengan terpaksa, tidak." lirihnya, Erick yang melihat air muka Sarah nampak kecewa akhirnya bersuara "lain kali kita kesini, dan tempat ini khusus untukmu."
"Jangan berlebihan, kamu keluar lebih dulu aku ingin ke toilet sebentar." Erick mengangguk, lalu meninggalkan Sarah dan berjalan menuju parkiran.
Sarah berjalan melewati Heru, untung saja posisi Heru membelakanginya untuk berjalan ke toilet. Sebenarnya Sarah hanya ingin memperbaiki riasannya sebentar, akan terasa aneh jika ia selalu memperbaiki riasan diwajahnya ketika bersama Erick. Bagaimanapun juga ia harus bisa menjaga image di depan bosnya itu.
Setelah selesai memoles bibirnya dengan sedikit lipstik, dan menaburkan bedak di wajahnya ia akhirnya memilih keluar dari dalam kamar mandi.
"Aww.." badannya menubruk sesuatu, bukan namun d**a bidang nan kokoh!. Sarah mendongak menatap dengan terkejut Heru yang juga kaget melihatnya.
"Kamu disini?" tanya Heru tak percaya, Sarah mengangguk enggan bersuara
"Dengan siapa?" Heru menoleh kanan-kiri mencari teman Sarah
"Emm, tidak dengan siapa-siapa. Aku hanya ingin menghabiskan malam."
"Ingin denganku?" Tawar Heru,
"Mungkin lain waktu, aku pergi dulu." Sarah berlari kecil meninggalkan Heru, ia harus segera pergi agar mantan kekasihnya itu tak curiga melihat kedekatannya dengan bos. Perempuan itu lalu melangkah berjalan menghampiri Erick yang memang menunggunya di samping mobil.
"Ayo kita pulang." Katanya tergesa-gesa
"Ada apa sih?"
"Aku bertemu dengan Heru." Tanpa menunggu lama, Sarah dan Erick memasuki mobil lalu mengendarainya dengan kecepatan rata-rata.
Mungkin malam ini belum jadi malam yang indah nan syahdu bagi mereka. Tetapi Erick berjanji untuk membuat Sarah merasa istimewa menjadi miliknya. Biarlah nanti ia akan memberikan kejutan untuk Sarah.
_______________________________________
Di toilet Heru tengah menghubungi seseorang.
"Hallo Mom, aku punya sesuatu yang akan membuatmu terkejut."
"Apa itu?" Tanya seseorang itu dari sebrang sana
"Nanti akan ku kirimkan ya Mom."
"Baiklah."
Heru lalu memutus sambungan telepon, bibirnya tersenyum menang.