Terbangun dengan tubuh yang terasa nyeri membuat Sarah merasa tak bersemangat. Tertatih-tatih mencoba mengendalikan langkah demi langkah. Andaikan pria yang tengah tertidur pulas di kasur tahu bahwa kesakitan yang dialaminya bukan hanya pada fisik melainkan psikisnya. Sarah benar-benar takut akan sikap Erick yang begitu pemaksa. bayangkan saja, pria itu secara tidak langsung memperkosa dirinya. Jika dilihat Sarah tak salah sedikitpun padanya, Erick terlalu pencemburuan untuk menjadi seorang lelaki. Menghirup lalu menghembuskan nafas mengatur segala yang terasa pelik dadanya terasa sesak mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Kekasihnya memang keterlaluan dalam memberikan hukuman dan bodohnya ia yang begitu patuh padanya.
Sarah membasuh wajahnya dengan air dingin, menyalurkan sengatan-sengatan dari air itu agar terhubung dengan pikirannya yang memburuk. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pening, ia memejamkan mata sebentar mencoba mengontrol diri. Namun berikutnya hilang begitu saja bersamaan dengan datangnya Erick. Dari pantulan cermin Sarah bisa melihat wajah khas Erick yang baru saja bangun tidur.
"Aku minta maaf atas perlakuan ku." suaranya terdengar parau tetapi masih lembut membelai gendang telinga Sarah. Perempuan itu memilih diam dengan mata yang melihat kearah lain.
"Kamu marah padaku sayang?" bibir pria itu terus menggodanya, menjelajahi dirinya. ia tak tahan, matanya terpejam karena menikmati
"Tidak." singkat tetapi begitu ketus terdengar, Erick menggigit kecil daun telinga Sarah
"Hentikan!" perintah Sarah, Erick tersenyum nakal, penolakan itu justru menjadi tantangan untuk pria tersebut. karena berikutnya semakin menjadi-jadi.
Awalnya Sarah menerima tetapi kepalanya selalu saja merespon kejadian tadi membuat ia mendorong Erick dengan kasar lalu berbalik menghadapnya.
"Jangan lakukan lagi, aku muak sama kamu!" Jelasnya lalu pergi meninggalkan Erick di dalam kamar mandi.
Sarah berjalan cepat menuju lemari pakaian, lalu memilih beberapa pakaian untuk dikenakan. Erick muncul dari dalam kamar mandi, dengan wajah penuh penyesalan mendekati Sarah.
"Aku minta maaf sayang, aku janji.."
"Janji apa?" potong Sarah secepatnya. "Jangan seperti anak-anak Erick, tolong tempatkan cemburumu pada tempatnya. Heru itu temanku dan aku gak mungkin menghindarinya begitu saja."
Erick terdiam, ia benar-benar merasa bersalah. Tangannya terus mencoba meraih Sarah untuk mendekat padanya.
"Aku capek Erick, tolong kamu mengerti di posisiku." jelasnya lelah, lalu terduduk di sisi ranjang
"Sayang aku minta maaf, aku cemburu dengannya. Aku gak suka ada orang lain yang mendekatimu selain aku." Sarah berdiri lagi dan berkacak pinggang."apa harus sampai memperkosaku?, Aku gak semurahan itu Erick!" cicitnya pelan, Erick terdiam melihat wajah Sarah yang kecewa dan matanya yang mulai berkaca-kaca membuat Erick tak berdaya. Ia mengakui kesalahannya, menempatkan kecemburuannya bukan pada tempatnya
"Lebih baik sekarang kamu pulang, aku gak mau istrimu itu mencarimu." Sarah menghindar saat lelaki itu ingin memeluknya
"Aku mau kamu Sarah."
"Pulang! Aku pengen sendiri." Katanya penuh penekanan dan mendorong Erick menuju pintu. pintu tertutup dengan bantingan, Sarah benar-benar marah dengan kekasihnya. Ia bahkan mengabaikan Erick yang mengetuk pintu kayu dan menyerukan namanya. Hatinya rapuh, jiwanya letih menghadapi semua sandiwara yang tak akan ada habisnya. Ingin pergi tetapi semua sudah terlanjur disulam, ingin melanjutkan namun setiap menyulam ia terkena jarum itu sendiri. Terduduk di lantai kamarnya air mata membasahi pipi, ia benar-benar rapuh malam ini.
______________________________
Hujan seakan menjadi pelengkap kesedihan Erick. Mobilnya melaju membelah jalanan yang sepi, suara Guntur menggelegar di penjuru langit seperti memecut kesalahan yang Erick buat. Memang penyesalan itu datangnya di akhir, harusnya sebelum bertindak Erick memikirkan dulu akan apa yang terjadi nanti bukannya malah membuat keputusan begitu saja. Ia yakin, Sarah pasti mengetahui kabar terbaru dari Heru yang tanpa alasan apapun ia keluarkan begitu saja dari perusahaannya. Apalagi Heru dan Sarah memang sangat dekat. Tetapi ia benar-benar kecewa dan cemburu melihat Sarah yang dengan santai berpegangan tangan dengan mantan kekasihnya. Ia merasa apa yang menjadi keputusannya sudah sangat benar, siapapun yang ingin mendapatkan Sarah memang harus berhadapan dengannya.
Beberapa menit kemudian mobilnya sudah sampai di pelataran rumah mewah bergaya barat. Ia keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumahnya, nampak sepi tetapi lampu masih menyala terang benderang.
"Sayang, aku pulang." Teriaknya memanggil Reyea
"Sayang.."
Reyea datang dari arah kamar, dan tersenyum melihat suaminya yang sudah pulang.
"Malam sekali mas."
Erick menaikan alisnya. "Oh tadi, ada rapat dadakan." jawabnya dusta. Reyea mengangguk mengerti
"Mau makan malam dulu atau mandi mas?"
"Aku mau kamu." Erick menjawil hidung mungil istrinya, Reyea terkekeh dibuatnya
"Mandi dulu, ya?" Perintah istrinya, Erick mengangguk seperti anak-anak
"Tapi, selesai mandi aku..boleh tidak?" godanya
Reyea memukul pelan pundak kokoh itu, "Apaan sih mas, sana pergi mandi." Katanya malu-malu
"Cium dulu dong." Erick menunjuk bibirnya, tanpa menunggu lama Reyea mengecup singkat bibir tersebut. Erick lalu beralih ke kamar mandi mengguyur badannya dengan air hangat.
Ia harus bisa bersikap manis kepada Reyea, menyembunyikan segalanya memang sulit meski harus setiap hari bersandiwara tak membuatnya merasa rugi.
Air mengaliri tubuh polosnya, tubuh yang selalu menjadi daya pikat bagi setiap kaum hawa. Setiap lekukan indah itu mampu memikat wanita manapun namun sayangnya Erick hanya memilih Sarah dan Reyea di dalam hatinya. Ia memejam saat air merambati wajah, otaknya memutar kejadian dirumah Sarah pasti wanita itu sedang merasa sedih dan kecewa karena sikapnya. Ia harus segera menemui Sarah untuk membujuknya , dan mengajaknya makan malam. Semoga saja wanitanya ingin memaafkan kesalahan yang dirinya buat.
Ketika Erick telah selesai mandi, mengelap rambutnya dengan handuk kecil pintu terketuk dari luar. Ia lalu beralih meraih gagang pintu dan membukanya, menampilkan Reyea yang tengah menggenggam ponselnya. Mata Erick membulat kala melihat layar benda pipih tersebut menampilkan nama seseorang. Lalu pandangannya beralih kearah Reyea yang tengah memandangnya dengan raut wajah penuh kesedihan.