TPM 009 || GEORGE & GEORGIA

1895 Words
Setelah memberikan minuman pada Florence, Leonardo kembali kelantai bawah dengan tangan yang sudah mengepal menahan amarah. Pria itu sedikit tidak terima jika miliknya ditatap dengan tatapan memuja oleh pria lain, sekalipun itu adalah temannya sendiri, Maxime. Leonardo menjalankan kakinya kearah Maxime yang tengah menatapnya dengan tangan yang memegang gelas berisikan wine dan menatapnya dengan tatapan yang sangat dibenci Leonardo. "Sudah menyembunyikan istrimu itu Leo?" "Apa maksudmu?" Tanya Leonardo seraya mendudukkan tubuhnya disofa empuk yang berhadapan dengan Maxime. "Ayolah, kau pikir aku tak mengerti dengan apa yang kau lakukan tadi?" "Max!" Peringat Leonardo tajam tapi dengan wajah yang masih datar. "Dengar, istrimu itu cukup cantik, dan aku rasa aku tertarik padanya" Ujar Maxime tenang dengan menyesap wine ditanganya. "Jaga ucapanmu!" "Well, dia tengah hamil kan?" Leonardo tak menjawab, Maxime melirik kesal kearah Leonardo yang tampak sangat menakutkan dengan rahang tegasnya. "Jika kau berniat meninggalkannya setelah ia melahirkan anakmu. Kau bisa menghubungiku" Ucap Maxime yang sukses membuat Leonardo semakin mengepalkan tangannya. "Siapapun yang berusaha merebut milikku maka dia akan langsung berhadapan denganku, tak terkecuali kau Max. Aku dengan senang hati melupakan pertemanan kita jika kau melakukan itu" "Jealous?" "Terserah" Leonardo memutar bola matanya malas menanggapi ucapan Maxime yang sudah diluar batas. "Well, kita sama-sama b******k Leo, apa salahnya jika kita berbagi wanita" Maxime berucap seolah tak berpikir terlebih dahulu, sontak saja ucapan yang keluar dari bibirnya itu membuat darah Leonardo mendidih seketika. "Walaupun aku b******k, setidaknya aku tak mengincar istri orang" Sindir Leonardo pedas yang disambut tawa dari Maxime. "Kau berusaha menyindirku Leo?" Leonardo mengangkat bahunya tak perduli, ia hanya menunjukkan gelasnya lalu menyesap winenya dengan tenang. "Jika kau ingin mencampakkannya kau bisa bicara padaku, aku siap menampungnya" Ucap Maxime lagi namun kali ini nada suaranya penuh dengan keseriusan. "Katakan ini hanya leluconmu Max" Maxime tertawa kencang lalu menatap Leonardo serius. "Aku serius Leo" Maxime menjeda kalimatnya. Ia pun menatap Leonardo lekat. "Aku sepertinya tertarik dengan istrimu" "Max!" "Aku rasa aku harus pergi" Maxime berdiri dari duduknya lalu mulai memutar haluan untuk keluar dari mansion namun dua langkah saja ia keluar dari pintu mansion pria itu menghentikan langkahnya dan menatap Leonardo. "Apa yang kukatakan tadi sepenuhnya serius Leo" Ucapnya lalu benar-benar menghilang dibalik pintu. Leonardo mengetatkan rahangnya, ia sudah menduga ini akan terjadi. Ia tau sebrengsek apa temannya itu! Cukup sekali ia melepaskan gadis itu, gadis yang ia lepaskan untuk Maxime namun dengan bodohnya pria itu sia-sia kan! Cukup sekali ia tak akan mengulang kesalahan lagi dengan mengikhlaskan Florence dengan Maxime! Tidak! Florence hanya miliknya! Dan akan selamanya begitu! Batin Leonardo dengan tegas seraya mengepalkan tanganya. *** Leonardo berjalan kearah taman, pria itu mendudukkan tubuhnya disalah satu kursi yang dilengkapi meja bundar tepat disamping taman. Mata Leonardo menelisik mencari keberadaan hewannya. Pria itu rindu dengan Exter, singa albino milik Daddy-nya. Leonardo kembali mengingat saat-saat Exter sakit lalu meninggal. Pria itu berdecak dadanya sesak saat mendapatkan kabar itu, walaupun kejadian itu sudah lama namun masih berbekas dihati Leonardo. Leonardo menatap Exie yang tengah membaringkan badannya, Leonardo mengerti mungkin Exie juga merasa kehilangan atas Exter, Bagaimanapun mereka hidup dalam satu kandang yang sama, jadi wajar saja jika Exie kehilangan akan sosok Exter. Leonardo menegakkan tubuhnya dan berjalan memasuki taman yang berisikan Exie dan dua anaknya. Ya, Exie sudah memiliki dua ekor singa kecil. Mereka jantan dan betina, Leonardo menamai mereka George dan Georgia. Entahlah Leonardo suka nama itu. Leonardo mengehentikan kakinya sebentar dihadapan Exie lalu mendudukkan tubuhnya membelai perlahan singan albino itu, Exie merasa senang ia langsung bermain dengan Leonardo melupakan sejenak kesedihannya atas kematian Exter. "Kau merindukannya?" "Tapi kau sudah mendapatkan yang lebih baik" Leonardo terus berucap sedangkan Exie masih sibuk bermain dengan tangan besar Leonardo. "George dan Georgia juga membutuhkanmu" Ucap Leonardo lagi, bagai mengerti dengan ucapan tuannya Exie berdiri lalu mendekati Leonardo memainkan kepalanya ditubuh Leonardo lalu menjilat pipi pria itu. Leonardo tersenyum miring mendapti sifat manja Exie yang kembali seperti sebelum Exter tiada, singa betina itu kembali kedalam kandang dimana sudah ada George dan Geogia. Leonardo ikut mendekati kandang dan berakhir mendudukkan tubuhnya meraih George dan memainkannya. Leonardo merasa terhibur dengan tungkah lucu George dan Georgia, pria itu memberikan sepotong daging berukuran sedang untuk kedua anak singa itu dan dengan lahap George dan Georgia memakannya. Leonardo pun memberikan sepotong daging besar untuk Exie, awalnya Exie menolak namun setelah Leonardo membelai tubuh singa betina itu, Exie pun memakan dagingnya. Florence menghentikan langkah kakinya kala mendapati Leonardo tengah berjongkok didalam sebuah taman yang bersekat kaca, memisahkan ruang tengah dengan taman tersebut. Florence ingin melangkahkan kakinya mendekati tubuh besar Leonardo yang tengah terduduk, tapi ia takut dengan konsekuensi yang akan ia dapat. Bagaimana pun Leonardo menikahinya karena terpaksa bisa saja jika pria yang menyandang sebagai suaminya itu berbalik membencinya. Ditengah lamunannya itu sebuah tepukan dibahu ia dapatkan, Florence membalikkan tubuhnya menghadap si pelaku, ia melihat seorang wanita yang hampir seumuran dengan ibu mertuanya tengah menatap hangat pada Florence. "Kau siapa?" Tanya Florence penasaran. "Aku Karin" Setelah mendengar nama si pelaku, Florence menelisik pakaian Karin, pakaian yang wanita dewasa itu kenakan sama seperti pakaian Maid yang ada dimansion. "Kau maid disini?" Tanya Florence memastikan. "Ya, aku Maid yang mengurus semua keperluan di mansion" Florence menganggukkan kepalanya, ia pun mengulurkan tangannya pada Karin yang disambut hangat oleh wanita itu. "Aku Florence" "Aku tau, nyonya" Ucapnya dengan sopan sedikit merunduk. "Jangan seperti itu" "Aku hanya menghormatimu" "Tapi kau lebih tua dariku, seharusnya aku yang menghormatimu" "Kau persis baiknya seperti nyonya besar" "Nyonya besar?" Florence menautkan alisnya bingung dengan ucapan Karin. "Ya, maksudku Nyonya Tabitha" "Oh, Kukira siapa" "Kau tau, beliau juga meminta ku untuk memanggil namanya saja. Tapi aku tolak" "Kenapa?" "Ini memang kebiasaan di mansion, kami saling menghormati apalagi pada istri tuan besar" "Jadi kau tetap memanggil Mommy apa?" "Aku tetap memanggilnya nyonya, walaupun beliau sering memperingatkan ku" "Mommy sangat baik" "Ya, kau benar" Karin menatap Leonardo yang tengah bermain dengan kedua bayi singa albinonya, Kemudian ia pun mengalihkan tatapannya pada Florence yang juga tengah menatap lekat kearah suaminya. "Kau bingung bagaimana bisa ada singa disini?" "Ya" Florence menganggukkan kepalanya lalu menatap Karin disampingnya. "Tuan Arthur sudah merawat seekor singa jantan sejak dulu, lalu ia kembali merawat Exie singa betina itu" Ucap Karin seraya menunjuk Exie. "Lalu sekarang dimana singa jantannya?" Tanya Florence lagi. "Sudah lama sekali Exter pergi" "Maksudmu?" "Exter sudah tidak ada" "Kasihan sekali" Florence menatap nanar kearah Exie. "Itu sudah wajar memang umur Exter sudah tua, berbeda dengan Exie. Exie dibawa kemari saat umurnya masih kecil walaupun tubuhnya besar" "Kau sudah mengetahui banyak hal tentang klan De Lavega?" "Bagaimana aku tak tau banyak, aku sudah disini sejak lahir" "Apa?" "Ibuku bekerja disini sekaligus ia adalah ibu asuh tuan Arthur" "Lalu dimana ibumu?" "Dia sudah tiada tujuh tahun yang lalu" Karin menundukkan kepalanya menatap lantai putih mansion. "Karin, aku minta maaf" "Tak apa, lagipula itu sudah berlalu" "Jadi kau menggantikan ibumu?" "Iya, aku mengurus keperluan di mansion" Florence menatap kearah Karin lalu ia kembali mengalihkan tatapannya kearah Leonardo. "Aku bahkan tak pernah melihat orang tuaku" Ucap Florence dengan nada sedih. "Maksudmu?" "Orang tuaku meninggal karena kecelakaan, aku masih berumur satu tahun waktu itu" "Tapi bagaimana bisa? Maksudku jika orangtuamu sampai meninggal itu artinya kecelakaannya parah? Dan kenapa kau baik-baik saja?" "Aku dititipkan pada bibiku sejak umurku dua bulan, orangtuaku pergi ke Seattle dan satu tahun setelah itu mereka kembali ke New York untuk menjemputku, tapi diperjalanan mereka kecelakaan" Florence kembali menunduk namun kali ini air matanya tak bisa ia cegah. Karin menatap Florence ia sadar wanita muda disebelahnya tengah menangis, Karin dengan sigap merengkuh tubuh Florence sesekali mengelus pelan puncak kepalanya. "Sudahlah, kau sudah memiliki keluarga yang utuh sekarang" Karin berusaha menghibur Florence. Florence menganggukkan kepalanya didalam dekapan Karin, lalu melepas pelukannya dan menatap lekat pada Karin. "Terimakasih" "Untuk apa?" Tanya Karin dengan membentuk lipatan didahinya. "Mendengarkan ceritaku" "Tak apa, lagi pula tadi aku juga bercerita padamu" Florence tersenyum menanggapi, ia pun memgalihkan tatapannya pada Leonardo yang sudah menghilang dari awal tempatnya berada. "Dimana Leo?" Tanya Florence dengan gumaman. "Pasti dia sedang melihat Athena" "Athena?" "Ya, seekor jaguar" "Apa?!" Florence menatap Karin dengan tatapan tidak percaya, yang benar saja! Sudah ada tiga singa didalam mansion lalu sekarang ditambah dengan Jaguar?! Hell! Ini rumah atau tempat hewan buas! "Tak usah terkejut, bahkan Leo punya seekor anjing" "Apa?!" Florence kembali menganga dengan penuturan Karin yang datar. "Ya, namanya Seth" "Tapi aku tak melihat anjing ada disini" Florence mengedarkan matanya mencari sosok binatang berkaki empat yang dinamai Seth itu. "Seth hanya ada disini saat Leo memang sedang ingin membawanya" "Kenapa?" "Nyonya besar tidak suka dengan Seth, terlebih Seth adalah tipikel anjing pemburu. Dulu Tuan Besar juga memiliki anjing namanya Kal tapi nyonya tak menginginkan anjing itu terlalu dekat dengan Leo, alhasil Tuan Besar membawanya kesebuah tempat. Nyonya marah saat Leo membawa Seth namun setelah perdebatan sengit akhirnya nyonya mengizinkan Leo merawat Seth namun tidak disini. Entahlah masih menjadi misteri mengapa Nyonya tak mengizinkan Seth berada disini" Jelas Karin panjang lebar. "Tapi sekarang Mommy sudah tidak disini, apa Leo akan membawa Seth kemari?" "Aku tak tau, pemikiran Leo sulit untuk ditebak" "Benarkah?" "Ya, aku dulu sampai kewalahan mengurus ia waktu kecil. Sangat cerewet dan penuh keingintahuan" "Kau merawat Leo?" "Hanya ikut menjaganya" "Apa dia menghormatimu?" "Iya, lumayan" "Baguslah artinya ia tau berterimakasih" Karin terkekeh dengan jawaban yang diberikan oleh Florence, mereka pun terkekeh geli dengan pembicaraan mereka yang sudah kemana-mana walaupun ini adalah pertemuan pertama mereka. Disisi lain, Loenardo beranjak dari duduknya kemudian berdiri, ia sadar sedang diperhatikan oleh Florence dan Karin dari luar taman, ia tak suka itu. Alhasil disinilah ia berada sekarang, dibelakang mansion yang sudah ia sulap seperti habitat seekor Jagur. Ya, Leonardo memang sangat mencintai hewannya apalagi Jaguarnya oleh karena itu ia memilih menyulap belakang mansion yang lebar menjadi sebuah habitat untuk Athena, jaguar hitam miliknya. Leonardo membuka kaca pembatas antara mansion dengan kandang milik Athena, matanya mengedar mencari jaguar itu, ia tersenyum kala mendapati Athena tengah bermalas-malasan disebuah dahan pohon yang dibawahnya sebuah kolam. Leonardo mendekati Jaguarnya lalu meraih sepotong daging dan menentengnya lalu menggoda Athena agar jaguar itu berhenti bermalas-malasan. "Kau tak lapar?" Suara bariton milik Leonardo seakan menyadarkan Athena bahwa tuannya lah sekarang yang sedang menggodanya. Leonardo mengulas senyum samar kala jaguarnya itu bangkit dan berjalan kearahnya, Athena membaringkan tubuhnya disamping Leonardo. Pria itu paham dengan maksud hewannya, ia segera membelai Athena dan merangkum wajah jaguarnya. Gila memang! Tapi itu kebiasaanya. Athena menjilat pipi Leonardo dan Leonardo menumpukan dahinya dikepala Athena. Sinting? Iya Leonardo memang sinting karena menganggap seekor jaguar layaknya seorang teman, tapi ia menyukainya. Setidaknya ia tak mungkin dihianati seperti 'teman' pada umumnya. Setelah itu, Leonardo memberikan daging itu pada Athena. Jagur hitam itu dengan cepat memakan habis dagingnya, seakan kurang dengan jatahnya. Athena kembali bersikap manja dengan mengelilingi tubuh Leonardo dan berakhir kembali menjilat pipi pria itu. "Kau mau lagi?" Tatapan berbinar dari Athena membuat Leonardo gemas, ia meraih sepotong daging lagi lalu memberikannya pada Athena dengan senyum mengembang. Leonardo merasa ia lebih ikhlas memamerkan senyum tulusnya pada hewan-hewannya ketimbang kepada manusia yang hanya akan menghancurkannya! Leonardo lebih suka dipanggil gila karena menganggap hewan buas sebagai teman daripada ia harus hidup dengan kepura-puraan. Sifatnya yang menurun persis seperti Arthur, membuatnya terbentuk menjadi Leonardo yang arogan, keras dan tegas. Pria itu dengan senang hati membalas siapapun yang mengusik hidupnya dan membuatnya kesusahan bahkan tercekik atas takdir. Sama seperti situasi saat ini, ia tercekik dengan kehadiran Florence jadi ia akan lakukan apapun untuk memberikan sedikit pelajaran pada wanita yang tengah mengandung anaknya itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD