4. Mama Mertua.

515 Words
“Runa…Maruna!” Sebuah suara Maruna dengar jelas dan membuatnya terjaga,Maruna langsung membuka matanya, melihat pada jendela sudah terang, dia benar-benar terlelap dengan tenang. Seketika ia bangkit dari ranjang, Mas Kandra masih diluar kota—”Maruna meremas spreinya bagaimana bisa dia lupa kejadian malam tadi. “Kandra b*****t!” Bohong saat ia katakan tidak sakit, nyatanya dia merasakan dia seperti kehilangan sesuatu didirinya, Runa merasakan patah yang teramat. “Runa… “ Tok tok.. Suara pintu terdengar diketuk dengan cepat Maruna punturun untuk membukanya. Ngomong-ngomong Mama Kandra mau apa kesini, bagaimana bisa dia disini? “Runaaaa! Katakan pada Mama ada apaaaaa?” pekik suara cempreng itu di depan pintu masih menjijing tasnya. Rasanya Maruna ingin menutup telinga, suaranya benar-benar menusuk gendang telinga, Maruna pun turun dari tempat tidur dan segera membukakan pintu. "Mama." "Ada apa Maruna? apa yang telah terjadi?" “Tidak ada apa-apa Ma, Mama bagaimana bisa kesini?” “Ayo duduk, ayo duduk!” Tarik sang Mertua, Maruna ke ranjang dan ia pasrah. “Jangan ada yang di tutupi, jangan ada yang kamu sembunyikann! Mama tidak pernah ikut campur masalah kamu dan Kandra, kali ini Mama harus ikut campur karena sudah fatal!" Alah paling juga mau bela anaknya, sudahlah untuk apa buang-buang tenaga. "Hemm entahlah, ma." “Kandra berselingkuh dan kau melempar kepalanya dengan Vas bunga?”ujar sang mertua tahu sebelum diceritakan. “Maaf Ma, Maruna khilaf." “Khilaf? Jika Mama di posisimu mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Stop jangan nangis! Jangan kamu pernah nangis, Mama tidak suka kamu lemah, lihat cermin! Kamu masih muda, kamu cantik dan berpendidikan. Tidak ada pengampunan untuk yang berzina, kamu bangkit kalian tidak terikat anak, Tuhan benci perceraian tapi Tuhan mengutuk perselingkuhan.” Marun tidak bisa tidak menangis, bukan sedih karena Kandra dia hanya sedih pernikahannya gagal. “Kembali bekerja, mulai hidupmu lagi. satu hal jangan pernah pergi dari rumah ini, ini dia yang membelinya tapi kau pemilik sertifikatnya, lupakan dia dan wanita itu, Mama mau lihat akan kemana dia bawa hubungannya.” “Ma, Runa mau pergi kerumah Mama Runa…” Sang Mertua sangat mengerti, kini ia lirih, “Maafkan anak Mama, sungguh Mama tidak pernah mendidiknya untuk jadi seperti ini. Jika kamu pulang Ibu dan Ayah pasti khawatir, apa lagi kondisi kamu pasti masih tidak stabil atas kejadian ini, kuatkan dulu hati kamu, pelan-pelan setelah cukup lega, kembalilah.“ Runa mengangguk samar, dari dulu Mama mertunya memang selalu menomor satukan dia, mendukung apapun yang dia lakukan, paling bawel persis seperti ibunya sendiri. “Mas Kandra menghubungi Mama?” “Bukan hanya menghubungi, sekarang mungkin dia sudah sampai dirumah Mama, masih Mama pantau si Vira-Vira itu jangan salahkan Mama jika dia dan Kandra segera berakhir, No! bukan untuk kembali pada kamu, Mama hanya ingin melempar kenyataan saja padanya, jangan mimpi perusak rumah tangga orang akan bahagia!” Maruna hanya bisa pasrah dengan keadaan dan ya seperti inilah hidup. Terlalu manis terkadang membuat lupa bahwa kapan saja keadaan bisa berganti, bagai roda yang terus berputar tak kenal masa dan tempat, kapan saja sesuatu apa pun bisa saja berhenti, berubah atau mungkin saja hancur seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD