Tidak terasa satu bulan telah berlalu setelah hari itu, Maruna tidak ingin terus berlarut dalam situasi yang tidak baik dan dan terus terpuruk. Beberapa minggu lalu Maruna sudah memasukan gugatan perceraiannya ke pengadilan, kini tinggal tunggu panggilan dari pengadilan saja, terserah apapun yang terjadi kedepan dan dengan Kandra dia tidak lagi peduli.
Maruna bukan wanita yang suka berpangku tangan, dari mulai lulus sekolah, bahkan sambil kuliah dia sudah bekerja dan berpergian kesana kemari, Maruna menyukai perjalan, mengunjungi tempat yang baru dan daerah-daerah yang menurutnya seru untuk tinggal dan di kunjungi.
Kali ini dia memutuskan untuk pergi kesebuah kota kecil namun cukup tersohor kehidupan hedon dan dunia malamnya, pusatindustri dan data passport terbaik untuk pengusaha Global, terletak di antara Singapura, Malaysia dan selat malaka yaitu pulau Batam.
Dia sering ketempat ini saat dulu bekerja menjadi sekretaris di kantor lamanya, mengunjungi beberapa perusahaan di kota itu, namun kali ini dia bukan untuk bekerja namun untuk memulai kehidupan barunya.
Sebuah armada besi baru saja membuatnya tiba di kota itu, tentang sidang dengan perceraian? Tenang! Batam-Jakarta tidaklah jauh bukan? kini dia tengah menunggu Stephani seorang teman yang ia kenal disana untuk membawanya mencari tempat tinggal yang baru dan menemaninya.
Lama sekali Maruna menunggu ia sudah sangat jengah di luar parkiranbandara menunggu Stephani, tiba-tiba saja ada seorang wanita mengadahkan mangkuknya.
“Mbak…sedekahnya mbak…saya janda mba, di tingal suami selingkuh, saya belum makan dua hari…”
Di bandara seperti ini ada yang minta-minta?
Di tinggal suami selingkuh Degh…lo nyindir gue atau gimana ini? Lo jangan-jangan sodaranya si Vira-Vira itu ya, mata-mayain gue sampai sini, eh bego Marun jangan ngada-ngada, kasih gih dua rebu…dih, hah 2000 pelit amat lu…gorengan saja satu 2500.
Maruna mengeluarkan dompetnya, “Ada nomor rekening, bisa transfer tidak?” tatap Maruna serius sebab dia benar tidak ada uang cash lagi.
Wanita pengemis itu pun tersulut, “Alah bilang saja kaga ada duit, gaya-gayaan transfer-transfer, sudah hafal gue muka-muka orang miskin tapi belagak ada duit, kalau pura-pura tidak lihat ya…pura-pura kaga ada uang kecil!” Wanita pengemis itu pun berlalu sambil menggerutu.
Maruna diam dan tampak terbodoh, “Lah kenapa jadi marah?” lo juga sih bego, pengemis lo tanyai nomor rekening, udah kaya penipu seluler aja.
Sepuluh menit kemudian.
Stephani datang, mobilnya berhentitepat didepan Maruna, gadis itu menyambut teman yang ia kenal saat merekabertemu sebagai rekan kerja disana.
“Hey akhirnya you akhirnya datang juga…”Stephanie turun dari mobilnya menyambut Maruna.
“Hey long time no see Steph…maaf merepotkan!” ujar Marun memasuki barang-barangnya kedalam kabin belakang mobil Stephani dan keduanya masuk kembali kedalam mobil.
“Selamat datang di kota ini, kurang lebih sama sih samaJakarta, kehidupannya loe-loe, gue-gue, tapi so far banyak orang baik kok.”
Keduanya terus berbincang seraya Maruna memperhatikanjalananan kota itu, kota dengan cuaca yang lebih sering kepadapanas, kota yang sedang terus berkembang dalam tahap pembangunan, ia jugamenceritakan tentang perselingkuhan Kandra dan keputusan perceraiannya.
Stephani turut berduka atas itu.
“Kamu yang cantik, pinter,penyayang, pekerja keras, begitu sempurna saja di selingkuhi, bagaimana aku, anak manja, tidak cantik terus tidak pinter apa-apa. duh…jadi insecure mau nikah.”
Maruna terkekeh, “Ya jodohnya cuma sampai disana mau gimana lagi. Cantik, pinter, apalah-apalah itu semua tidak selalu bisa jadi pegangan sih menurut aku, tergantung pasangangannya. Setia, pinter masak dan harmonis dan sangat manis juga belum tentu hubunganitu baik-baik saja, ya ibarat sebuah kata yang sering kita dengar tidak diambil Tuhan, mungkin berbelok pada orang lain.”
“Tapi berengsek sih kalau sudah seperti tidur sama ahh—Maaf ya Run, dia berengsek!”
Maruna menyandar lelah, sangat bohong jika di katakan dia sudah lupa atau tidak lagi sedih, hanya saja tidak ingin berlarut atau tenggelam.
“Aku terpukul,kaget, shock…but…ya sudah, rasanya itu mungkin lain ya. Kalau sudah dikecewakan karena berselingkuh, sakitnya itu perih banget, perasaan seketika hambar, seketika eneg, jijik dan mati rasa.”
“Seperti Apa sih perempuan itu, penasaran deh aku!”
“Cari saja di social media Kandra, mereka lagi persiapan mau nikah.” Marun tersenyum di akhir kalimatnya.
Hati Stephanie mendadak ikut sakit, “Di social media ada? Mereka sudah buka-bukaan? Kejam banget sih, astaga orang tua mereka gimana itu.”
Tiba-tiba saja ponsel maruna berdering, sang mertuamenghubungi Maruna, “Ya Ma…ini baru saja sampai.”
“Mama baru saja transfer uang, cari tempat tinggal yang bagus Runa yang aman, lain kali Mama jenguk kamu, ingat Mama Runa…jangan lihat-lihat appaun yang nyakitin kamu, kamu pasti tahu kan mereka mau menikah,awas ya mama dengar kamu basa-basi sama mereka, demi apapun Mama tidak restui mereka, tidak akan pernah!”
“Iya Ma, Ma uang Runa masih ada, kenapa Mama kirim.”
“Kamu kira hidup di rantauan itu gampang, bisa langsung dapat kerja, nikmati saja dulu anggap sedang liburan. Kamu sehat-sehat jagadiri baik-baik, kabari Mama apapun yang terjadi.”
Seketika Mama mertuanya itu mematikan panggilannya, membuat Stephani terperangah.
“Mama mertua kamu sebaik itu? Yakin beneran, secara ituanak-nya!”
“Entahlah terkadang aku juga berfikir kenapa dia sebaik itu, eh iy kamu masih tinggal di tempat lama?”
“Masih dong, tinggal sama Mama, namanya juga belum nikah. Entar kamu tinggal di motel tepat di depan rumah aku, by the way motel tahu lah ya penginapan seperti hotel ya…tapi lebih kecil, habis kamu tidak mau tinggal dirumah aku.”.
“Eh, nggak apa-apa kali, aku nggak mau repotin kamu, lagian kamu aja balik telat sering di omeli, aku takut aku buat kesalahan atau tidak sesuai aturan di keluarga kamu, malah jadi beban dan tidak enakkan.”
Stephani mengangguk, “Iya sih, aaa yang penting aku dan kamu tinggal deketan.”
Tidak lama tibalah mereka di sebuah Kawasan permukiman elitdi tengah kota, mobil Stephani terpakir tepat di depan sebuah penginapan, iamenjelaskan tempat itu merupakan sejenis motel namun di gunakan sebagai tempattinggal para pekerja dengan pendapatan yang lumayan sebab fasillitas disanalumayan terbaik.
“Rumah aku di depan sana!” tunjuk Stephanie sebuah rumahmewah nan besar di seberang jalan besar.
Maruna melihat itu, “Iya aku belum lupa kok,” Edarkan Maruna pandangannya pada deretan rumah besar-besafr disana yang bisa ia tebak harganyabisa mencapai puluhan hingga ratusan milyar merupakan Kawasan tengah kota danstrategis. “Kerja apa sih orang-orang di rumah besar itu,pebisnis sama kaya bokap lo jangan-jangan.”
Stephanie terkekeh, “Ya mungkin kali.”
“Kenalin aku ya jika ada yang single, uncle- uncle ataumas-mas single.” Maruna tertawa.
“Selama kamu siap moveon, entar aku cariin deh…”
Maruna terkekeh, “Eh, tidak, aku hanya bercanda!”
Hingga Maruna pun masuk kedalam tempatnya akan tinggal itu,Stephanie sudah mengurusi semuanya, ia pun sudah mendapatkan kunci mendapatkansebuah kamar di lantai 4, Stephanie menggerutu, sebab Maruna mengambil kamar yang lumayan murah untuk memotong pengeluarannya, sebab harga perbulan lumayan maha di sini.
“Yeay, selamat datang di tempat tinggal baru.” Maruna meletakkan barang-barangnya seketika berjalan membuka jendela, terpampang jelas mawasan pusat kota itu dari atas sana, gedung-gedung tunggi appartemen, mallhingga perhotelan, jalanan ramai dan suasana padat disana, ia memohon dalamhati berharap ini menjadi awal yang terbaik untuk kehidupannya.
"Hi kehidupan yang baru beri aku kebaikan dan kebahagiaan disini."